Fgila CERITA ASIK ~ KUMPULAN CERITA ASIK
WWW.METROQQ.COM HADIR DENGAN 5 BANK, BCA, MANDIRI, BNI, BRI, DANAMON

Saturday, March 4, 2017

CERITA ASIK

ISTRIQU BEKAS PSK

Kisah Pernikahannya berjalan seperti normalnya orang menikah. Sampai suatu saat, Vonny menemukan beberapa foto PSK di HP suaminya… sehingga ia bertanya dalem hati. apa yg bisa dia laqukan agar suaminya tak lagi perlu jajan? Mungkin saran kakak iparnya bisa dicoba.

Vonny memberikan HP kepada kakak iparnya untuk memperlihatkan foto-foto yg diambilnya dari HP suaminya, Frank. Verika, kakak ipar Vonny, menyandarkan punggung ke kursi salon yg didudukinya sembari membuka satu per satu foto-foto itu. Di cermin terlihat pantulan muka Vonny yg cemberut.

“Oo,” gumam Verika tanpa ekspresi,

“Beginian. Dasar Frank. Penyakit lama, nih”.

Vonny sedikit kesal melihat kakak iparnya—merangkap pemilik salon tempat mereka berdua ngobrol—‘biasa saja’ melihat foto-foto perempuan lain yg membikin Vonny dan Frank bertengkar dua hari lalu. Saat itu Vonny makin marah ketika Frank mengaqui bahwa perempuan-perempuan itu PSK.

“Penyakit lama, Kak Verika? Apa dari dulu Mas Frank memang suka jajan?”

“Emmm…” gumam Verika sembari mengambil sebatang rokok dari bungkusnya yg ada di meja,

“Iya sih. Lho kamu kok malah baru tahu. Gimana. Kamu kan istrinya.”

Vonny malu sendiri. Tapi dia memang tak bisa disalahkan, karena pernikahannya dgn Frank baru berjalan setahun, dan sebelomnya mereka berdua tak pernah pacaran. Keduanya memang dijodohkan oleh orangtua masing-masing yg 

rekanan bisnis, dan sekarang mereka sama-sama disiapkan jadi penerus usaha keluarga besar mereka. Vonny dan Frank sudah kenal sedari kecil, tapi mereka baru mulai saling mengakrabkan diri setelah menikah. Satu yg Vonny tahu, 

keluarga Frank memang longgar dalem mendidik anak-anaknya. Jadi seharusnya dia tak heran kalo Frank ketahuan punya kebiasaan buruk seperti itu. Sama saja dgn kakak Frank, Verika. Verika yg sekarang berumur 30-an tadinya malah disiapkan untuk dijodohkan dgn seorang saudara Vonny, tapi karena terbiasa bergaul sangat bebas, Verika dihamili kawannya saat kuliah dan terpaksa dinikahkan—dan selanjutnya diusir karena bikin malu keluarganya.


“Terus gimana nih?” Verika bicara sembari menjepit rokok yg baru dinyalakan dgn bibirnya yg tersaput lipstik merah jambu tebal.

“Kamu udah dua hari nggak bicara sama Frank. Apa mau terus-terusan? Ah, tapi kamu kan anak baik. Pasti kamu mikirin keluarga besar kita. Gak enak sama mereka kalo sampai… cerai.”

“Nggak!” jerit Vonny.

“Frank emang salah sih, tapi Kak, aqu nggak niat cerai sama dia. Aqu udah mulai belajar sayg dia Kak. Dan aqu juga baru tahu kebiasaan dia yg ini. Makanya aqu datang minta saran Kak Verika, gimana baiknya aqu hadapi masalah ini. Kak Verika kan lebih kenal Frank,” suara Vonny mengecil karena malu,

“…lagian aqu nggak mau nyusahin orangtua kita semua.”

Baik banget ini anak, pikir Verika. Cuma saat itu juga Verika merasa dapat satu lagi alasan yg bisa dia kasih kalo ada orang tanya pendapat dia tentang menikah tanpa pacaran. Vonny, yg tak pernah pacaran dgn Frank, terkejut saat kebiasaan buruk Frank ketahuan sekarang. Kalo Vonny pacaran dulu sama Frank, pastinya mereka bisa lebih saling ngerti, atau bisa putus tanpa repot kalo memang Vonny nggak suka. Verika mengisap rokoknya dalem-dalem, lalu menyemburkan asap dari mulut. Vonny menghindar sembari mengipas-ngipas di depan muka. Kakak iparnya itu sudah merokok sedari SMA, dan kadang-kadang Vonny mengira 
Verika always bermake-up tebal (seperti saat mereka ngobrol sekarang) untuk menutupi penuaan dini di mukanya yg sudah belasan tahun kena asap rokok. 
Verika memang tak pernah tampil tanpa riasan lengkap, rambut tertata, dan pakaian mencolok; tak hanya sedari dia membuka salon, tapi sedari dia remaja. 
Vonny melihat Verika seperti berpikir sembari merokok, lalu membetulkan tali sackdressnya yg melorot dari bahu. Sackdress hitam sedikit transparan itu gagal membuat bra merah yg ada di bawahnya tak kelihatan. Verika lalu menaruh rokoknya di asbak, tersenyum, berdiri, lalu mendekati Vonny.
“Kalo menurutku sih begini saja…”
“KOK GITU SIH CARANYA???” Vonny tak bisa menahan volume suaranya setelah mendengar saran Verika sampai habis. Yg memberi saran dgn santainya mengambil lagi rokok yg tadi ditinggal lalu meneruskan menyedot batang rokok.
“Terserah kamu sih. Saranku ya gitu. Kalo mengingat sifatnya Frank sih kupikir cara itu mempan. Kalo kamu mau coba tanya orang lain, silakan.”
“…” Vonny diam saja.
“Kalo kamu mau, aqu siap bantu. Gratis,” kata Verika, sembari nyengir. “Bukan cuma sekali, tapi seterusnya juga boleh. Hitung-hitung balas budi sama kalian yg udah bantu aqu selama ini.”

“…Sebentar. Aqu pikir-pikir dulu,” bisik Vonny, menimbang-nimbang.
Ternyata dia perlu saat lama sekali buat menimbang-nimbang. Berkali-kali dilihatnya lagi foto-foto yg diambilnya dari HP Frank.

“Mas, aqu mau bicara sama kamu nanti malam.” SMS itu Vonny kirim ke HP Frank.

Frank, yg sudah uring-uringan sedari bertengkar dgn Vonny setelah ‘foto-foto kenangan’nya ketahuan, menarik nafas lega di kantor.
Menjelang sore.

Sesudah memastikan jalanan di luar kosong, Vonny langsung keluar dari salon Verika dan secepatnya menuju rumah besar di sebelahnya. Rumah itu rumah Frank dan Vonny; Verika tinggal dan buka usaha di sebelah rumah mereka berdua. Sewaktu mau membuka pagar rumahnya sendiri, Vonny kalang-kabut ketika melihat mobil Mercedes-Benz hitam muncul di ujung jalan. Tapi dia sempat masuk ke rumah sebelom Mercy itu lewat. Mercy itu tak berhenti di rumahnya, karena memang itu mobil orang lain; mobil mewah itu berhenti di depan salon 

Verika. Dari balik pintu supirnya keluar seorang laki-laki, yg lantas mengunci Mercy itu, lalu masuklah dia ke salon Verika. Semua itu tak sempat diperhatikan Vonny. Vonny sendiri sudah cukup lega karena tak kepergok siapapun dalem perjalanan yg cuma beberapa meter saja dari tempat kakak iparnya.

“Aqu pulang kira-kira sejam lagi.” SMS dari Frank masuk ke HP Vonny.

Vonny duduk sendirian di dalem kamar di depan cermin. Normalnya dia bakal melihat rona mukanya sendiri berubah merah karena perasaannya yg campur aduk, tapi kali ini sedikit susah bagi dia. Rumah itu baru terisi mereka berdua, Frank dan Vonny, yg menikah tahun lalu. Belom ada anak. Selama ini kehidupan mereka lancar-lancar saja. Vonny ‘si anak baik’ menerima saja ketika orangtuanya dan orangtua Frank memutuskan perjodohan mereka. Frank juga bukan suami brengsek. Setidaknya sampai belangnya ketahuan beberapa hari lalu. Hanya saja Vonny sering merasa Frank seperti bosan dgn dirinya.

Vonny masih muda. Frank lebih tua sedikit. Setelah lulus kuliah keduanya dijodohkan dan tak lama sesudahnya menikah. Karier mereka berdua terjamin karena mereka berdua akan meneruskan usaha yg dirintis orangtua-orangtua mereka, dan mereka sama-sama sedang bekerja di sana, hanya di bagian yg berbeda. Vonny punya banyak saat luang dan bisa bekerja di rumah, sedangkan Frank banyak bepergian keliling kota dan kadang-kadang ke daerah. 

Sebenarnya Frank tak bisa dibilang rugi dijodohkan dgn Vonny, yg berwajah lumayan menarik. Verika, yg sudah kenal duluan dgn Vonny sebelom Vonny mengenal Frank, pernah bilang dia iri dgn tubuh Vonny yg lebih sintal daripada tubuhnya sendiri. Tapi kalo keduanya berjejer, orang bakal lebih banyak yg menengok ke arah Verika daripada Vonny, halamandewasa.com  karena Verika always tampil ‘meriah’ dgn dandanan cenderung menor dan pakaian seksi, sementara Vonny always terlihat polos dan biasa berpakaian konservatif. Vonny masih tak percaya kenapa akhirnya dia setuju mencoba saran Verika. Tapi, pikirnya, dicoba sajalah… tak ada salahnya.
***

Frank menyetir pulang membawa oleh-oleh kue coklat untuk istrinya yg dia kira masih ngambek, tapi sudah beritikad baik mengajak berdamai. Dia sadar, dia sendiri salah. Sudah kawin kok masih doyan jajan. Tapi, yah, kebiasaan lama susah luntur. Dan ada hal-hal yg dia kira tak bakal dia dapat dari Vonny. Bunyi SMS datang di antara bunyi radio mobil. Pesan dari seorang perempuan yg fotonya sampai tadi pagi ada di HP Frank. Sekarang semua foto itu sudah hilang dari HP Frank (tapi pindah ke tempat-tempat lain, tentu saja). Dan Frank tak menanggapi ajakan dalem SMS itu.
“Jangan dulu deh”, pikir Frank.
***

Vonny mendengar bunyi mobil Frank dan sesudahnya bunyi pintu rumah dibuka. Dia menenangkan diri, mengulang lagi semua yg mau dia laqukan (atas saran Verika), dan bersiap-siap. Tangannya dingin. Berjam-jam sudah dia habiskan untuk persiapan dgn dibantu Verika tadi. Dalem hati dia berusaha membenarkan pilihannya dgn mengatakan, mungkin ini memang perlu, demi kami berdua, dan demi keluarga. Tapi dalem hatinya berkali-kali terselip rasa penasaran. Dia ingin tahu, bagaimana jadinya nanti. Bagaimana kira-kira reaksi Frank. Bagaimana kira-kira reaksi dia sendiri.

“Sudah saatnya.” pikirnya
***

Frank melongo di pintu, memelototi Vonny yg berdiri di depannya. Malam itu, Vonny berubah. Vonny yg sederhana dan terkesan baik-baik sedang tak hadir. Sebagai gantinya…Vonny tampil beda. Dia memakai gaun mini ketat berbahan satin berwarna hitam yg panjangnya tak sampai menutupi setengah pahanya, sehingga memperlihatkan stocking jala hitam yg membungkus kedua kakinya sampai berujung ke sepasang stiletto hak tinggi. Di atas pinggang, gaun mini itu mendesak sepasang payudara Vonny sampai nyaris tumpah ke luar, sementara pundaknya terbuka. Kebetulan warna kulit Vonny coklat muda. Bukan putih atau kuning atau sawo matang, tapi warna di antaranya. Itu juga yg membuat lapisan bedak yg membuat mukanya lebih putih terkesan lebih kentara, karena kontras antara warna muka dan tubuh. Ketika Vonny berkedip, terlihat rona biru muda di kelopak matanya, di bawah alis yg dibentuk dan dipertegas. Kedipannya juga menunjukkan bulu mata palsu yg menempel di kedua mata. Pipinya bersemu merah, tapi karena polesan.

“Kok bengong aja, Mas? Kamu suka yg kayak gini, kan?”

Kata-kata itu meluncur dgn nada menantang dari sepasang bibir Vonny yg kali ini tak telanjang. Biasanya Vonny paling-paling hanya memakai lip gloss, tetapi malam itu mata Frank tak bisa lepas dari bibir Vonny yg terlihat lebih penuh dan sensual. Merah, mengilap, menantang. Seperti itulah saran Verika untuk Vonny.

“If you can’t beat ‘em, join ‘em.” Verika kenal benar dgn Frank. Adiknya itu tak 

bisa dibilang ganteng, malah tampangnya terhitung pas-pasan. Maka itu sedari dulu Frank always kurang mujur dalem percintaan; biarpun dia anak pengusaha, tetap saja jarang ada perempuan yg mau dgnnya. Jadi dia terbiasa lewat jalan pintas dgn jajan. Dan seleranya jadi terbentuk ke arah penampilan ‘khas’ 

perempuan-perempuan penjaja cinta: dandanan seksi tapi terkesan murahan. Perempuan-perempuan macam itulah yg fotonya Vonny temukan di HP Frank.

“Vonny… kamu… ini maksudnya…?”

Melihat Frank bengong saja, Vonny mengingat-ingat lagi apa kata Verika mengenai bagaimana dia harus bersikap. Jadi dia segera maju mendekati Frank dan menarik dasi Frank. Frank melihat istrinya menatap tajam matanya, sembari mencium bau parfum yg lumayan keras.

“Kenapa? Gak seneng kalo aqu kayak gini?”

Frank kewalahan, taqut salah bicara di depan istrinya yg entah kesambet apa sampai mendadak makeover jadi seperti WP langganannya. Dia cuma bisa menjawab pelan-pelan.

“Bukan… bukan gitu… tapi kamu… Aqu… nggak…”

Vonny tambah sewot. Maksudnya apa itu? Apa dia malah gak suka aqu jadi seperti ini? Melihat muka Frank yg tambah panik, Vonny memberanikan diri untuk agresif. Dipepetnya Frank ke tembok, sembari masih memegang pangkal dasi Frank—seperti siap mau mencekik. Frank lebih besar dari Vonny, tapi saat itu seperti tak punya kekuatan untuk melawan Vonny. Sementara tangan kanannya siap membuat Frank susah bernafas, tangan kiri Vonny mencari-cari bagian tubuh Frank yg paling jujur.

Tuh, kan… pikir Vonny. Dia merasakan kemaluan Frank mengeras di balik celana.

Vonny meremas pelir Frank.

“Masih mau bohong?” katanya sengit.

“Aqu udah tahu. Kamu paling suka ngelihat perempuan dandan sampe kelihatan murahan kayak gini kan? Itu kan alasannya kamu masih terus aja jajan di luar biarpun kamu udah punya aqu kan?”

Frank mau menjawab, sekaligus merasa sedikit nyeri di bijinya yg ada di cengkeraman Vonny. Vonny sudah kelihatan marah sekarang. Tapi Frank tak bisa menygkal bahwa dia terangsang melihat Vonny berani tampil seperti itu. Cuma dia tak berani bilang.

“Gak usah nygkal,” desis Vonny.

“Aqu udah tahu seperti apa kamu sebenarnya, Mas. Tapi aqu gak senang kalo kamu gak terus terang aja. Aqu kan istri Mas Frank? Apa susahnya sih ngasih tau aqu apa yg kamu suka?”

“Habisnya…” Frank meringis.

“…ya, kupikir dibilangin juga kamu ga bakal mau…”

“Jadi kamu ga nanya dulu, nygka aqu ga mau, makanya kamu milih ngentot sama lonte? Gitu? Apa ga pernah kepikiran kalo aqu bisa aja mau ngikutin kemauan Mas?”

Frank menunduk, tak berani bicara. Pada saat yg sama, dia tambah terangsang mendengar Vonny berani bicara jorok seperti itu. Tambah sempit saja celananya terasa. Vonny juga merasakan itu.

“Tuh, yg di bawah situ udah ngaqu,” sindir Vonny.

“Bilang aja kalo suka, Mas. Jujur aja.”

“Eh… i… iya… kamu… em… cantik?” Frank merasa salah bicara, tapi tak tahu yg benarnya seperti apa.

“Cih. Kaya’ gini yg dianggap cantik? Seleramu payah amat, Mas,” maki Vonny, meskipun dalem hati kecilnya dia senang juga dipuji seperti itu.

“Tapi daripada kamu gak mau berhenti jajan…” Sudah saatnya, pikir Vonny. Lanjut…

“…mending kukasih aja.”

Didorongnya Frank ke kursi empuk ruang depan sampai Frank terduduk. Dgn tak sabaran Vonny langsung naik ke pangkuan Frank dan memaksa mencium bibir Frank. Frank awalnya kelabakan, tapi langsung menyerah pada desakan Vonny. Hampir 10 menit bibir mereka bertempur, lidah mereka saling serang. Buat Vonny sendiri, perlu kekuatan tekad sangat besar untuk bisa berpenampilan dan bersikap seperti saat itu. Seumur hidup belom pernah dia seagresif itu, jadi dia deg-degan sendiri saat akhirnya berani bicara keras di muka Frank. Tapi itu baru permulaan. Dia sudah berniat mau habis-habisan malam itu, dan meyakinkan Frank untuk seterusnya bahwa dia tak mau lagi Frank main-main di luar. Artinya, dia sendiri harus melaqukan semuanya supaya Frank tak lagi punya alasan. Tangan kiri Vonny membuka kancing dan resleting celana Frank. Vonny belom pernah melaqukan seks oral dgn Frank sebelomnya, karena Frank tak pernah minta, dan Vonny sendiri kurang inisiatif. Tapi malam itu Vonny tak ragu-ragu dan tak menunggu Frank.

Setelah penis Frank yg sudah mengeras terbebas dari celana, Vonny langsung menggarapnya. Jilat dan sedot. Frank terpana melihat bibir merah Vonny naik-turun mengelus kemaluannya. Bukan pertama kali dia disepong; perempuan-perempuan langganannya lebih kenal dgn rasa kemaluan Frank daripada Vonny. Karena itu juga Frank mulai bisa tenang lagi, menghilangkan terkejut sembari memikirkan apa yg sedang terjadi. Sembari menjilati ereksi Frank, Vonny terus menahan rasa malu dan segan. Dia sudah tak merasa jadi diri sendiri sedari pertama kali Verika selesai mempermak habis penampilannya dan dia melihat sendiri mukanya di cermin. Wajah perempuan bermake-up tebal yg asing itu terlihat norak sekaligus menggoda. Vonny sempat terpikir bahwa itu sudah berlebihan, tapi dia mencoba menerima saja hasil karya Verika di mukanya.
Perempuan di cermin itu tak terlihat seperti dia, tapi itu memang dia. Pakaian yg dipinjamkan Verika pun tak mencerminkan kepribadiannya yg biasa, tapi Vonny diam saja. Biarpun harus menahan malu, dia harus mencoba dulu. Demi Frank. 
Demi dia sendiri…Berhubung Vonny baru pertama kali mempraktekkan fellatio, aksinya masih canggung. Dia tak tahu apakah Frank suka atau tak. Dia berhenti lalu melirik ke arah muka Frank. Frank sudah merasa pegang kendali. Satu hal yg tak diceritakan Verika ke Vonny, karena Verika sendiri tak tahu: kalo bersetubuh dgn wanita bayaran, Frank terbiasa dominan dan cenderung melecehkan lawan mainnya. Itu juga salah satu alasan Frank ragu-ragu meminta Vonny mengikuti kemauannya. Frank tak yakin istrinya bakal mau, dan kuatir kalo Vonny tahu apa kesukaannya, masalah bisa muncul. Beda kalo dgn PSK; dia tinggal bayar lebih supaya mereka mau meladeni permintaannya, atau cari perempuan lain yg mau. Sekarang ternyata Vonny sendiri memberi sinyal bahwa sebenarnya dia mau mengikuti kemauan Frank. Dan Frank mulai sadar bahwa justru itulah yg dia tunggu-tunggu.

“Kok berhenti?” kata Frank, dgn nada tegas.

“Udahan, nih?”

Sekarang gantian Vonny yg terkejut. Dia menganggap apa yg dia laqukan itu semacam akting, role-playing, bermain peran. Dia tak menygka Frank bakal secepat itu mengerti dan ikut ‘bermain’. Gara-gara salah perhitungan itu, perannya buyar. Dia merasa konyol karena bengong sementara bibirnya masih di seputar burung Frank.

“Jangan dipaksain kalo emang gak bisa,” kata Frank, mulai yakin bahwa dia sudah membalik keadaan.

“Tapi kamu sendiri yg ‘masang’. Ya udah. Sekalian.”

Vonny melihat sekilas Frank nyengir jahat lalu merasakan kedua tangan Frank mencengkeram kedua sisi kepalanya. Sebelom Vonny sempat bicara, Frank berdiri, lalu dgn gencar memaksa kepala Vonny bergerak maju-mundur 

menyervis kemaluannya. Vonny kelabakan sendiri, dan cuma bisa mengeluarkan bunyi-bunyi tak jelas selagi mulutnya berubah jadi alat masturbasi Frank. Frank memutar tubuh sembari menarik Vonny sehingga sekarang Vonny membelakangi kursi empuk. Lalu Frank menundukkan tubuh sehingga kepala Vonny terdorong sampai berbantalkan jok kursi empuk. Setelah dalem posisi itu, Frank langsung menggerakkan pinggulnya membabi-buta, penisnya mengaduk-aduk seisi mulut 
Vonny yg tak bisa apa-apa selain menerima. Beberapa genjotan kemudian, Frank melenguh keras dan muncrat di dalem mulut Vonny. Setelah ejaqulasi, Frank keluar dari mulut Vonny. Vonny terbatuk, berusaha mengeluarkan mani Frank dari dalem mulutnya. Frank melihat itu dan langsung menghardik.

“Heh. Siapa suruh muntahin? Telan.” Vonny yg masih terkejut tak sempat berpikir apa-apa lagi, secara refleks diikutinya perintah Frank.

Vonny memalingkan muka selagi menelan. Dia berusaha bangun, sementara Frank berdiri mengangkang di atas tubuhnya. Vonny beringsut ke kursi empuk. Frank tersenyum penuh kemenangan sembari membuka dasinya. Dilihatnya Vonny meringkuk di kursi empuk. Sekarang istrinya itu terlihat ketaqutan. Memang. Vonny seperti baru melepaskan anjing galak dari ikatan, dan sekarang anjing galak itu malah mengancamnya.

Ganti Frank yg mendesak Vonny di kursi empuk. Kedua tangan Frank memegangi kedua pundak Vonny sementara tubuhnya merapat ke tubuh Vonny. Dilihatnya lagi wajah Vonny yg sedang main pura-pura jadi sundal itu. Meski ada yg cemong sedikit gara-gara mukanya tadi digagahi, bibir Vonny masih merah, maskaranya belom luntur, bedaknya masih ketebalan. Topeng wanita murahan-nya masih ada. Cuma ekspresinya memang berubah; kalo tadi ekspresi PSK cari mangsa, sekarang tampang PSK kena razia. Tapi Frank yg mulai menikmati perubahan istrinya tak mau membiarkan Vonny balik lagi seperti yg dulu. Frank terpikir untuk bersikap gentleman dgn langsung melepas Vonny, meminta Vonny menghapus semua rias wajahnya dan ganti baju biasa, lalu meminta maaf dan kembali bersikap mesra. Tapi Frank tak mau buru-buru melepas kesempatan. Mumpung istrinya lagi ingin bergaya binal, kenapa tak dimanfaatkan sepuasnya?

“Mestinya dari dulu kamu begini,” kata Frank di depan muka Vonny,

“Tapi kalo udah susah-susah dandan kayak gini, jangan setengah-setengah dong! 
Terusin aja.” Vonny seperti berusaha meraih mukanya—maksudnya mau minta french kiss dari Frank, tapi Frank berkelit. Dia belom lupa tadi habis membuang apa di mulut Vonny. Selagi Vonny kecewa, Frank menyerang sasaran lain. Dibuatnya leher, pundak, dan bagian atas payudara Vonny berbekas cupang merah. Lalu diangkatnya ujung bawah gaun mini Vonny. Di situ Frank mendapati Vonny tak pakai celana dalem.

“Niat banget, ya? Sengaja ga pake CD?” goda Frank.

“Atau sedari tadi kamu udah gak tahan jadi self service dulu?” Yg digoda membuang muka karena malu.

Dgn leluasa Frank melalap selangkangan istrinya. Hingga malam itu kehidupan seks Vonny dan Frank relatif monoton; mereka biasanya cuma berhubungan seks biasa, sekadar bermesraan, petting, setubuh dgn posisi normal, tak banyak variasi. Vonny tak mempermasalahkan; Frank merasa kurang tapi tak mau bilang ke Vonny dan memilih melampiaskannya di luar. Jadinya, ya, baru kali itu juga Vonny menikmati memeknya dimakan Frank. Sensasinya langsung membuat Vonny mendesah-desah keenakan sembari menjepit kepala Frank dgn kedua pahanya. Vonny sampai lupa terpikir untuk membalas perlaquan Frank tadi dgn tindakan yg sama, berhubung posisinya sekarang kebalikan yg tadi. Frank berkali-kali menyenggol G-spot Vonny dgn lidahnya.

“Mmmhhh…. Aaa!!Mass Frankmm!!”
Vonny terengah-engah karena kenikmatan melanda tubuhnya. Tangannya gemetaran, mulutnya menganga. Tapi tiba-tiba Frank berhenti dan berdiri.

“Yahh??” Vonny merengek kecewa. Frank menatapnya dgn pandangan lapar… dan iseng. Bagaimana kalo kita main-main dulu… pikir Frank.

“Mas Frank… terusin dong…” pinta Vonny. Frank cuek.

“Gak mau.”

“Mas Braamm…”

Frank maju. Tangannya memegang tangan Vonny. Bibirnya mendekati bibir Vonny, seolah mau mencium, tapi sekali lagi Frank berkelit dan malah mengulum telinga Vonny. Sementara itu tangannya membawa tangan Vonny ke arah kemaluan Vonny.

“Main sendiri. Sana. Di depanku. Aqu pengen lihat lonteku ngobok mekinya sendiri. Gih.”

Frank lalu mundur dan melepas tangan Vonny. Vonny diam sejenak, lalu dgn ragu-ragu mulai. Entah kenapa, biarpun kata-kata Frank tadi sangat melecehkan kalo dalem keadaan normal, Vonny justru malah terangsang mendengarnya. Dia membebaskan buah dadanya dari balik baju dan mencubit-cubit pentilnya yg mengencang. Tangan satunya lagi mengelus-elus bibir kemaluan.

“Kayak gini Mas?… Gimana… ah… ahhh… Lihat aqu Mas…”
Frank sendiri sibuk mengocok kemaluannya, sembari terus bicara.

“Ya. Terus. Gitu. Masukin jarimu ke sana. Jangan cuma satu, tapi dua sekalian. Kobel terus. Gimana. Udah tahu gimana rasanya jadi sundal? Enak?”

“Ah… ah… Mas lihatin aqu… enak mas…“

“Mainin terus tuh pentilmu… jepit, cubit. Ah, sayg susumu gak segede itu. Kalo lebih gede kamu bisa gigit-gigit sendiri tuh pentil. Remas terus. Pencet terus.”

“Maafin kalo kurang gede Mas… uh, ungh… Mas aqu jangan dibiarin sendiri terus dong… isep toketku Mas…”

“Gak. Pokoknya aqu mau lihat kamu sampe orgasme. Terusin aja ngentot jari-nya.”

“Ah… ah… iya Mas… ini kuterusin… engh…” Erangan Vonny diseling suara becek dari kemaluannya yg dia obok-obok sendiri.

“Gimana Vonny? Suka gak jadi lonte? Tau nggak, aqu langsung ngaceng begitu lihat kamu yg dandan abis tadi. Sampe sekarang juga masih. Biarpun tadi udah, kayaknya sebentar lagi aqu ngecrot lagi.” Frank terus memancing-mancing Vonny.

“Auhhh…. Engg… Hahh, iya, iya Mas, ah… ah…”

“Ini baru di dalem rumah. Coba kalo kamu tadi keluar. Baygin orang banyak ngelihat kamu. Apa nggak konak semua mereka.”

Kata-kata Frank memancing khayalan Vonny. Frank tak tahu tadi Vonny sempat ada di luar sebentar, saat buru-buru pergi dari salon Verika ke rumah. Tadi Vonny bersyukur tak kepergok siapapun termasuk orang di mobil Mercy hitam yg lewat. Sekarang dia membaygkan sendiri andai dia tadi kepergok. Bukan cuma oleh satu orang, tapi banyak. Dan mereka semua terangsang melihat penampilannya yg menggoda. Dan dia dikerubuti oleh mereka, dipegangi, ditelanjangi, dipaksa…

“AHH~!!” Bibir merah Vonny menganga, mengerang tertahan, selagi kepalanya tersentak ke belakang dan sekujur tubuhnya gemetar. Dia orgasme gara-gara khayalan tadi.

“Ah… hah… ah…” nafas Vonny tersengal-sengal setelah mencapai orgasme. Frank mendekati Vonny, setengah mati berusaha menahan semburan dalem penisnya, menarik Vonny, dan dgn lega menyemprotkan spermanya ke muka Vonny yg bermake-up tebal itu.

“CROTT…. CROTT…”

Vonny terduduk di lantai. Dia mau mengusap cairan lengket di mukanya, tapi Frank menahan tangannya.

“Biarin dulu! Aqu mau lihat mukamu kayak gini!”
Frank melihat maninya berleleran melintang di pipi dan hidung Vonny. Muka pelacur yg habis dientot. Dia merasa lebih suka istrinya yg versi ini.

“Ahh… Maass…” Vonny merengek. Entah karena apa. Dan Frank merasa masih kuat melanjutkan. Tapi dia perlu istirahat sebentar—

“Gak pernah aqu lihat kamu seseksi ini,” kata Frank. “Tuh, yg di bawah udah pengen lagi.”

“Kamu juga jadi lain, Mas…” Vonny bilang,

“Aqu baru tahu… apa ini yg Mas dapat dari perempuan-perempuan lain itu?”

Frank sedikit kesal karena Vonny masih juga mengungkit-ungkit kebiasaannya, dan tak menjawab. Dia malah menyuruh Vonny menungging di depannya. Vonny menurut, berharap Frank melanjutkan ronde 3. Biarpun sudah orgasme satu kali, Vonny masih ingin kemaluannya dipenetrasi. Dia merasakan tangan Frank di pinggangnya, sementara penis Frank yg mulai tegang lagi menggosok-gosok bibir bawahnya.

Kunjungi juga esexeseks.com
“…masukin dong Mas…” bisik Vonny.
“Apa?” Frank pura-pura nggak mendengar.
“Masukin dong Maaas,” rengek Vonny.
“Masukin apa ke mana? Yg jelas dong?”
Vonny terdiam sebentar lalu berkata,
“Masukin kontolmu ke memekku Mas…” dgn malu-malu.
“Bagus… kamu udah bisa bicara kayak mereka,” celetuk Frank, sembari menyodok memek istrinya.
Vonny tak menjawab, dan cuma mendesah karena nikmat. Tapi Frank masih terus berniat menggoda istrinya. Sembari merapat ke punggung Vonny, Frank berbisik.

“Becek amat di dalem sana, licin. Hayo ngaqu. Udah dipake berapa orang kamu hari ini, lonte?”

Vonny menggigit bibir, malu karena diledek Frank. Dia mendengking saat Frank menampar pantatnya. Tapi ternyata beberapa lama kemudian Frank mencabut burungnya dari kemaluan Vonny. Sebelom Vonny sempat protes, Frank menggenggam satu tangannya dan mendorong Vonny ke arah kursi empuk sampai kepalanya bersandar di kursi empuk. Vonny bertanya-tanya apa mau Frank, tapi dia langsung sadar ketika Frank menowel-nowel lubang kemaluansnya…

“Mas? Mas Frank mau apa…?”

“Mau merawanin pantatmu…”

Sesudahnya, ada jeritan yg sampai terdengar oleh Verika di rumah sebelah. Verika tersenyum puas mendengar suara berisik di rumah adik dan adik iparnya. Sarannya kepada Vonny untuk coba berubah menjadi seperti perempuan-perempuan yg fotonya ada di HP Frank sepertinya manjur. Baguslah, pikirnya. Daripada Frank bawa pulang penyakit atau anak haram, mendingan dgn Vonny. Orang yg tadi datang dgn Mercy hitam baru saja pergi dari salon Verika, puas dgn pelayanan Verika dan memberi tips cukup banyak. Verika kembali memulaskan lipstik di bibirnya; tadi lipstiknya terhapus ketika dia memberi servis blowjob kepada si pengendara Mercy.

Satu jam sudah berlalu sedari Frank pulang. Sekarang dia terlentang telanjang, mandi keringat, di ruang tamu. Di dadanya bersandar Verika yg awut-awutan, make-up tebalnya luntur setelah entah berapa ronde berperan sebagai pelacur demi Frank. Dari lubang duburnya yg terasa sedikit nyeri, mengalir sedikit benih Frank yg tadi dikeluarkan Frank di sana. Dua-duanya terlalu capek untuk ngobrol ataupun merasa bersalah. Yg jelas, Vonny merasa tambah yakin Frank tak akan perlu lagi jajan di luar. Dan sepertinya, Vonny sendiri juga menemukan sisi baru dalem dirinya

0 comments:

Post a Comment