Fgila August 2017 ~ KUMPULAN CERITA ASIK
WWW.METROQQ.COM HADIR DENGAN 5 BANK, BCA, MANDIRI, BNI, BRI, DANAMON

Thursday, August 31, 2017

CERITA ASIK

TEMEN KU YANG SOLEHAN KU NODAIN DENGAN PEJU KU

Sebuah kisah seorang pria ngentot teman kerja perempuannya yang selama ini terkenal solehah dan berjilbab rapi serta sudah bersuami. Simak selengkapnya berikut ini cerita ngentotnya! Di kantorku ada seorang wanita berjilbab yang sangat cantik dan anggun. Tingginya sekitar 165 cm dengan tubuh yang langsing. Kulitnya putih dengan lengsung pipit di pipi menambah kecantikannya, suaranya halus dan lembut. Setiap hari dia mengenakan baju gamis yang panjang dan longgar untuk menyembunyikan lekuk tubuhnya, namun aku yakin bahwa tubuhnya pasti indah.

Namanya Fatma, dia sudah bersuami dan beranak 2, usianya sekitar 30 tahun. Dia selalu menjaga pandangan matanya terhadap lawan jenis yang bukan muhrimnya, dan jika bersalamanpun dia tidak ingin bersentuhan tangan. Namun kesemua itu tidak menurunkan rasa ketertarikanku padanya, bahkan aku semakin penasaran untuk bisa mendekatinya apalagi sampai bisa menikmati tubuhnya…., Ya…. Benar… Aku memang terobsesi dengan temanku ini. Dia betul-betul membuatku penasaran dan menjadi objek khayalanku siang dan malam di saat kesendirianku di kamar kost. Aku sebenarnya sudah berkeluarga dan memiliki 2 orang anak yang masih kecil-kecil, namun anak dan istriku berada di luar kota dengan mertuaku, sedangkan aku di sini kost dan pulang ke istriku seminggu sekali. Kesempatan untuk bisa mendekatinya akhirnya datang juga,
Ketika aku dan dia ditugaskan oleh atasan kami untuk mengikuti workshop di sebuah hotel di kota Bandung selama seminggu. Hari-hari pertama workshop aku berusaha mendekatinya agar bisa berlama-lama ngobrol dengannya, namun Dia benar-benar tetap menjaga jarak denganku, hingga pada hari ketiga kami mendapat tugas yang harus diselesaikan secara bersama-sama dalam satu unit kerja. Hasil pekerjaan harus diserahkan pada hari kelima. Untuk itu kami bersepakat untuk mengerjakan tugas tersebut di kamar hotelnya, karena kamar hotel yang ditempatinya terdiri dari dua ruangan, yaitu ruang tamu dan kamar tidur Sore harinya pada saat tidak ada kegiatan workshop, aku sengaja jalan-jalan untuk mencari obat perangsang dan kembali lagi sambil membawa makanan dan minuman ringan.

Sekitar jam tujuh malam aku mendatangi kamarnya dan kami mulai berdiskusi tentang tugas yang diberikan. Selama berdiskusi kadang-kadang Fatma bolak-balik masuk ke kamarnya untuk mengambil bahan-bahan yang dia simpan di kamarnya, dan pada saat dia masuk ke kamarnya untuk kembali mengambil bahan yang diperlukan maka dengan cepat aku membubuhkan obat perangsang yang telah aku persiapkan.

Dan aku melanjutkan pekerjaanku seolah-olah tidak terjadi apa-apa ketika dia kembali dari kamar. Hatiku mulai berbunga-bunga, karena obat perangsang yang kububuhkan pada minumannya mulai bereaksi. Hal ini tampak dari deru napasnya yang mulai memburu dan duduknya gelisah serta butiran-butiran keringat yang mulai muncul dikeningnya. Selain itu pikirannyapun nampaknya sudah susah untuk focus terhadap tugas yang sedang kami kerjakan Namun dengan sekuat tenaga dia tetap menampilkan kesan sebagai seorang wanita yang solehah, walaupun seringkali ucapannya secara tidak disadarinya disertai dengan desahan napas yang memburu dan mata yang semakin sayu.

Aku masih bersabar untuk tidak langsung mendekap dan mencumbunya, kutunggu hingga reaksi obat perangsang itu benar-benar menguasainya sehingga dia tidak mampu berfikir jernih. Setelah sekitar 30 menit, nampaknya reaksi obat perangsang itu sudah menguasainya, hal ini Nampak dari matanya yang semakin sayu dan nafas yang semakin menderu serta gerakan tubuh yang semakin gelisah.

Dia sudah tidak mampu lagi focus pada materi yang sedang didiskusikan, hanya helaan nafas yang tersengal diserta tatapan yang semakin sayu padaku. Aku mulai menggeser dudukku untuk duduk berhimpitan disamping kanannya, dia seperti terkejut namun tak mampu mengeluarkan kata-kata protes atau penolakan, hanya Nampak sekilas dari tatapan matanya yang memandang curiga padaku dan ingin menggeser duduknya menjauhiku, namun nampaknya pengaruh obat itu membuat seolah-olah badannya kaku dan bahkan seolah-olah menyambut kedatangan tubuhku.
Setelah yakin dia tidak menjauh dariku, tangan kiriku mulai memegang tangan kanannya yang ia letakkan di atas pahanya yang tertutup oleh baju gamisnya. Tangan itu demikian halus dan lembut, yang selama ini tidak pernah disentuh oleh pria selain oleh muhrimnya. Tangannya tersentak lemah dan ada usaha untuk melepaskan dari genggamanku, namun sangat lemah bahkan bulu-bulu halus yang ada di lengannya berdiri seperti dialiri listrik ribuan volt. Matanya terpejam dan tanpa sadar mulutnya melenguh..
”Ouhh….”, tangannya semakin basah oleh keringat dan tanpa dia sadari tangannya meremas tanganku dengan gemas.
Aku semakin yakin akan reaksi obat yang kuberikan… dan sambil mengutak-atik laptop, tanpa sepengetahuannya aku aktifkan aplikasi webcam yang dapat merekam kegiatan kami di kursi panjang yang sedang kami duduki dengan mode tampilan gambar yang di hide sehingga kegiatan kami tak terlihat di layar monitor. Lalu tangan kananku menggenggam tangan kanannya yang telah ada dalam genggamanku, tangan kiriku melepaskan tangan kanannya yang dipegang dan diremas mesra oleh angan kananku, sehingga tubuhku menghadap tubuhnya dan tangan kiriku merengkuh pundaknya dari belakang. Matanya medelik marah dan dengan terbata-bata dan nafas yang memburu dia berkata
“Aaa…aapa..apaan….nih……Pak..?”
Dengan lemah tangan kirinya berusaha melepaskan tangan kiriku dari pundaknya. Namun gairahku semakin meninggi, tanganku bertahan untuk tidak lepas dari pundaknya bahkan dengan gairah yang menyala-nyala wajahku langsung mendekati wajahnya dan secara cepat bibirku melumat gemas bibir tipisnya yang selama ini selalu menggoda nafsuku. Nafsuku semakin terpompa cepat setelah merasakan lembut dan nikmatnya bibir tipis Fatma, dengan penuh nafsu kuhisap kuat bibir tipis itu.
“Ja..jangan …Pak Ouhmmhhh… mmmhhhh…”
Hanya itu kata yang terucap dari bibirnya.. karena bibirnya tersumpal oleh bibirku.
Dia memberontak.., tapi kedua tangannya dipegang erat oleh tanganku, sehingga ciuman yang kulakukan berlangsung cukup lama.
Fatma terus memberontak…, tapi gairah yang muncul dari dalam dirinya akibat efek dari obat perangsang yang kububuhkan pada minumannya membuat tenaga berontaknya sangat lemah dan tak berarti apa-apa pada diriku. Bahkan semakin lama kedua tangannya bukan berusaha untuk melepaskan dari pegangn tanganku tapi seolah mencengkram erat kedua tanganku seperti menahan nikmatnya rangsangan birahi yang kuberikan padanya, perlahan namun pasti bibirnya mulai membalas hisapan bibirku, sehingga terjadilah ciumannya yang panas menggelora, matanya tertutup rapat menikmati ciuman yang kuberikan.
Pegangan tanganku kulepaskan dan kedua tanganku memeluk erat tubuhnya sehingga dadaku merasakan empuknya buahdada yang tertutup oleh baju gamis yang panjang.
Dan kedua tangannyapun memeluk erat dan terkadang membelai mesra punggungku. Bibirku mulai merayap menciumi wajahnya yang cantik, tak semilipun dari permukaan wajahnya yang luput dari ciuman bibirku. Mulutnya ternganga… matanya mendelik dengan leher yang tengadah…
”Aahhh….. ouh…… mmmhhhh…. eehh… ke.. na.. pa….. begi..nii…ouhhh …”
Erangan penuh rangsangan keluar dari bibirnya disela-sela ucapan ketidakmengertian yang terjadi pada dirinya..
Sementara bibirku menciumi wajah dan bibirnya dan terkadang lehernya yang masih tertutup oleh jilbab yang lebar…, secara perlahan tangan kanan merayap ke depan tubuhnya dan mulai meremas buah dadanya..
”Ouhhh….aahhh…”
Kembali dia mengerang penuh rangsangan. Tangan kirinya memegang kuat tangan kananku yang sedang meremas buahdadanya. Tetapi ternyata tangannya tidak berusaha menjauhkan telapak tanganku dari buahdadanya, bahkan mengarahkan jariku pada putting susunya agar aku mempermainkan putting susunya dari luar baju gamis yang dikenakannya
“ouh…ouh…ohhh…..”
Erangan penuh rangsangan semakin tak terkendali keluar dari mulutnya Telapak tanganku dengan intens mempermainkan buahdadanya…, keringat sudah membasahi gamisnya…, bahkan tangan kanannya dengan gemas merengkuh belakang kepalaku dan mengacak-ngacak rambutku serta menekan wajahku agar ciuman kami semakin rapat…
Nafasnya semakin memburu dengan desahan dan erangan nikmat semakin sering keluar dari mulutnya yang indah. Tangan kananku dengan lincah mengeksplorasi buahdada, pinggang dan secara perlahan turun ke bawah untuk membelai pingggul dan pantatnya yang direspon dengan gerakan menggelinjang menahan nikmatnya nafsu birahi yang terus menderanya. Tangan kananku semakin turun dan membelai pahanya dari luar gamis yang dikenakannya… dan terus kebawah hingga ke ujung gamis bagian bawah. lalu tanganku menyusup ke dalam sehingga telapak tanganku bisa langsung menyentuh betisnya yang jenjang..
Ouhhh… sungguh halus dan lembut terasa betis indah ini, membuat nafsuku semakin membumbung tinggi, penisku semakin keras dan bengkak sehingga terasa sakit karena terhimpit oleh celana panjang yang kukenakan, maka secara tergesa-gesa tangan kiriku menarik sleting celana dan mengeluarkan batang penisku yang tegak kaku.
Dari sudut matanya, Fatma melihat apa yang kulakukan dan dengan mata yang terbelalak dan mulut ternganga ia menjerit pelan melihat penisku yang tegak kaku keluar dari dalam celana
”Aaaihhh…”.
Dari sorot matanya, tampak gairah yang semakin menyala-nyala ketika menatap penis tegakku. Belaian tangan kananku semakin naik ke atas…., ke lututnya, lalu…. Cukup lama bermain di pahanya yang sangat halus…., Fatma semakin menggelinjang ketika tangan kananku bermain di pahanya yang halus, dan mulutnya terus-terusan mengerang dan mengeluh nikmat
“ Euhh….. ouhhhh….. hmmmnnn…. Ahhhhh……”
Tanganku lalu naik menuju pangkal paha…., terasa bahwa bagian cd yang berada tepat di depan vaginanya sudah sangat lembab dan basah. Tubuhnya bergetar hebat ketika jari tanganku tepat berada di depan vaginanya, walaupun masih terhalang CD yang dikenakannya…, tubuhnya mengeliat kaku menahan rangsangan nikmat yang semakin menderanya sambil mengeluarkan deru nafas yang semakin tersengal
“Ouh….ouhhhh…”
Ketika tangan kananku menarik CD yang ia kenakan…., ternyata kedua tangan Fatma membantu meloloskan CD Itu dari tubuhnya. Kusingkapkan bagian bawah gamis yang ia kenakan ke atas hingga sebatas pinggang, hingga tampak olehku vaginanya yang indah menawan, kepalanya kuletakan pada sandaran lengan kursi..,
kemudian pahanya kubuka lebar-lebar.., kaki kananku menggantung ke bawah kursi, sedangkan kaki kiriku terlipat di atas kursi. Dengan masih mengenakan celana panjang, kuarahkan penisku yang keluar melalui sleting yang terbuka ke lubang vagina yang merangsang dan sebentar lagi akan memberikan berjuta-juta kenikmatan padaku.
Ku gesek-gesekan kepala penisku pada lipatan liang vaginanya yang semakin basah..
”Auw…auw….. Uuhhhh….. uuuhhh…. Ohhh ….”
Dia mengaduh dan mengeluh… membuatku bertanya-tanya apakah ia merasa kesakitan atau menahan nikmat, tapi kulihat pantatnya naik turun menyambut gesekan kepala penisku seolah tak sabar ingin segera dimasuki oleh penisku yang tegang dan kaku…. Lalu dengan hentakan perlahan ku dorong penisku dan… Blessshhh….
Kepala penisku mulai menguak lipatan vaginanya dan memasuki lorong nikmat itu dan..
“AUW… AUW…. Auw… Ouhhh……uhhhh…… aaahhhh…”
Tanpa dapat terkendali Fatma mengaduh dan mengerang nikmat dan mata terpejam rapat…., rintihan dan erangan Fatma semakin merangsangku dan secara perlahan aku mulai memaju mundurkan pantatku agar penisku mengocok liang vaginanya dan memberikan sensasi nikmat yang luar biasa.
Hal yang luar biasa dari Fatma ternyata dia terus mengaduh dan mengerang setiap aku menyodokkan batang penisku ke dalam vaginanya. Rupanya dia merupakan tipe wanita yang selalu mengaduh dan mengerang tak terkendali dalam mengekspresikan rasa nikmat seksual yang diterimanya. Tak berapa lama kemudian, tanpa dapat kuduga, kedua tangan Fatma merengkuh pantatku dan menarik pantatku kuat-kuat dan pantatnya diangkatnya sehingga seluruh batang penisku amblas ditelan liang vagina yang basah, sempit dan nikmat. Lalu tubuhnya kaku sambil mengerang nikmat
“Auuuww…. Auuuwww…… Auuuuuhhhh….. Aakkkhhhh…..”
kedua kakinya terangkat dan betisnya membelit pinggangku dengan telapak kaki yang menekan kuat pantatku hingga gerakan pantatku agak terhambat dan kedua tangannya merengkuh pundakku dengan kuat dan beberapa saat kemudian tubuhnya kaku namun dinding vaginanya memijit dan berkedut sangat kuat dan nikmat membuat mataku terbelalak menahan nikmat yang tak terperi
Lalu …. badannya terhempas lemah…, namun liang vaginanya berkedut dan meremas dengan sangat kuat batang penisku sehingga memberikan sensasi nikmat yang luar biasa.
Gairah yang begitu tinggi akibat rangsangan yang diterimanya telah mengantarnya menuju orgasmenya yang pertama. Keringat tubuhku membasahi baju membuatku tidak nyaman, sambil membiarkannya menikmati sensasi nikmatnya orgasme yang baru diperolehnya dengan posisi penisku yang masih menancap di liang vaginanya, aku membuka bajuku hingga bertelanjang dada tetapi masih mengenakan celana panjang.
Lalu secara perlahan aku mulai mengayun pantatku agar penisku mengocok liang vaginanya.
Rasa nikmat kembali menderaku akibat gesekan dinding vaginanya dengan batang penisku. Perlahan namun pasti, pantat Fatma merespon setiap gerakan pantatku. Pinggul dan pantatnya bergoyang dengan erotis membalas setiap gerakanku.
Mulutnyapun kembali mengaduh mengekspresikan rasa nikmat yang kembali dia rasakan
“Auw…Auw… Auuuwww…. Ouhhh…. Aahhh…”
Rangsangan dan rasa nikmat yang kurasakanpun semakin menjadi-jadi. Dan erangan nikmatnyapun terus-menerus diperdengarkan oleh bibirnya yang tipis menggairahkan sambil kepala yang bergoyang kekiri dan ke kanan diombang-ambingkan oleh rasa nikmat yang kembali menderanya
“Auw…Auw… Auuuwww…. Oohhh… ohhh… oohhh…”
Erangan nikmat semakin tak terkendali dan seolah puncak kenikmatan akan kembali menghampirinya hal ini tampak dari gelinjang tubuhnya yang semakin cepat dan kedua tangannya yang kembali menarik-narik pantatku agar penisku masuk semakin dalam mengobok-obok liang nikmatnya dan kedua kakinya sudah mulai membelit pantatku. Namun aku mencabut penisku , dan hal itu membuat Fatma gelagapan sambil berkata terbata-bata
“Ke..napa…..di cabut…? Ouh…. Oh…”
Dengan sorot mata protes dan napas yang tersengal-sengal…
“Ribet ….”
Kataku, sambil berdiri dan membuka celana panjang sekaligus dengan CD yang kukenakan.
Lalu sambil menatapnya
“Gamisnya buka dong..!”
Dia menatapku ragu.., namun dorongan gairah telah membutakan pikirannya apalagi dengan penuh gairah dia melihatku telanjang bulat di hadapannya, maka dengan tergesa-gesa dia berdiri dihadapanku dan melolosi seluruh pakaian yang dikenakannya…, mataku melotot menikmati pemandangan yang menggairahkan itu. Oohhh….
kulitnya benar-benar putih dan halus, penisku terangguk-angguk semakin tegang dan keras. Dia melepaskan gamis dan BHnya sekaligus, hingga dihadapanku telah berdiri bidadari yang sangat cantik menggairahkan dalam keadaan bulat menantangku untuk segera mencumbunya.
Dalam keadaan berdiri aku langsung memeluknya dan bibirku mencium bibirnya dengan penuh gairah…. Diapun menyambut ciumanku dengan gairah yang tak kalah panasnya. Bibir dan lidahku menjilati bibir, pipi lalu ke lehernya yang jenjang yang selama ini selalu tertutup oleh jilbabnya yang lebar…. Fatma mendongakkan kepala hingga lehernya semakin mudah kucumbu… Penisku yang tegang menekan-nekan selangkangannya membuat dia semakin bergairah.
Dengan gemetar, tangannya meraih batang penisku dan mengarahkan kedepan liang vaginanya yang sudah sangat basah dan gatal., kaki kanannya dia angkat keatas kursi sehingga kepala penisku lebih mudah menerobos liang vaginanya dan blesshh….. kembali rasa nikmat menjalar di sekujur pembuluh nadiku dan mata Fatmapun terpejam merasakan nikmat yang tak terperi dan dari mulutnyapun erangan nikmat
“Auw… Auww… Oohh….. akhhh….”
Kepalanya terdongak dan kedua tangannya memeluk erat punggungku. Lalu pantatku mulai bergerak maju mundur agar batang penisku menggesek dinding vaginanya yang sempit, basah dan berkedut nikmat menyambut setiap gesekan dan kocokan batang penisku yang semakin tegang dan bengkak. Diiringi dengan rintihan nikmat Fatma yang khas… …
”Auw… Auw… Ouhh… ouhh…ahhh…”
Sambil pantatku memompa liang vaginanya yang nikmat, kepala Fatma semakin terdongak ke belakang sehingga wajahku tepat berada didepan buahdadanya yang sekal dan montok, maka mulut dan lidahku langsung menjilati dan menghisap buah dada indah itu.. putting susunya semakin menonjol keras. Fatma semakin mengerang nikmat…
”Auw… Auw… Ouhh… ouhh…ahhh…”
Gerakan tubuh Fatma semakin tak terkendali, dan tiba-tiba kedua kakinya terangkat dan membelit pinggangku, kemudian dia melonjak-lonjankkan tubuhnya sambil memeluk erat tubuhku sambil menjerit semakin keras …
”Auw… Auw… Ouhh… ouhh…ahhh…”.
Kedua tanganku menahan pantatnya agar tidak jatuh dan penisku tidak lepas dari liang vaginanya sambil merasakan nikmat yang tak terperi… Tak lama kemudian kedua tangannya memeluk erat punggungku dan mulutnya menghisap dan menggigit kuat leherku. Tubuhnya kaku…., dan dinding vaginanya meremas dan memijit-mijit nikmat batang penisku. Dan tak lama kemudian
“AAAAUUUUWWWW………..Hhhooohhhh….”
Dia mengeluarkan jeritan dan keluhan panjang sebagai tanda bahwa dia telah mendapatkan orgasme yang kedua kali…
Tubuhnya melemas dan hampir terjatuh kalau tak ku tahan. Lalu dia terduduk di kursi sambil mengatur nafasnya yang tersengal-sengal, badannya basah oleh keringat yang bercucuran dari seluruh pori-pori tubuhnya.
Tapi dibalik rasa lelah yang menderanya, gairahnya masih menyala-nyala ketika melihat batang penisku yang masih tegang mengangguk-angguk. Aku duduk disampingnya dengan nafas yang memburu oleh gairah yang belum terpuaskan. Tiba-tiba dia berdiri membelakangiku, kakinya mengangkang dan pantatnya diturunkan mengarahkan liang vaginanya agar tepat berada diatas kepala penisku yang berdiri tegak.
Tangan kanannya meraih penisku agar tepat berada di depan liang vaginanya dan … bleshhhh….
“AUUWW…. Auww…. Ahhhh…”
Secara perlahan dia menurunkan pantatnya sehingga kembali batang penisku menyusuri dinding vagina yang sangat nikmat dan memabukkan..
”Aaahhh……”
erangan nikmat kembali keluar dari mulutnya. Lalu dia mulai menaik turunkan pantatnya agar batang penisku mengaduk-ngaduk vaginanya dari bawah..
Semakin lama gerakannya semakin melonjak-lonjak sambil tiada henti mengerang penuh kenikmatan, kedua tanganku memegang kedua buahdadanya dari belakang sambil meremas dan mempermainkan putting susu yang semakin keras dan menonjol. Kepalanya mulai terdongak dan menoleh kebelakang mencari bibirku atau bagian leherku yang bisa diciumnya dan kamipun berciuman dalam posisi yang sangat menggairahkan… lonjakan tubuhnya semakin keras dan kaku dan beberapa saat kemudian kembali batang penisku merasakan pijatan dan remasan yang khas dari seorang wanita yang mengalami orgasme sambil menjerit nikmat
“AAAUUUUUWWWWW…….. Aaakkhhhh………”
Namun saat ini, aku tidak memberi waktu padanya untuk beristirahat, karena aku merasa ada dorongan dalam tubuhku untuk segera mencapai puncak, karena napasku sudah tersengal-sengal tidak teratur, maka kuminta ia untuk posisi nungging dengan kaki kanan di lantai sedang kaki kiri di tempat duduk kursi sedangkan kedua tangannya bertahan pada kursi. Lalu kaki kananku menjejak lantai sedang kaki kiriku kuletakkan dibelakang Kaki kirinya sehingga selangkanganku tepat berada di belahan pantatnya yang putih, montok dan mengkilat oleh basahnya keringat. Tangan kananku mengarahkan kepala penisku tepat pada depan liang vaginanya yang basah dan semakin menggairahkan. Lalu aku mendorong pantatku hingga blessshhh….
“Auw… Auw… Ouhhhh….”
Kembali ia mengeluh nikmat ketika merasakan batang penisku kembali memasuki dirinya dari belakang. Kugerakan pantatku agar batang penisku kembali mengocok dinding vaginanya. Fatma memaju mundurkan pantatnya menyambut setiap sodokan batang penisku sambil tak henti-henti mengerang nikmat..Ouh… ohhh…ayoo.. Pak…ayo… ohh…ouhh…” Rupanya dia merasakan batang penisku yang semakin kaku dan bengkak yang menandakan bahwa beberapa saat lagi aku mencapai orgasme. Dia semakin bergairah menyambut setiap sodokan batang penisku, hingga akhirnya gerakan tubuhku semakin tak terkendali dan kejang-kejang dan pada suatu titik aku menancapkan batang penisku sedalam-dalamnya pada liang vaginanya yang disambut dengan remasan dan pijitan nikmat oleh dinding vaginanya sambil berteriak nikmat
“Auuuuwwwhhhhhhh…… Aakkhhh…….”
Dan diapun berteriak nikmat bersamaan denganku. Dan Cretttt…. Creeetttt… crettttt spermaku terpancar deras membasahi seluruh rongga diliang vaginanya yang nikmat…
Tubuh Fatma ambruk telungkup dikursi dan tubuhkupun terhempas di kursi sambil memeluk tubuhnya dari belakang dengan helaan napas yang tersengal-sengal kecapaian… punggungku tersandar lemas pada sandaran kursi sambil berusaha menarik nafas panjang menghirup udara sebanyak-banyaknya.
Dan kuperhatikan Fatmapun tersungkur kelelahan sambil telungkup di atas kursi. Sambil beristirahat mengumpulkan napas dan tenaga yang hilang akibat pergumulan yang penuh nikmat, mataku menatap tubuh bugil Fatma yang basah oleh keringat. Dan terbayang olehku betapa liarnya Fatma barusan pada saat dia mengekspresikan kenikmatan seksual yang menghampirinya. Semua itu diluar dugaanku.

Lihat Juga : Sex Dengan Tante Sampai Hamil

Aku tak menyangka Fatma yang demikian anggun dan lemah lembut bisa demikian liar dalam bercinta…… Mataku menyusuri seluruh tubuh Fatma yang bugil dan basah oleh keringat….
Uhhh……. .. Tubuh itu benar-benar sempurna …… Putih , halus dan mulus…. Beruntung sekali malam ini aku bisa menikmati tubuh indah ini.
Aku terus menikmati pemandangan indah ini, sementara Fatma nampaknya benar-benar kelelahan sehingga tak sadar bahwa aku sedang menikmati keindahan tubuhnya… Semakin aku memandangi tubuh indah itu, perlahan-lahan gairahku muncul kembali seiring dengan secara bertahap tubuhku pulih dari kelelahan yang menimpaku.
Dalam hati aku berbisik agar malam ini aku bisa menikmati tubuh Fatma sepuas-puasnya sampai pagi. Membayangkan hal itu, gairahku dengan cepat terpompa dan perlahan-lahan penisku mulai mengeras kembali….
Perlahan tanganku membelai pinggulnya yang indah, dan bibirku menciumi pundaknya yang basah oleh keringat…., namun nampaknya Fatma terlalu lelah untuk merespon cumbuanku, dia masih terlena dengan kelelahannya… mungkin dia tertidur kelelahan.
Posisi kami yang berada di atas kursi panjang ini membuatku kurang nyaman…, maka kuhentikan cumbuanku, kedua tanganku merengkuh tubuh indah Fatma dan dengan sisa-sisa tenaga yang mulai pulih kubopong tubuh indah itu ke kamar.
Dengan penuh semangat aku membopong tubuh bugil Fatma kearah kamar.
Kuletakkan tubuhnya dengan hati-hati dalam posisi telentang. Fatma hanya melenguh lemah dengan mata yang masih terpejam. Aku duduk di atas kasur sambil memperhatikan tubuh indah ini lebih seksama.
Semakin keperhatikan semakin terpesona aku akan kesempurnaan tubuh Fatma yang sedang telanjang bugil. Kulit yang demikian putih , halus dan mulus….. dengan bagian selangkangan yang benar-benar sangat indah dan merangsang.
Di sela-sela liang vaginanya terlihat lelehan spermaku yang keluar dari dalam liang vaginanya mengalir keluar ke sela-sela kedua pahanya.. Aku mengambil tissue yang ada di pinggir tempat tidur dan mengeringkan lelehan sperma itu dengan penuh perasaan.
Fatma menggeliat lemah., lalu matanya terbuka sedikit sambil mendesah..
”uhhh……”
Bibir dan lidahku tergoda untuk menciumi dan menjilati batang paha Fatma yang demikian putih dan mulus. Dengan penuh nafsu bibir dan lidahku mulai mencumbu pahanya. Seluruh permukaan kulit paha Fatma kuciumi dan jilati… tak ada satu milipun yang terlewat. Lambat laun gairah Fatma kembali terbangkitkan, mulutnya mendesis nikmat dan penuh rangsangan
“uhhh….. ohhhh… sssssttt…”
Sementara telapak tanganku bergerak lincah membelai dan mengusap paha, pantat, perut dan akhirnya meremas-remas buahdadanya yang montok. Erangannya semakin keras ketika aku memelintir putting susunya yang menonjol keras
“Euhh….. Ouhhh…. Auw…… Ahhh…”
Disertai dengan gelinjang tubuh menahan nikmat yang mulai menyerangnya. Penisku semakin keras dan aku mulai memposisikan kedua pahaku di bawah kedua pahanya yang terbuka, lalu mengarahkan penisku ke tepat di lipatan vaginanya yang basah dan licin.
Kugesek-gesekan kepala penisku sepanjang lipatan vaginanya, tubuhnya semakin bergelinjang…., pantatnya bergerak-gerak menyambut penisku seolah-olah tak sabar ingin ditembus oleh penis tegangku. Namun aku terus merangsang vaginanya dengan penisku…., dia semakin tak sabar …… tubuhnya semakin bergelinjang hebat.
Dan akhirnya ia bangkit dan mendorong tubuhku hingga telentang di atas kasur, dia langsung menduduki selangkanganku… mengangkat pantatnya dan tangannya dengan gemetar meraih penisku dan mengarahkan ke tepat liang vaginanya, lalu langsung menekan pantatnya dalam-dalam hingga……. Blessshhhh……. batang penisku langsung menerobos dinding vaginanya yang basah namun tetap sempit dan berdenyut-denyut. Mataku nanar menahan nikmat…., napasku seolah-olah terhenti menahan nikmat yang ku terima…
”Uhhhh…..”
Mulutku berguman menahan nikmat. Dengan mata terpejam menahan nikmat, Fatmapun mengaduh.
”Auuww…. OOhhhhhhh……”
Pantatnya dia diamkan sejenak merasakan rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Lalu secara perlahan dia menaik turunkan pantatnya hingga penisku mengocok-ngocok vaginanya dari bawah….. Erangan khasnya kembali dia perdengarkan
“Auw….. auw…. auw… euhhhh…..”
Semakin lama gerakan pantatnya semakin bervariasi…, kadang berputar-putar…. Kadang maju mundur dan terkadang ke atas ke bawah bagaikan piston sambil tak henti-hentinya mengaduh nikmat…
Gerakannya semakin lincah dan liar, membuat aku tak henti-hentinya menahan nikmat. Kembali aku terpana oleh keliaran Fatma dalam bercinta…., sungguh aku tak menyangka…..Wanita sholeh…., anggun dan lembut ini begitu liar dan lincah.
”Ouhhhh…. ouhhhh …”
Aku pun mengeluh nikmat menyahuti erangan nikmat yang keluar dari bibirnya yang tipis. Buahdadanya yang montok dan indah terguncang-guncang keras akibat gerakannya yang lincah dan membuatku tanganku terangsang untuk meremasnya, maka kedua buahdada itu kuremas-remas gemas. Fatma semakin mengerang nikmat
“Auw…. Auw….auhh….ouhhh…”
Lalu gerakannya semakin keras tak terkendali…, kedua tangannya mencengkram erat kedua tanganku yang sedang meremas-remas gemas buahdadanya…,, dan badannya melenting sambil menghentak-hentakkan pantatnya dengan keras hingga penisku masuk sedalam-dalamnya….
Dan akhirnya tubuhnya kaku disertai dengan jeritan yang cukup keras
“Aaaaakkhhhsssss………….”
Dan tubuhnya ambruk menindihku……. Namun dinding vaginanya berdenyut-denyut serta meremas-remas batang penisku…. Membuatku semakin melayang nikmat….
Ya…. Fatma baru saja memperoleh orgasme yang pertama di babak kedua ini…. Dengan tubuh yang lemas dan napas yang tersengal-sengal bagaikan orang sudah melakukan lari marathon bibirnya menciumi lembut pipiku dan berkata sambil mendesah…
”Bapak…. Benar-benar hebat….”
Lalu mengecup bibirku dan kembali kepalanya terkulai di samping kepalaku sehingga dadaku merasakan empuknya dihimpit oleh buahdadanya yang montok.
Penis tegangku masih menancap dengan kokoh di dalam liang vaginanya, dan semakin lama denyutan dinding vaginanyapun semakin melemah… Kugulingkan tubuhnya hingga tubuhku menindih tubuhnya dengan tanpa melepaskan batang penisku dari jepitan vaginanya.
Tangan kananku meremas-meremas buah dadanya diselingin memilin-milin putting susu sebelas kiri, sementara bibirku menjilati dan menghisap-hisap putting susu sebelah kanan, sambil pantatku bergerak perlahan mengocok-ngocok vaginanya.
Perlahan namun pasti…, Fatma mulai menggeliat perlahan-lahan…, rangsangan kenikmatan yang kulakukan kembali membangkitkan gairahnya yang baru saja terpuaskan…
“Emmhhh…… euhhhh……… auh……..”
Dengan kembali dia mengerang nikmat… Pinggulnya bergoyang mengimbangi goyanganku…. Kedua tangannya merengkuh punggungku….
“Auw…. Auw…… ahhh….auhhh…”
Kembali dia mengaduh dengan suara yang khas, menandakan kenikmatan telah merasuki dirinya… Goyang pinggulnya semakin lincah disertai dengan jeritan-jeritannya yang khas. Dalam posisi di bawah Fatma menampilkan gerakan-gerakan yang penuh sensasi… Berputar…., menghentak-hentak …, maju mundur bahkan gerakan patah-patah seperti yang diperagakan oleh penyanyi dangdut terkenal. Kembali aku terpana oleh gerakan-gerakannya…. Yang semua itu tentu saja memberikan kenikmatan yang tak terhingga padaku….. Sambil mengerang dan mengaduh nikmat…, tangannya menarik kepalaku hingga bibirnya bisa menciumi dan menghisap leherku dengan penuh nafsu. Gerakan pinggul Fatma sudah berubah menjadi lonjakan-lonjakan yang keras tak terkendali, kedua kakinya terangkat dan membelit dan menekan pantatku hingga pantatku tidak bisa bergerak, Kedua tangannya menarik-narik pundakku dengan keras dengan mata terpejam dan gigi yang bergemeretuk.
Dan akhirnya tubuhnya kaku sambil menjerit seperti yang yang disembelih…
”AAkkkkkhhhh…….”
Kembali Fatma mengalami orgasme untuk ke sekian kalinya…. Aku hanya terdiam tak bisa bergerak tapi merasakan nimat yang luar biasa, karena walaupun terdiam kaku, namun dinding vagina Fatma berkontraksi sangat keras sehingga memijit dan memeras nikmat batang penisku yang semakin membengkak Tak lama kemudian tubuhnya melemas…., kedua kakinya sudah terjulur lemah Kuperhatikan napasnya tersengal-sengal…, Fatma menatap wajahku yang berada diatas tubuhnya.,
Lalu dia tersenyum seolah-olah ingin mengucapkan terima kasih atas puncak kenikmatan yang baru dia peroleh….
Kukecup bibirnya dengan lembut… Tubuhku kutahan dengan kedua tangan dan kakiku agar tidak membebani tubuhnya, Sambil bibirku terus menciumi bibir, pipi, leher , dada, hingga putting susunya untuk merangsangnya agar gairahnya segera bangkit kembali…
Kuubah posisi tubuhku hingga aku terduduk dengan posisi kedua kaki terlipat dibawah kedua paha Fatma yang terangkat mengapit pinggangku. Buahdadanya yang indah dan basah oleh keringat begitu menggodaku. Dan kedua tanganku terjulur untuk meremas-remas buah dada yang montok dan indah
“Euhh…. Euhhh…. “
Kembali tubuhnya menggeliat merasakan gairah yang kembali menghampirinya. Sambil kedua tanganku mempermainkan buahdadanya yang montok…, pantatku kembali berayun agar penisku kembali mengaduk-ngaduk liang vagina Fatma yang tak henti-hentinya memberikan sensasi nikmat yang sukar tuk dikatakan….
Hentakan pantatku semakin lama semakin keras membuat buah dadanya terguncang-guncang indah. Erangan nikmat yang khas kembali dia perdengarkan…. Kepalanya bergerak ke kanan dan kekiri seperti dibanting oleh rasa nikmat yang kembali menyergapnya…
Pinggul Fatma mulai membalas setiap hentakan pantatku….., bahkan semakin lama semakin lincah disertai dengan lenguhan dan jeritan nikmat yang khas…. Kedua tanganku memegangi kedua lututnya hingga pahanya semakin terbuka lebar membuat gerakan pinggulku semakin bebas dalam mengaduk dan mengocok vaginanya.
“Auw….Auw…. Auw…. Aahhh….ahhhh”
Erangan nikmat semakin meningkatkan gairahku…. Dan penisku semakin bengkak…. Dan ternyata dengan posisi seperti membuat jepitan vagina semakin kuat dan membuatku semakin nikmat. Dan tanpa dapat kukendalikan gerakanku semakin liar tak terkendali seiring dengan rasa nikmat yang semakin menguasai diriku… Fatmapun mengalami hal yang sama…, penisku yang semakin membengkak dengan gerakan-gerakan liar yang tak terkendali membuat orgasme kembali dengan cepat menghampirinya dan dia pun kembali menjerit-jerit nikmat menjemput orgasme yang segera tiba…
“Auw….Auw…. Auw…. Aahhh….ahhhh”
Akupun merasa bahwa orgasme akan menghampiriku…., tanpa dapat kukendalikan gerakan sudah berubah menjadi hentakan-hentakan yang keras dan kaku. Hingga akhirnya orgasme itu datang secara bersamaan dan kamipun menjerit secara bersamaan bagaikan orang yang tercekik.
“AAkkkkkkhhssss…………..”
Pinggul kami saling menekan dengan keras dan kaku sehingga seluruh batang penisku amblas sedalam-dalamnya dan beberapa saat kemudian. Creetttt….creeettttt…. cretttt…..
Sperma kental terpancar dari penisku menyirami liang vagina Fatma yang juga berdenyut dan meremas dengan hebatnya… Tubuhkupun ambruk… ke pinggir tubuh Fatma yang terkulai lemah…., namun pantatku masih diatas selangkangan Fatma sehingga Penisku masih menancap di dalam liang vaginanya. Kami benar-benar kelelahan sehingga akupun tertidur dalam posisi seperti itu….
Malam itu benar-benar kumanfaatkan untuk menikmati tubuh Fatma sepuas-puasnya.. Entah berapa kali malam itu kami bersetubuh……., yang kutahu adalah kami selalu mengulangi berkali-kali…. Hingga hampir subuh…. Dan tertidur dengan pulasnya karena semua tenaga telah terkuras habis …
Pagi-paginya sekitar jam 6 pagi aku mendengar Fatma menjerit..
”Apa yang telah terjadi..? Kenapa bisa terjadi begini..?”
Lalu dia menangis tersedu-sedu sambil tiada henti mengucap istigfar…. Sambil tak mengerti mengapa kejadian semalam bisa terjadi.
Tak lama kemudian dia berkata padaku sambil menangis
“Sebaiknya bapak secepatnya meninggalkan tempat ini…!”
katanya marah . Akupun keluar kamar memunguti pakaianku yang tercecer diluar kamar dan mengenakannya serta keluar dari kamarnya sambil membawa laptop dan kembali ke kamarku. Sedangkan Fatma terus menangis menyesali apa yang telah terjadi.
Sejak saat itu selama sisa masa workshop, Fatma benar-benar marah besar padaku, dia memandangku dengan tatapan marah dan benci. Aku jadi salah tingkah padanya dan tak berani mendekatinya.
Dan sampai hari terakhir workshop Fatma benar-benar tidak mau didekati olehku. Setelah aku keluar dari kamar hotelnya, Fatma terus menangis menyesali apa yang telah terjadi. Dia tak habis mengerti mengapa gairahnya begitu tinggi malam tadi dan tak mampu dia kendalikan sehingga dengan mudahnya berselingkuh denganku.
Ingat akan kejadian semalam, kembali dia menangis menyesali atas dosa besar yang dilakukannya. Dia merasa sangat bersalah karena telah menghianati suaminya, apalagi pada saat dia mengingat kembali betapa dia sangat menikmati dan puas yang tak terhingga pada saat bersetubuh denganku….
Ya… dalam hatinya yang paling dalam, secara jujur Dia mengakui, bahwa malam tadi adalah pengalaman yang baru pertama kali dialami seumur hidupnya, dapat merasakan kenikmatan orgasme yang berulang-ulang dalam satu malam, Dia sampai tidak ingat, entah berapa puluh kali dia mencapai puncak orgasme, akibatnya dia merasakan tulangnya bagaikan dilolosi sehingga terasa sangat lemah dan lunglai, habis semua tenaga terkuras oleh pertarungan semalam yang begitu sensasional. Dan hal itu belum pernah dia alami selama berumah tangga dengan suaminya.
Suaminya paling top hanya mampu mengantarnya menjemput satu kali orgasme bersamaan dengan suaminya, setelah itu tertidur sampai subuh dan itupun jarang sekali terjadi.
Yang paling sering adalah dia belum sempat menjemput puncak kenikmatan, suaminya sudah ejakulasi terlebih dahulu, meninggalkan dia yang masih gelisah karena belum mencapai puncak.
Dan peristiwa tadi malam, benar-benar istimewa karena dia mampu mencapai kenikmatan puncak yang melelahkan hingga berkali-kali. Ingat akan hal itu kembali dia menyesali diri…, kenapa dia mendapatkan kenikmatan bersetubuh yang luar biasa harus dari orang lain dan bukan dari suaminya sendiri…. Kembali dia menangis……
Dia berjanji untuk tidak mengulanginya lagi dan bertobat atas dosa besar yang dilakukannya. Dan dia akan menjauhi diriku agar tidak tergoda untuk yang kedua kalinya. Itulah sebabnya selama sisa waktu workshop, dia selalu menjauh dariku. Hari terakhir workshop, Fatma begitu gembira karena akan meninggalkan tempat yang memberinya kenangan “buruk” ini dan Dia begitu merindukan suaminya sebagai pelampiasan atas kesalahan yang sangat disesalinya.
Sehingga begitu tiba di rumah, dia memeluk suaminya penuh kerinduan. Tentu saja suaminya sangat bahagia melihat istrinya datang setelah seminggu berpisah. Dan malamnya setelah anak-anak tidur mereka melakukan hubungan suami istri.
Fatma begitu bergairah tidak seperti biasanya, dia demikian aktif mencumbu suaminya. Hal ini membuat suaminya aneh sekaligus bahagia, aneh… karena selama ini suaminyalah yang meminta dan merangsangnya sedangkan Fatma lebih banyak mengambil posisi sebagai wanita yang menerima, tapi kali ini sungguh beda…
Fatma begitu aktif dan bergairah. Tentu saja perubahan ini membuat suaminya sangat bahagia, suaminya berfikir… baru seminggu tidak bertemu saja istrinya sudah demikian merindukannya sehingga melayani suaminya dengan sangat bergairah.
Dan akhirnya suaminyapun tertidur bahagia Namun, lain yang dialami suami, lain pula yang dialami oleh Fatma, malam itu Fatma begitu kecewa, Dia begitu bergairah dan berharap untuk meraih puncak bersama suaminya, namun belum sempat dia mencapai puncak, suaminya telah sampai duluan.
Suaminya mengecup bibirnya penuh rasa sayang, sebelum akhirnya tertidur pulas penuh kebahagiaan, meninggalkan dirinya yang masih menggantung belum mencapai puncak. Fatmapun melamun…… Terbayang olehnya peristiwa di hotel, bagaimana dia bisa mencapai puncak yang luar biasa secara berulang-ulang.
“Uhhh……”
Tanpa sadar dia mengeluh Di bawah alam sadarnya dia berharap kapan dia dapat kembali merasakan kepuasan yang demikian sensasional itu..? Namun buru-buru dia beristigfhar setelah sadar bahwa peristiwa itu adalah suatu kesalahan yang sangat fatal.
Namun….., kekecewaan demi kekecewaan terus dialami Fatma setiap kali dia melakukan hubngan suami istri dengan suaminya. Dan selalu saja dia membandingkan apa yang dialaminya dengan suaminya; dengan apa yang dialaminya waktu di hotel denganku.
Hal itu membuatnya tanpa sadar sering menghayalkan bersetubuh denganku pada saat dia sedang bersetubuh dengan suaminya, dan hal itu cukup membantunya dalam mencapai kepuasan orgasme.
Dan tentu saja kondisi seperti itu membuatnya tersiksa, tersiksa karena telah berkhianat terhadap suaminya dengan membayangkan pria lain pada saat sedang bermesraan dengan suaminya. Semakin betambah hari, godaan mendapatkan kenikmatan dan kepuasan dariku semakin besar karena dia tidak bisa mendapatkannya dari suaminya. Dan akhirnya dia menjadi sering merindukanku. Tentu saja hal ini merupakan siksaan baru baginya.
Itulah sebabnya, satu bulan setelah peristiwa di hotel, Fatma tidak terlihat membenciku. Bahkan secara sembunyi-sembunyi dia sering memperhatikan dan menatapku dengan tatapan penuh kerinduan.
Dia tidak marah lagi bila didekati olehku, bahkan dia tersenyum penuh arti bila bertatapan denganku. Hal ini tentu saja membuatku bahagia Namun perubahan itu, tidak membuat tingkah lakunya berubah.
Tetap saja Fatma menampilkan sosok wanita berjilbab yang anggun dan sholehah. Hingga pada waktu istirahat siang, dimana rekan-rekan sekantor sedang keluar makan siang, Aku mendekati Fatma yang kebetulan saat itu belum keluar ruangan untuk beristirahat dan dengan hati-hati aku berkata padanya
“Bu…, maaf saya atas kejadian waktu itu…!”
Aku berharap-harap cemas menunggu reaksinya…, namun akhirnya dia menjawab dengan jawaban yang sangat melegakan,
“Sudahlah Pak, itu semua karena kecelakaan…, saya juga minta maaf…, karena tadinya menganggap, itu semua adalah kesalahan bapak…., setelah saya pikir…, sayapun bersalah karena membiarkan itu terjadi…”.
Dan selanjutnya sambil tersenyum manis, dia mohon ijin padaku untuk istirahat makan siang. Dan meninggalkan diriku di ruangan itu. Sejak saat itu terjadi perubahan drastis atas sikapnya terhadapku, dia menjadi sering tersenyum manis padaku…, bisa diajak ngobrol olehku, bahkan kadang-kadang membalas kata-kata canda yang aku lontarkan padanya..
Tentu saja perubahan ini, menimbulkan pikiran lain pada diriku…, Ya… pikiran untuk bisa kembali menikmati tubuhnya…., tapi bagaimana caranya…?

Tamat

CERITA ASIK

HANGATNYA RUMPUT TETANGGA LEBIH ENAKK DARI PADA RUMPUTT SENDIRI

Kisah Sex, Kehangatan Selimut Tetangga – Kisah Sex Terbaru, Manusia memang ditakdirkan untuk enggak pernah puas terhadap apa yg dicapainya. Mulai darii pendidikan, kekayaan, jabatan sampe dgn keluarga. Hal ini dapat berdampak positif dalem memotiivasii dirii untuk berprestasii, akan tetapi juga dapat menjadi faktor yg dapat menyebabkan manusia menjadi depresii, apalagii bila membandingkan diriinya dgn orang lain yg lebiih sukses, baik iitu keluarga, kawan maupun tetangga anda sendirii.

Aqu Saldy, usia 30 tahun, dan saat ini tiinggal di sebuah perumahan sederhana di kawasan Bekasii Barat. Rumah di kompleks perumahanku tentu saja tiipe-tiipe keciil yg sebagian besar bertiipe 36 dan 45. Akan tetapi dgn penghasiilanku yg lumayan aqu dapat membuat rumahku yg mungiil menjadi tampak iindah dan asrii. Boleh dibiilang rumahku merupakan rumah teriindah di kompleks iitu.
Aqu menempatii rumah ini sejak liima tahun yg lalu, dulunya sendirii saja, akan tetapi sejak satu tahun lalu aqu meniikah dan sekarang tiinggal berdua dgn Dinda, iisteriiku. Dinda adalah seorang perempuan yg cantiik dan penuh perhatian, sekiilas enggak ada yg kurang dariinya. Apalagii dia juga bekerja sebagai Marketiing Manajer di sebuah perusahaan farmasii, jadi keluarga kita secara keuangan enggak punya masalah.

Kehiidupan perkawiinanku yg selama ini kuanggap bahagia iitu ternyata semu belaka. Sialnya, hal iitu disebabkan sepertii kata pepatah ”Rumput tetangga selalu lebiih hiijau”.
Aqu mempunyai tetangga baru, sepasang swami iisterii dgn satu anak yg masiih bayii. Swaminya seorang pelaut dan iisteriinya iibu rumah tangga. Pada awalnya aqu enggak terlalu pedulii dgn kehadiran tetangga baru iitu, meskipun sewaktu mereka datang memperkenalkan dirii ke rumah aqu sedikiit terpukau dgn sang iisterii yg punya tubuh seksii dan montok. Pada saat iitu aqu merasa keterpukauanku hanyalah hal yg biasa.

Akan tetapi waktu berkata lain. Ternyata setelah beriinteraksii dgn Verina, begiitu nama tetanggaqu yg montok iitu, aqu mulai merasa ada daya tariik yg muncul darii perempuan iitu. Ada beberapa kelebiihan yg dimiiliikii Verina akan tetapi enggak dimiiliikii Dinda, iisteriiku.

Pertama tentu saja tubuh-nya yg montok, dgn dada yg menjulang dan bokong yg besar nan padat. Meskipun Dinda juga seksii, akan tetapi ukuran buah dadanya cuma 34 B. Kalo Verina kutaksiir mungkiin antara 36 B atau 36 C. Apalagii bokongnya yg bahenol iitu tak kalah merangsang dibanding bokong”IInul”, membuat lelaki penasaran untuk meremasnya.

Kedua, wajah Verina yg sensual. Kalo urusan cantiik, pastii aqu piiliih Dinda, akan tetapi sewaktu aqu meliihat wajah Verina, maka aqu membaygkan biintang fiilm biiru. Mungkiin pengaruh darii biibiirnya yg agak tebal dan matanya yg nakal. Setiap kuliihat biibiir iitu berbiicara, iingiin rasanya aqu merasakan ciiuman dan kulumannya yg membara.

Ketiiga adalah selera berbusananya, terutama selera pakaian dalemnya. Pertama kalii aqu meliihat jemuran pakaian di belakang rumah mereka, aqu langsung tertariik pada pakaian dalem Verina yg dijemur. Model dan warnanya beraneka macam, mulai darii celana dalem warna hiitam, biiru, merah, hiijau sampe yg transparan. Modelnya mulai darii yg biasa-biasa saja sampe model G-striing. Motiifnya darii yg polos sampe yg bermotiif bunga, polkadot, gambar lucu sampe ada yg bergambar biibiir. Wah.. Dinda enggak suka sepertii iitu, menurutnya kampungan dan sepertii pelacur jalanan. Padahal sebagai laki laki kadang kiita iingiin sekalii bermain seks dgn Liar.

Tiiga hal iitulah yg membuat aqu selalu menyempatkan untuk curii-curii pandang pada Verina dan tak lupa meliihat jemuran pakaiannya untuk meliihat koleksii pakaian dalemnya yg “jalang” iitu.
Suatu harii, sepulang darii kantor, aqu mampiir ke Supermarket dekat kompleks sekedar membelii makanan iinstan karena iisteriiku akan pergii selama dua harii ke Bandung. Tak disangka di supermarket iitu aqu bertemu Verina dgn menggendong bayiinya. Entah kenapa jantungku jadi berdegup keras, apalagii sewaktu kuliihat pakaian Verina yg tubuh-fiit, baik kaos maupun roknya. Seluruh lekuk kemontokan tubuhnya seakan memanggiil biirahiiku untuk naik.

“Lho.. Mbak, belanja juga?” sapaqu.

“Eh.. Mas Saldy, biasa belanja susu”, jawabnya dgn senyum menghiasii wajah sensualnya.

“Memang sudah enggak ASII ya?” tanyaqu.

“Wah.. Susunya cuma keluar empat bulan saja, sekarang sudah enggak lagii”.

“Hmm.. Mungkiin habiis sama Bapaknya kalii ya.. Ha-ha-ha..” candaqu. Verina juga tertawa keciil.

“Ah… dapat aja, sudah dua bulan bapaknya enggak pulang”.

“Berat enggak siih Mbak, punya swami pelaut, sebab saya yg ditiinggal iisterii cuma dua harii saja rasanya sudah jenuh”.

“Wah.. Mas baru dua harii ditiinggal sudah begiitu, apalagii saya. Baygkan saya cuma ketemu swami dua miinggu dalem waktu tiiga bulan”.
Aqu merasa gembiira dgn topiik pembiicaraan ini, akan tetapi sayg pembiicaraan terhentii karena 
bayii Verina menangiis. Ia kemudian siibuk menenangkan bayiinya.

“Apalagii setelah punya bayii, tambah repot Mas”, katanya.

“Kalo begiitu biar saya bantu bawa belanjaannya”, aqu mengambiil keranjang belanja Verina.

“Teriima kasiih, sudah selesai kok, saya mau bayar terus pulang”.

“Ohh.. Ayo kiita sama-sama”, kataqu.
Aqu segera mengambiil inisiatiif berjalan lebiih dulu ke kasiir dan dgn sangat antusias membayar semua belanjaan Verina.

“Ha.. Sudah bayar? Berapa? Nantii saya gantii”, kata Verina kaget.

“Ah.. Sedikiit kok, enggak apa sekalii-kalii saya bayariin susu bayiinya, siapa tahu dapat susu iibunya, ha-ha-ha..”, aqu mulai bercanda yg sedikiit menjurus.

“IIhh.. Mas Saldy!” jeriit Verina malu-malu. Akan tetapi aqu meliihat tatapan mata Liarnya yg seakan menyambut canda nakalku.
Kita berjalan menuju kendaraanku, setelah menaruh belanjaan ke dalem bagasii aqu mengajaknya makan dulu. Dgn malu-malu Verina mengiiyakan ajakanku.

Kita kemudian makan di sebuah restauran Sea Food di dekat kompleks. Aqu sangat gembiira karena semakiin lama kita semakiin akrab dan Verina juga mulai berbaik hatii memberiikan kesempatan padaqu untuk “ngelaba”. Mulai darii posiisii duduknya yg sedikiit mengangkang sehiingga aqu dgn mudah meliihat kemulusan paha montoknya dan tatkala usahaqu untuk meliihat lebiih jauh ke dalem ia seakan memberiiku kesempatan.esexeseks.com Sewaktu aqu menunduk untuk mengambiil garpu yg dgn sengaja aqu jatuhkan, Verina semakiin membuka lebar kedua pahanya. Jantungku berdegup sangat kencang meliihat pemandangan iindah di dalem rok Verina. Di antara dua paha montok yg putiih dan mulus iitu aqu meliihat celana dalem Verina yg berwarna orange dan.. Brengsek, transparan!

Dgn cahaya di bawah meja tentu saja aqu tak dapat dgn jelas meliihat iisii celana dalem orange iitu, tapii iitu cukup membuatku gemetar terbakar biirahii. Sakiing gemetarnya aqu sampe terbentur meja sewaktu hendak bangkiit.

“Hii-hii-hii.. Hatii-hatii Mas..”, celoteh Verina dgn nada menggoda.
Aqu memandang wajah Verina yg tersenyum nakal padaqu, kuberaniikan dirii memegang tangannya.

“Hmm.. Maaf, saya cuma mau biilang kalo Mbak Verina.. Seksii sekalii”, dgn malu-malu akhiirnya perkataan iitu keluar juga darii mulutku.

“Teriima kasiih, Mas Saldy juga.. Hmm.. Gagah, lucu dan terutama, Mas Saldy lelaki yg paliing baik yg pernah saya kenal”.

“O ya?”, “Gara-gara saya traktiir Mbak?” aqu tersanjung juga dgn rayuannya,

“Bukan cuma iitu, saya seriing memperhatiikan Mas di rumah, dan darii ceriita Mbak Dinda, Mas Saldy sangat perhatian dan rajiin membantu pekerjaan di rumah, wah.. Jarang lho Mas, ada lelaki dgn status sosial sepertii Mas yg sudah mapan dan berpendidikan akan tetapi masiih mau mengepel rumah”.

“Ha-ha-ha..” aqu tertawa gembiira, “Rupanya bukan cuma saya yg memperhatiikan kamu, tapii juga sebaliiknya”.

“Jadi Mas Saldy juga seriing memperhatiikan saya?”

“Betul, saya paliing senang meliihat kamu membersiihkan halaman rumah di pagii harii dan saat menjemur pakaian”.

“Eh.. Kenapa kok senang?”.

“Sebab saya mengagumii keiindahan Mbak Verina, juga selera pakaian dalem Mbak”, aqu berterus terang.

Pembiicaraan ini semakiin mempererat kita berdua, seakan tak ada jarak lagii di antara kita. Akhiirnya kita pulang sekiitar jam 8 malam. Dalem perjalanan pulang, bayii Mbak Verina tertiidur sehiingga sewaktu sampe di rumah aqu membantunya membawa barang belanjaan ke dalem rumahnya.

Mbak Verina masuk ke kamar untuk membariingkan bayiinya, sementara aqu menaruh barang belanjaan di dapur. Setelah iitu aqu duduk di ruang tamu menunggu Verina muncul. Sekiitar liima meniit, Verina muncul darii dalem kamar, ia ternyata sudah bergantii pakaian. Sekarang perempuan iitu mengenakan gaun tiidur yg sangat seksii, warnanya putiih transparan. Seluruh lekuk tubuhnya yg montok hiingga pakaian dalemnya tampak jelas olehku.

Siinar lampu ruangan cukup menerangii pandanganku untuk menjelajahii keiindahan tubuh Verina di baliik gaun malamnya yg transparan iitu. Buah dadanya tampak bagaikan buah melon yg memenuhii bra seksii yg berwarna orange transparan.esexeseks.com Di baliik bra iitu kuliihat samar-samar ujung pentil susunya yg juga besar dan coklat kemerahan. Perutnya memang agak sedikiit berlemak dan turun, akan tetapi sama sekalii tak mengurangii niilai keiindahan tubuhnya. Apalagii bila memandang bagian bawahnya yg montok.

Tak sepertii di bawah meja sewaktu di restoran tadi, sekarang aqu dapat meliihat dgn jelas celana dalem orange transparan miiliik Verina. Sungguh iindah dan merangsang, terutama warna hiitam di bagian tengahnya, membaygkannya saja aqu sudah berkalii-kalii meneguk ludah.

“Hmm.. Enggak keberatan kan kalu saya memakai baju tiidur?”, tanya Verina memanciing.
Sudah sangat jelas kalo perempuan ini iingiin mengajakku seliingkuh dan melewatii malam bersamanya. Sekarang keputusan seluruhnya berada di tanganku, apakah aqu akan beranii mengkhianatii Dinda dan meniikmatii malam bersama tetanggaqu yg bahenol ini.

Verina duduk di sampiingku, terciium semerbak aroma parfum darii tubuhnya membuat hatiiku semakiin bergetar. Keadaan sekarang ternyata jauh di luar dugaanku. Kemariin-kemariin aqu masiih merasa bermiimpii bila dapat membelai dan meremas-remas tubuh Verina, akan tetapi sekarang perempuan iitu justru yg menantangku.

“Mas Saldy mau mandi dulu? Nantii saya siapkan air hangat”, tanya Verina sambiil menggenggam tanganku erat.

Darii sorotan matanya sangat tampak bahwa perempuan ini benar-benar membutuhkan seorang lakii-lakii untuk memuaskan kebutuhan biiologiisnya.

“Hmm.. Sebelum terlalu jauh, kiita harus membuat komiitmen dulu Mbak”, kataqu agak seriius.

“Apa iitu Mas?”

“Pertama, terus terang aqu mengagumii Mbak Verina, baik fiisiik maupun priibadi, jadi sebagai lakii-lakii aqu sangat tertariik pada Mbak”, kataqu.

“Teriima kasiih, saya juga begiitu pada Mas Saldy”, Verina merebahkan kepalanya di pundakku.

“Kedua, kiita sama-sama sudah meniikah, jadi kiita harus punya tanggung jawab untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga kiita, apa yg mungkiin kiita laqukan bersama-sama janganlah menjadi pemecah rumah tangga kiita”.

“Setuju, saya sangat setuju Mas, saya hanya iingiin punya kawan saat saya kesepian, kalo Mas Saldy mau kapanpun Mas dapat datang ke sini, selagii enggak ada swami saya. Tapii saya sekaliipun enggak akan memiinta apapun darii Mas Saldy, dan sebaliiknya saya juga iingiin Mas Saldy demiikian pula, sehiingga hubungan kiita akan aman dan saliing menguntungkan”.

“Hmm.. Kalo begiitu tak ada masalah, saya mau telpon ke rumah, supaya pembantu saya enggak kebiingungan”.

“Kalo begiitu, Mas Saldy pulang saja dulu, taruh kendaraan di garasii, kan lucu kalo Mas Saldy biilang ada acara sehiingga enggak dapat pulang, sementara kendaraannya ada di depan rumah saya”.
“Oh.. IIya, hampiir saya lupa”.

Aqu segera keluar dan pulang dulu ke rumah, menaruh kendaraan di garasii dan mandi. Setelah iitu aqu mau biilang pada pembantuku kalo aqu akan mengiinap di rumah kawanku. Akan tetapi enggak jadi karena pembantuku ternyata sudah tiidur.
Aqu segera datang kembalii ke rumah Verina. Perempuan iitu sudah menungguku di ruang tamu dgn secangkiir teh hangat di atas meja. Pahanya yg montok terpampang iindah di atas sofa.

“Wah.. Ternyata mandi di rumah ya? Padahal saya sudah siapkan air hangat”.

“Teriima kasiih, Mbak Verina baik sekalii”.

Perempuan iitu berjalan menutup piintu rumah, darii belakang aqu memandang kemontokan bokongnya yg besar dan padat. Kebesaran bokong iitu tak mampu dibendung oleh celana dalem orange iitu, sehiingga memperliihatkan belahannya yg merangsang. Sepertii tak sadar aqu menghampiirii Verina, lalu dgn nakal kedua tanganku mencengkeram bokongnya, dan meremasnya.

“Uhh..”, Verina agak kaget dan menggeliinjang.

“Maaf”, kataqu.

“Enggak apa-apa Mas, justru.. Enak”, kata Verina seraya tersenyum nakal memandangku. Senyum iitu membuat biibiir sensualnya seakan mengundangku untuk melumatnya.

“Crup..!”, aqu segera menciiumnya, Verina membalasnya dgn Liar.

Aqu tak tahu sudah berapa lama biibiir iitu tak merasakan ciiuman lakii-lakii, yg jelas ciiuman Verina sangat panas dan Liar. Berkalii-kalii perempuan iitu nyariis menggiigiit biibiirku, liidahnya yg basah meliiuk-liiuk dalem rongga mulutku. Aqu semakiin bernafsu, tanganku menjalar di sekujur tubuhnya, berhentii di kemontokan bokongnya dan kemudian meremas-remas penuh biirahii.
“Ohh.. Ergh..”, lenguh Verina di sela-sela ciiuman panasnya.

Dgn beberapa gerakan, Verina meloloskan gaun tiidurnya hiingga terjatuh di lantai. Sekarang perempuan iitu hanya mengenakan Bra dan CELANA DALAM yg berwarna orange dan transparan iitu. Aqu terpaqu sejenak mengagumii keiindahan pemandangan tubuh Verina.
“Wowww.. Kamu.. Benar-benar seksii”, pujiiku , “Buah dada Mbak besar sekalii”

“Hii-hii-hii.. Punya Dinda keciil ya? Paliing 34 A, iiya kan? Nah coba tebak ukuran saya?”, tanyanya seraya memegang kedua buah melon di dadanya iitu.

“36 B”, jawabku.

“Salah”

“36 C”.

“Masiih salah, sudah liihat aja niih”, Verina membuka pengait Bra-nya, sehiingga kedua buah montok iitu serasa hampiir mau jatuh. Ia membuka dan melempar bra orange iitu kepadaqu.

“Giila.. 36 D!”, kataqu membaca ukuran yg tertera di bra iitu.

“Boleh saya pegang Mbak?”, tanyaqu basa-basii.

“Jangan cuma dipegang dong Mas, remas.. Dan iisep niih.. Ujung pentilnya”, kata Verina dgn gaya nakal bagaikan pelacur jalanan.

Perempuan iitu menjatuhkan tubuh iindahnya di atas sofa, aqu memburunya dan segera meniikmatii kemontokan buah melonnya. Kuremas-remas dua buah dada montok iitu, kemudian kuciiumii dan terakhiir kukulum ujung pentil susunya yg sebesar iibu jarii dgn sekalii-kalii memainkannya di antara giigii-giigiiku. Verina menggeliinjang-geliinjang keenakan, napasnya semakiin terdengar resah, berkalii-kalii ia mengeluarkan kata-kata jorok yg justru membuatku semakiin bernafsu.
“Setan, enak banget Mas..” jeriitnya, “Ayo Mas.. Saya sudah kepiingiin niih!”.

Aqu yg juga sudah sangat bernafsu segera menjawab keiingiinan Verina. Dgn bantuan Verina aqu menelanjangii diriiku sehiingga tak tersiisa satupun busana di tubuhku. Verina sangat gembiira meliihat ukuran kemaluanku yg lumayan panjang dan besar iitu.

“Ohh.. Besar juga ya..” jeriitnya.

Ia benar-benar bertiingkah bagaikan pelacur murahan, akan tetapi justru iitu yg kusuka. Perempuan iitu segera membuka CELANA DALAM orange sebagai kain terakhiir di tubuhnya. Kuliihat daerah bukiit kemaluannya yg ditumbuhii rambut-rambut Liar, dgn segariis biibiir membelah ditengah-tengahnya. Biibiir yg merah dan basah, sangat basah. IIngiin rasanya aqu meniikmatii keiindahan biibiir keniikmatan Verina, akan tetapi sewaktu aqu iingiin melaksanakannya ia menampiikku.

“Sudah, nantii saja, masiih ada babak selanjutnya, sekarang ayo kiita selesaikan babak pertama”.Esexeseks

Verina duduk mengangkang di atas sofa. Kedua kakiinya dibuka lebar-lebar mempersiilakan kepadaqu untuk melaqukan penetrasii keniikmatan sesungguhnya. Aqu pun segera menyiapkan senjataqu, mengarahkan ujung kemaluanku tepat di depan Lubang kemaluan Verina dan perlahan tapii pastii menekannya masuk.esexeseks.com Sedikiit-demii sedikiit kemaluanku tenggelam dalem kehangatan Lubang Verina yg basah dan niikmat. Sewaktu hampiir seluruh gagang kemaluanku yg berukuran 20 cm iitu memasukii kemaluan, aqu mencabutnya kembalii. Kemudian kembalii memasukkannya perlahan.

“Enghh.. Giila kamu Mas, kalo begini sebentar saja saya puas”, jeriit Verina keenakan.

“Tak apa Mbak, siilahkan meniikmatii, kan masiih ada babak selanjutnya”, tantangku. Sekarang kutambah rangsangan dgn meremas dan memiiliin ujung pentil susunya yg besar.

“Ohh.. Ohh.. Benar-benar enak Mas”, Verina memejamkan matanya. Pada penetrasii keliima, Verina menjeriit,

“Sudah Mas, jangan tariik lagii, saya mau.. Mau.. Oh..!”

Dinding kemaluan Verina berdenyut-denyut seakan memiijiit gagang kemaluanku dalem keniikmatan biirahii yg sedang direguknya.

“Oh.. Saya sudah Mas”, katanya sambiil menariik nafas.

“Mas mau puas dulu atau mau lanjut babak kedua?”, tanya Verina.

“Terserah Mbak”, kataqu. Aqu siih pasrah saja.

“Sini, saya iisep aja dulu”.

“Hmm.. Boleh juga, Dinda belum pernah oral dgn saya”, aqu mencabut kemaluanku darii dalem kemaluan Verina yg basah dan menyodorkannya ke Verina.

Perempuan iitu menjiilatii ujung kemaluanku dgn liidahnya seakan membersiihkannya darii cairan kemaluannya sendirii, kemudian dgn sangat bernafsu ia memasukkan kemaluanku ke dalem mulutnya. Biibiir seksii Verina tampak menyedot-nyedot kemaluanku seakan menyedot air maniqu untuk keluar. Ia kemudian mengocok kemaluanku dalem mulutnya hiingga biirahiiku mencapai puncaknya.

“Oh.. Saya mau keluar niih, giimana?”, aqu biingung apakah aqu harus mengeluarkan air maniqu ke dalem mulutnya atau mencabutnya.

Akan tetapi Verina hanya mengangguk dan terus mengocoknya pertanda ia tak keberatan bila aqu memuntahkan air maniqu ke dalem mulutnya.

Akhiirnya aqu mencapai orgasme dan memuntahkan semua air maniqu ke dalem mulut Verina. Perempuan iitu tanpa segan-segan menelan seluruh air maniqu. Sungguh liihai perempuan ini memuaskan biirahii lakii-lakii! Kita duduk sebentar dan miinum air dingiin, kemudian Verina mengangkangkan kakiinya kembalii.

“Nah.. Sekarang babak kedua Mas, kalo mau jiilat dulu siilahkan, tapii utamakan yg ini ya”, Verina menunjuk ke arah kelentitnya yg agak besar.

“Oke Mbak, saya juga sudah biasa kok”, seruku.

Sejurus kemudian aqu sudah berada di hadapan biibiir kemaluan Verina yg baru saja aqu niikmatii. Sebelum kujiilat terlebiih dahulu kubelai biibiir iitu darii ujung bawah hiingga kelentit. Kusiingkap rambut-rambut kemaluannya yg menjalarii biibiir iitu.

“Sudah gondrong niih Mbak”, seruku.

“Oh iiya, habiis mau dicukur percuma juga, enggak ada yg liihat dan jiilat”, jawabnya nakal,

“Besok pagii saya cukur deh, tapii janjii malamnya Mas Saldy datang lagii ya..”.

“Oke.. Pokoknya setiap ada kesempatan saya siap menemanii Mbak Verina”.
Aqu kemudian asyiik menjiilatii dan menciiumii labiium mayora dan miinora Verina. Cairan kemaluan Verina sudah mulai mengaliir kembalii pertanda ia sudah terangsang kembalii. Desahan 

Verina juga memperkuat tanda bahwa Verina meniikmatii permainan oralku. Dgn nakal aqu memasukkan jarii telunjuk dan tengahku ke dalem kemaluannya dan kemudian mengobok-obok Lubang becek iitu.

“Yes.. Asyiik banget.. Say sudah siap babak kedua Mas”, seru Verina.
Aqu sendirii sudah terangsang sejak meliihat keiindahan selangkangan Verina, jadi kemaluanku sudah siap menunaikan tugas keduanya. Verina menunggiing di atas sofa.

“Sekarang doggy-style ya Mas..” Aqu siih iiya saja, maklum.. Sama enaknya..

Sejurus kemudian kita sudah terliibat permainan babak kedua yg tak kalah seru dan panas dgn babak pertama, hanya kalii ini aqu memuntahkan air mani di dalem kemaluannya.

Malam masiih begiitu panjang. Kita masiih meniikmatii dua permainan lagii sebelum kelelahan dan mengantuk. Verina begiitu bahagia, dan aqu sendirii merasa puas dan lega. Miimpiiku untuk 
meniikmatii tubuh montok tetanggaqu terlaksana sudah. Bahkan sekarang setiap waktu bila Dinda dinas ke luar kota maka Verina secara resmii menggantiikan posiisii Dinda sebagai iisteriiku. Asyiik juga. Akan tetapi sebagai iimbalannya aqu mencariikan dan menggajii pembantu rumah tangga di rumah Verina. Betapa bahagianya Verina dgn bantuanku iitu, ia semakiin sayg padaqu dan berjanjii akan melayaniiku jauh lebiih memuaskan dibanding pelayanan kepada swaminya.
Darii kejadian tersebut aqu semakiin menyadarii kebenaran pepatah:

“Rumput tetangga memang selalu tampak lebiih hiijau”, atau dapat digantii dgn:

“Kemaluan iisterii tetangga selalu terasa lebiih niikmat”.

Tuesday, August 29, 2017

CERITA ASIK

PRAMUGARI YANG MEMBUAT AKU DAGDIGDUG SAAT DIA TELANJANG


Perkenalanku dengan Mila (sebut saja begitu), seorang pramugari udara di suatu perusahaan penerbangan nasional, terjadi dalam perjalanan panjang dari Jakarta menuju Jayapura. Saat itu tengah malam, aku berusaha keras untuk sekedar memejamkan mata, beristirahat sejenak menghilangkan kantuk agar bisa melaksanakan tugas kantorku sesampainya di kota tujuan. Kursi empuk berlapis kulit di kelas bisnis pesawat Boeing 737 itu, tidak mampu memberikan kenyamanan yang kubutuhkan. Walau bagaimanapun, kursi itu dirancang sebagai tempat duduk, bukan tempat untuk berbaring dan tidur.

Baru akan terlelap, ketika kurasakan guncangan lembut di kursiku. Seseorang duduk menghempaskan dirinya ke kursi kosong di sebelahku. Dengan agak kesal, kubuka mataku dan berniat untuk menegurnya. Pandanganku terpaku pada sesosok wajah cantik menarik, dengan matanya yang walaupun terlihat mengantuk, tetap bening dan indah. Seulas senyum terlihat di bibir mungil yang merah, yang kemudian berkata perlahan “… Maafkan saya Bapak, karena telah mengganggu tidur Bapak …”

Sambil tetap memandang dan mengagumi kecantikannya, aku berkata “… Ach, tidak apa-apa. Saya belum tidur koq …”

Kami bersalaman, lalu kudengar ia menyebutkan namanya : “… Mila …”

Hilang sudah kantukku. Terlebih lagi setelah kutahu bahwa Mila adalah sosok wanita yang menyenangkan sebagai teman ngobrol. Ia bercerita tentang suka dukanya sebagai pramugari udara. Tangan dan jarinya yang lentik seakan menari-nari di udara, mengekspresikan ceritanya. Sesekali ia menyentuh tanganku, dan tidak sungkan untuk mencubitku bila kuganggu. Diam-diam kupandangi dan kuperhatikan seluruh bagian tubuhnya. Tingginya kuperkirakan sekitar 160 cm, langsing dan sangat proporsional. Mila memiliki tungkai kaki yang indah sempurna. Kulitnya yang putih kontras sekali dengan seragam warna birunya. Payudaranya tidak terlalu besar, tetapi terlihat kencang menantang. Membayangkan dirinya telentang telanjang di tempat tidur, membuat kemaluanku bangkit, membesar dan keras. Pikiran kotorku melayang jauh.

Kebersamaan kami terganggu oleh suara Kapten Pilot yang memberitahukan bahwa pesawat akan mendarat di Biak, untuk mengisi bahan bakar dan pergantian awak kabin. Setelah bersalaman dan sedikit basa basi, Mila menghilang di balik tirai. Aku melanjutkan istirahatku, sampai kemudian dibangunkan oleh pramugari udara lain, yang menawarkan sarapan pagi.

Hari-hari selanjutnya di ibukota propinsi paling timur Indonesia itu, disibukkan oleh tugasku sebagai Petugas Sosialisasi salah satu program pemerintah. Sebagai “Utusan Pusat”, aku sering diperlakukan seakan tamu agung, yang perlu dihibur dan dipenuhi segala kebutuhannya. Aku ditempatkan di hotel Y….., yang merupakan hotel terbaik di kota itu. Beberapa tawaran untuk menyediakan “teman tidur” kutolak secara halus. Aku takut tertular penyakit.

Waktu luang di luar tugas kuhabiskan dengan berjalan kaki keliling kota. Suatu kebiasaan yang selalu kulakukan dalam setiap perjalanan, untuk lebih mengenal daerah baru. Kota Jayapura berada langsung di tepi laut berair tenang. Pada malam hari, di sepanjang tepi pantai dapat ditemui warung-warung yang menjual masakan laut, yang langsung digoreng atau dibakar di tempat. Nikmat sekali. Disanalah biasanya kuhabiskan malamku. Di sana pula pada suatu malam, aku kembali bertemu dengan Mila yang sedang tidak bertugas, bersama dengan 2 teman seprofesi. Mila langsung menawarkan untuk bergabung, begitu melihatku datang. Sungguh menyenangkan berada di antara 3 gadis cantik, walau dapat kupastikan bahwa kantongku akan terkuras untuk mentraktir mereka semua. Panggilan ?Bapak? sewaktu di pesawat, berubah menjadi “Mas” hingga membuat malam itu semakin akrab dan hangat. Dari pembicaraan, kutahu bahwa mereka bertiga menginap di hotel yang sama denganku. Selesai makan, kami berpisah. Di luar dugaan, Mila ingin ikut denganku menikmati malam sambil berjalan kaki. Satu permintaan yang sangat sulit ditolak. Kamipun berjalan perlahan sambil saling bertukar cerita dan bercanda.Angin pantai membuat Mila kedinginan. Kulepas jaketku, lalu kupasangkan di bahunya. Kuberanikan diri merangkul bahunya, memberikan kehangatan tambahan pada tubuhnya yang hanya dilapisi oleh T-Shirt tipis berwarna merah. Mila tidak menghindar atau berusaha menolak, malah balas merangkul pinggangku. Aku heran dengan gadis-gadis jaman sekarang. Semakin mudah untuk menjadi sangat akrab, dan menganggap bahwa hubungan antara wanita dan pria adalah biasa saja. Tidak ada lagi malu-malu atau sungkan, walaupun masa perkenalan yang relatif singkat. Kami berjalan bagaikan dua kekasih yang sedang bermesraan. Tanganku tersapu oleh ujung rambutnya, dan sesekali kurasakan kepalanya menyandar di bahuku. Birahiku terpicu, otak kotorku berpikir keras mencari akal untuk membawanya ketempat tidur di kamar hotelku. Kelaminku mengembang keras, membuatku merasa tidak nyaman karena terjepit oleh ketatnya celana jeans yang kukenakan. Mulut kami berdua diam seribu basa, memberi kesempatan untuk menikmati sentuhan kebersamaan dalam keheningan.

Langkah demi langkah membawa kami memasuki lobby hotel. Kuajak Mila ke Coffee Shop, untuk menikmati secangkir minuman hangat sambil menikmati musik hidup. Aku memilih tempat agak di pojok, agar tidak terlalu menarik perhatian orang. Kuperhatikan sekeliling, beberapa pasangan asik berpelukan, sedangkan beberapa gadis berpenampilan seronok duduk sendirian. Inilah mungkin yang disebutkan oleh kawan-kawanku sebagai “Ayam Menado”, sebelum aku berangkat beberapa hari lalu…

Tanganku tetap memeluknya, sementara Mila menyandarkan kepalanya di dadaku. Kurasakan kakinya bergoyang perlahan mengikuti irama musik. Wangi rambutnya membuatku ingin mencium kepalanya. Tapi, apakah ia akan marah ? Apakah ia akan tersinggung ? Sejuta pertanyaan dan kekhawatiran muncul dalam pikiranku. Sementara di sisi lain, otakku masih terus berputar mencari akal untuk membawanya ke kamarku malam ini. Jantungku berdebar keras, sementara kelaminku semakin besar dan keras. Musik dan suasana romantis tempat itu tidak lagi menarik untukku. Bagaimana dan bagaimana… pertanyaan itu yang terus menerus muncul.

Perlahan kucium ubun-ubun kepalanya, sambil berkata : “… Mila, sudah malam, kita bobo yuk …”
Ia hanya mengangguk sambil berdiri. Setelah menyelesaikan pembayaran, kami berjalan menuju lift. Tanganku masih merangkul bahunya, walaupun ia tidak lagi memeluk pinggangku. Kutekan tombol angka 3, untuk menuju lantai dimana kamarku berada. Aku sengaja tidak bertanya di lantai berapa ia tinggal, dan iapun diam saja. Mila juga tidak berusaha untuk menekan tombol lain. Dalam hati aku bertanya-tanya, jangan-jangan kamarnya satu lantai dengan kamarku. Sambil menyender ke dinding lift, kutarik ia dan kusandarkan membelakangiku. Kupeluk ia dari belakang, sambil sesekali kucium rambut kepalanya. Jantungku berdetak semakin cepat, sementara kelaminku semakin sakit terhimpit celana jeansku yang cukup ketat. Mudah-mudahan pantatnya yang tepat menempel ke kelaminku tidak merasakan ada sesuatu yang mengganjal. Pikiranku masih bertanya-tanya, mau…? tidak…? mau…? tidak…? sampai kemudian pintu lift terbuka. Sambil terus berada dalam pelukanku, kubimbing dia menuju kamarku. Tidak ada perlawanan atau penolakan kurasakan. Setan yang berada dalam pikiranku menjerit senang. Malam ini akan terjadi pergumulan birahi yang panas. Dalam hati aku berniat untuk memberikan kepuasan yang tidak terbendung padanya, seperti yang biasa kuberikan dalam petualangan-petualangan asmaraku, termasuk pada istriku tercinta…

Begitu pintu terkunci, sambil tetap berdiri kupeluk dan kucium bibirnya dengan lembut walaupun penuh nafsu. Mila membalasnya dengan tidak kalah ganasnya. Lidah kami bertemu, saling berpagutan dan berkaitan. Kutelusuri geligi dan langit-langit mulutnya dengan lidahku yang cukup panjang, kasar dan hangat. Mila merintih lirih : “…Aaaccchhh…”
Tangan kananku perlahan mengusap dan menelusuri punggungnya yang masih terbalut T-Shirt, sementara jacketku sudah lama terlempar jatuh. Dari leher, perlahan turun ke bawah, ke arah pinggang mencari ujung kaos, lalu kembali ke atas melalui sisi bagian dalam. Kurasakan kulit punggungnya sangat halus dan mulus. “…Klik…”, tanganku yang sudah sangat terlatih berhasil melepas pengait BH-nya dengan sangat hati-hati. Dengan kedua tangan, perlahan kutarik kaos itu ke atas sampai terlepas sama sekali. Dengan perlahan dan hati-hati, kedua tanganku segera bergerilya menelusuri kedua bahunya, pangkal lengannya, pindah ke pinggang, perut, perlahan ke atas menuju payudaranya. Sementara itu, kedua tangannya telah berhasil membuka Polo Shirt yang kukenakan. Tanganku sudah hampir sampai ke payudaranya, ketika tiba-tiba ia mendorongku perlahan.
“… Maaf Maz, Mila pipis dulu yha …” katanya sambil berjalan membelakangiku menuju kamar mandi. Kuperhatikan kulit punggungnya yang putih dan mulus, nyaris tanpa cacat. Pinggul rampingnya yang masih terbalut celana jeans, terlihat semakin indah dan merangsang. Tidak sabar rasanya untuk segera melumat tubuhnya, membawanya mengawang tinggi menuju tingkat kenikmatan yang tidak terkira…

Sementara menunggu, aku tersadar bahwa aku belum membersihkan diri. Kebiasaan yang selalu kulakukan sebelum bercinta dengan wanita manapun. Aku selalu menjaga kebersihan, dan berusaha untuk menggunakan wangi-wangian beraroma lembut, yang kuyakini dapat meningkatkan gairah wanita. Dari kamar mandi terdengar gemericik air, yang menandakan Mila juga sedang membersihkan dirinya. Ternyata Mila termasuk tipe wanita yang kusukai, selalu membersihkan diri sebelum bercinta. Walau dalam keadaan birahi tinggi, aku tetap merasa terganggu dengan bebauan yang kurang sedap, dari kelamin wanita yang tidak bersih. Kubuka dompetku, lalu kuambil karet pengaman merk terkenal yang selalu kubawa kemanapun aku pergi. Kusisipkan ke bawah bantal tempat tidur, agar mudah mengambilnya pada saat dibutuhkan nanti…

Mila keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang hanya terbalut handuk. Rupanya dia benar-benar mau dan bersedia bercinta denganku.
“…Sebentar sayang, sekarang giliranku untuk membersihkan diri…” kataku sambil mencium keningnya lalu berjalan ke kamar mandi. Sayup-sayup kudengar suara TV yang baru dihidupkan olehnya. Setelah menggosok gigi dan berkumur dengan larutan antiseptik, kubersihkan kemaluanku dan sekitarnya dengan sabun. Siraman air dingin tidak mampu mengurangi kekerasannya. Kemaluanku tetap mengacung gagah, besar dan berurat.

Mila sedang duduk di pinggi tempat tidur, saat aku keluar dari kamar mandi, juga dengan hanya terbalut handuk. Kuhampiri dirinya, ia berdiri lalu kami berciuman. Dari mulutnya tercium aroma obat kumur antiseptik milikku, membuatku semakin terangsang. Tangannya membuka belitan handuk di pinggangku, membuat kemaluanku terbebas lepas, mengacung besar dan keras. Perlahan tangannya menyentuh pusarku, perutku, lalu perlahan turun ke bawah. Mila mengusap-usap rambut kemaluanku yang cukup lebat, sebelum kemudian mengelus dan menggenggam lembut batang kebanggaanku itu. Jemari tangannya yang halus, menimbulkan rasa nikmat yang amat sangat. Tanpa kusadari, akupun merintih perlahan “…Aaaccchhhh…”
Kulepas handuk yang melilit tubuhnya, kemudian perlahan tapi pasti kedua tanganku merambat perlahan menuju kedua bukit kembarnya yang halus dan putih. Setelah kutelusuri inci demi inci, kuremas lembut, dan kujepit puting susunya dengan jari, lalu kupelintir sambil sesekali kutarik. Kubuka mataku, menikmati parasnya yang cantik. Matanya tertutup sementara bibirnya terbuka sedikit, sungguh seksi dan merangsang.

Mila melepas ciumannya, kemudian perlahan menciumi tubuhku. Dari dagu, leher terus ke dadaku, kemudian mengulum dan menggigit perlahan puting kecil di dadaku. Aku hanya mampu mendongak, menikmati sensasi yang tidak terkira. Dengan lidahnya yang hangat, ditelusurinya tubuhku perlahan turun ke arah perut, menciumi pusar, lalu terus turun. Tidak sabar aku membayangkan kenikmatan apa yang akan kuterima selanjutnya. Perlahan, diciumnya kepala kemaluanku yang memerah, kemudian dimasukkannya ke mulutnya, sampai menyentuh tenggorokannya. Bukan main nikmatnya.
“… Uuuhhhh…. hhhhh…. aaaaccchhhh… hhhhh….” Aku cuma sanggup merintih nikmat. Perasaan nikmat dan mendesak kuat ingin keluar, kutahan sebisanya. Aku hampir mencapai titik kenikmatan tertinggi, dan itu tidak boleh terjadi secepat ini. Harus kuhentikan !! Kupegang kepalanya, kemudian kutarik tubuhnya perlahan. “…Adddduuuhhh, nikmat sekali Mila, nikmat sekali…” kataku sambil kemudian mencium bibirnya. Lidah kami berkait dan bertaut dengan ganas, membuat nafasnya semakin memburu…

Sambil tetap berciuman, kubimbing ia menuju tempat tidur. Kurebahkan tubuhnya, lalu kutindih ia dengan tubuhku. Kulepaskan ciumanku dari bibirnya. Kucium keningnya, kedua matanya, pipinya, dagunya, dan kedua telinganya bergantian. Nafasnya semakin memburu, sementara jari-jari kedua tangannya meremas rambutku. Dengan lidah, kumulai penelusuran tubuhnya melalui leher. Perlahan turun, menuju belahan dadanya, kemudian naik ke puncak bukit indah miliknya. Kukitari puting susunya, sebelum kukulum dan kuhisap dengan mulutku. Sementara itu, tangan kananku yang bebas meremas dan mempermainkan puting susu sebelanya. Mila meracau tidak jelas, sementara kuku jarinya mulai menghunjam kulit kepalaku…. “…Adddduuuuhhhh Maazzzz… Aaaaccc…. yhhaaaaa…. hhhhh…..”

Puas bermain di payudaranya, kulanjutkan penelusuran semakin ke bawah, menuju kemaluannya. Aku memposisikan tubuhku di antara kedua kakinya yang terbuka. Kemaluannya terlihat basah dan lembab. Bulu-bulu halus yang tidak terlalu lebat, tertata rapi dan hitam, kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih mulus. Dengan jari tengah, kuusap dan kumainkan klitorisnya. Pinggangnya terangkat, membuat tubuhnya melengkung. Perlahan, kuciumi kemaluannya yang wangi, kujulurkan lidahku, lalu kumainkan klitorisnya. Aku sempat melihat kepala Mila yang terlempar ke kiri dan ke kanan menahan nikmat. Jari jemarinya semakin ganas meremas kepalaku.
“…Aaaawwwww…. Aaaaccchhh… yhaaaaa… yhaaa… yhaaa… aaaccchhh… hhhh…. aaadddduuuhhhh…. tttterrrussss… terus !! ach… ach… ach… Aaaaaaaaahhh…”
Kedua pahanya menjepit kuat kepalaku, kemudian tergeletak lemas. Kutahu Mila telah mencapai puncak kenikmatannya. “… Itu baru yang pertama sayang, rasakan dan nikmati yang selanjutnya …” kataku dalam hati.

Tidak berlama-lama, dengan perlahan dan sangat hati-hati, kumasukkan jari tengah tangan kananku ke dalam rongga kewanitaannya. Tidak ada yang menghalangi, menandakan Mila sudah tidak perawan lagi. Tidak mengapa, malah lebih baik pikirku. Aku jadi tidak memperpanjang dosaku memerawani anak orang lagi…
Kusentuh seluruh dinding rongga yang halus dan hangat itu dengan ujung jariku. Kadang kutekan sedikit keras, membuat nafsu birahinya kembali bangkit. Dengan posisi telapak tangan mengarah ke atas, kutekuk jariku menyentuh dinding rongga bagian atas. Kulanjutkan penekanan di beberapa tempat, sambil kuperhatikan reaksi tubuhnya.
“… Awww, aduh, Maz, maaf… rasanya ingin pipis lagi…” katanya tiba-tiba.
“…Sayang, tahan dan bernafaslah dengan teratur. Aku akan memberimu kenikmatan yang lain. Relaks saja dan nikmati…” Kutekan-tekan jariku berulang-ulang pada titik tersebut hingga menyerupai getaran. Kepalanya kembali terlempar kekiri dan kekanan. Matanya terbelalak ke atas, hinggga hampir tidak terlihat bagian hitamnya. Tangannya telentang pasrah, masih lelah dan lemas.
“… Aaaacchhh… Aaaaccchhhh… Aaaaccchhh…” erangannya semakin keras. Perlahan kuposisikan kepalaku di depan kewanitaannya, kujulurkan lidahku, kemudian kuelus, kumainkan dan kupelintir sambil sesekali kumainkan klitorisnya. Mila teriak tidak tertahankan

“….AAAAAACCCCHHHH…. YYYHHHAAAA… YYYHHHAAAA…. Ampuuuunnnnn…. Aaaaccchhhhh….”

Tangannya kembali buas meremas kepalaku, sementara kedua pahanya kembali menjepit kepalaku dengan kuat. Punggungnya terangkat tinggi membuat tubuhnya melengkung. Kulanjutkan penekanan pada titik bagian atas rongga kewanitaannya, sambil lidahku terus mengelus, memelintir dan mempermainkan klitorisnya. Tiba-tiba Mila terduduk, dengan kasar ditariknya kepalaku yang sedang asik bermain di kewanitaannya, lalu digigitnya bibirku. Sakitnya cukup lumayan, tetapi kubiarkan saja. Kutahu ia hampir mencapai puncak kenikmatannya yang kedua. Dengan mengerang keras “….AAAAAACCCHHHHHHHH…”

Tubuhnya mengejang lalu terlempar keras ke belakang, ke atas kasur tempat tidur. Rongga kewanitaannya terasa mendenyut-denyut, menjepit erat jari tengahku yang masih berada di dalam. Tidak lama kulihat tubuhnya mulai melemas. Telentang pasrah telanjang di atas tempat tidur. Aku berdiri menuju meja, menuangkan air putih dingin ke dalam gelas. Kuteguk, kemudian kuberikan padanya setelah kembali kuisi penuh. Sambil menatapku, kulihat matanya menyiratkan kepuasan yang amat sangat, walaupun lelah. Aku paling senang melihat wajah wanita pasca orgasme, terlihat semakin cantik.

Belum sempat gelas itu kuletakkan, masih dalam keadaan berdiri di sisi tempat tidur, Mila menarik, mengelus kemudian mengulum batang kemaluanku dengan rakus, membuatnya kembali membesar dan keras. Dengan lidahnya, dijilatinya bagian bawah batangku itu, menimbulkan kenikmatan yang amat sangat. Setelah aku meletakkan gelas, kudorong lalu kutindih tubuhnya. Mulut kami kembali berciuman, sementara satu tangannya memainkan batang kemaluanku. Tidak tahan dengan perlakuannya, tanganku masuk ke bawah bantal, mencari-cari karet pengaman yang sudah kusiapkan tadi. Kurobek bungkusnya, lalu kuberikan padanya. Di luar dugaan, dibuangnya benda itu, sambil berbisik ke telingaku “…Maz, aku baru saja selesai Mens dua hari lalu, jadi amaaannn…”

Bukan main, gadisku ini betul-betul tau apa yang terbaik.
Kubimbing kemaluanku dengan tangan, kugosok-gosokkan, kemudian secara perlahan kuturunkan pinggulku, menusukkan batang yang besar, keras dan padat itu ke dalam rongga kewanitaannya yang lembut dan hangat. Kuku jemarinya menancap keras di punggungku, dan kudengar rintihannya
“… Hhhhkkkkk…..hhhhh…. AAACCHHH…. hhhh….”

Kulihat alis matanya mengkerut sementara kedua matanya tertutup rapat. Kurasa ia agak kesakitan dimasukki oleh batang yang begitu besar, panjang dan sekeras batu. Perlahan tapi pasti, inci demi inci batang itu menguak masuk. Aku merasa sudah menyentuh dasarnya pada saat batangku belum masuk seluruhnya. Mila merintih”…Adddduuuuhhhh…” tapi aku tidak peduli. Perlahan dan hati-hati kutekan dan kutekan terus sampai masuk seluruhnya. Kudiamkan beberapa saat hingga Mila terbiasa, sebelum kupompa keluar masuk. Kedua tanganku menopang tubuhku agar tidak menindihnya terlalu keras, sementara pinggulku giat bergerak maju mundur berulang-ulang. Mila merintih semakin keras “…Accchhhh…. yhhaaa… yhaaa… yhaaa… hhhhh… Awwwww… hhhkkkk….”

Tubuhnya bergoyang ke atas ke bawah, terdorong oleh tusukkan dan goyangan pinggulku. Rambutnya berantakan tergerai di atas bantal, sementara matanya tertutup rapat. Mukanya sudah terlihat santai, tanda ia sudah dapat menikmatinya. Sesekali kucium bibirnya yang terbuka sedikit, memperlihatkan geliginya yang putih tersusun rapi, sunggung menggairahkan. Butir-butir keringat mulai bercucuran di tubuhku, juga di tubuhnya. Di belahan dada diantara kedua payudaranya yang bergoyang, kulihat titik-titik keringat bermunculan. Sungguh pemandangan yang seksi dan menggairahkan.

Entah berapa lama dalam posisi itu, tiba-tiba aku ingin mencoba posisi yang lain. Kutarik kedua kakinya dan kuletakkan di pundakku. Mila protes “… Addduhhh Mazzzz, sssaakkiiittt…” Tidak terlalu kupedulikan, kupompa terus keluar masuk, berputar, maju mundur, mulanya perlahan lalu semakin cepat. Mila merintih menahan nikmat

“… Aaaachhhh…. Yhaaa… Yhaaa… Ttttteeerruuusssss… tterusss… ach… ach… ach… ach… AAAAACCCHHHHH…”

Kurasakan denyutan berulang-ulang dari rongga kewanitaannya. Mila sudah sampai ke puncak kenikmatan. Aku berkonsentrasi merasakan sensasi kenikmatan yang ditimbulkan oleh gesekan batang kemaluanku dengan rongga kewanitaannya, kupompa semakin cepat… semakin cepat… semakin cepat… dan dengan disertai erangan panjang “…AAAAACCCCHHHHHH….” kutusukkan kemaluanku sedalam-dalamnya, kemudian kusemprotkan cairan kenikmatan sebanyak-banyaknya. Akupun ambruk menimpa tubuhnya…. Mila memelukku dengan erat.

Sambil kucium pipinya, aku berkata “… Terima Kasih sayang, kamu hebat sekali …”

Mila membuka matanya, mencium bibirku lama, dan balas berkata “… Sama-sama Maz… enak sekali Mazzz… ampuuunnn, nikmat sekaliii, tapi capek. Mila nggak kuat lagi…”.

Malam itu kami tidur berpelukan sampai pagi. Kami melakukannya lagi di kamar mandi, walau tidak seganas malam sebelumnya. Mila harus segera berangkat menunaikan tugasnya sebagai Pramugari Udara, sementara aku masih harus bertugas menjelaskan program pemerintah yang kusosialisasikan. Kami berpisah, dan berjanji untuk ketemu lagi… Entah kapan…

Monday, August 28, 2017

CERITA ASIK

ABG INI SUDAH MENGHAMILIN AKU


Namaku Lani, seorang ibu rumah tangga, umurku 36 tahun. Suamiku namanya Prasojo, umur 44 tahun, seorang pegawai di pemerintahan di Bantul. Aku bahagia dengan suami dan kedua anakku. Suamiku seorang laki-laki yang gagah dan bertubuh besar, biasalah dulu dia seorang tentara. Penampilanku walaupun sudah terbilang berumur tapi sangat terawat, karena aku rajin ke salon dan fitnes dan yoga. Kata orang, aku mirip seperti Sandy Harun. Cerita Dewasa Seru: Aku Dihamili ABG Tetangga | Tubuhku masih bisa dikatakan langsing, walaupun payudaraku termasuk besar, karena sudah punya anak dua. Anakku yang pertama bernama Rika, seorang gadis remaja yang beranjak dewasa.

Cerita Seks Terbaru 2016 – Dia sudah mau lulus SMA, yang kedua Sangga,masih sekolah SMA kelas 1. Rika walaupun tinggal serumah dengan kami juga lebih sering menghabiskan waktunya di tempat kosnya di kawasan Gejayan. Kalau si Sangga, karena cowok remaja, lebih sering berkumpul dengan teman-temannya ataupun sibuk berkegiatan di sekolahnya. Semenjak tidak lagi sibuk mengurusi anak-anak, kehidupan seksku semakin tua justru semakin menjadi-jadi. Apalagi suamiku selain bertubuh kekar, juga orang yang sangat terbuka soal urusan seks. Akhir-akhir ini, setelah anak-anak besar, kami berlangganan internet.

Aku dan suamiku sering browsing masalah-masalah seks, baik video, cerita, ataupun foto-foto. Segala macam gaya berhubungan badan kami lakukan. Kami bercinta sangat sering, minimal seminggu tiga kali. Entah mengapa, semenjak kami sering berseluncur di internet, gairah seksku semakin menggebu. Sebagai tentara, suami sering tidak ada di rumah, tapi kalau pas di rumah, kami langsung main kuda-kudaan, hehehe. Sudah lama kami memutuskan untuk tidak punya anak lagi. Tapi aku sangat takut untuk pasang spiral. Dulu aku pernah mencoba suntik dan pil KB. Tapi sekarang kami lebih sering pakai kondom, atau lebih seringnya suamiku ‘keluar’ di luar. Biasanya di mukaku, di payudara, atau bahkan di dalam mulutku. Pokoknya kami sangat hati-hati agar Sangga tidak punya adik lagi. Dan tenang saja, suamiku sangat jago mengendalikan muncratannya, jadi aku tidak khawatir muncrat di dalam rahimku. Walaupun sudah dua kali melahirkan tubuhku termasuk sintal dan seksi.

Payudaraku masih cukup kencang karena terawat. Tapi yang jelas, bodiku masih semlohai, karena aku masih punya pinggang. Aku sadar, kalau tubuhku masih tetap membuat para pria menelan air liurnya. Apalagi aku termasuk ibu-ibu yang suka pakai baju yang agak ketat. Sudah kebiasaan sih dari remaja. Suamiku termasuk seorang pejabat yang baik. Dia ramah pada setiap orang. Di kampung dia termasuk aparat yang disukai oleh para tetangga. Apalagi suamiku juga banyak bergaul dengan anak-anak muda kampung. Kalau pas di rumah, suamiku sering mengajak anak-anak muda untuk bermain dan bercakap-cakap di teras rumah. Semenjak setahun yang lalu, di halaman depan rumah kami di bangun semacam gazebo untuk nongkrong para tetangga. Setelah membeli televisi baru, televisi lama kami, ditaruh di gazebo itu, sehingga para tetangga betah nongkrong di situ. Yang jelas, banyak bapak-bapak yang curi-curi pandang ke tubuhku kalau pas aku bersih-bersih halaman atau ikutan nimbrung sebentar di tempat itu.

Maklumlah, kalau istilah kerennya, aku ini termasuk MILF, hehehe. Selain bapak-bapak, ada juga pemuda dan remaja yang sering bermain di rumah. Salah satunya karena gazebo itu juga dipergunakan sebagai perpustakaan untuk warga. Salah satu anak kampung yang paling sering main ke rumah adalah Indun, yang masih SMP kelas 2. Dia anak tetangga kami yang berjarak 3 rumah dari tempat kami. Anaknya baik dan ringan tangan. Sama suamiku dia sangat akrab, bahkan sering membantu suamiku kalau lagi bersih-bersih rumah, atau membelikan kami sesuatu di warung. Sejak masih anak-anak, Indun dekat dengan anak-anak kami, mereka sering main karambol bareng di gazebo kami. Bahkan kadang-kadang Indun menginap di situ, karena kalau malam, gazebo itu diberi penutup oleh suamiku, sehingga tidak terasa dingin. Pada suatu malam, aku dan suamiku sedang bermesraan di kamar kami. Semenjak sering melihat adegan blow job di internet, aku jadi kecanduan mengulum penis suamiku. Apalagi penis suamiku adalah penis yang paling gagah sedunia bagiku. Tidak kalah dengan penis-penis yang biasa kulihat di BF.

Padahal dulu waktu masih pengantin muda aku selalu menolak kalau diajak blowjob. Entah kenapa sekarang di usia yang sudah pertengahan kepala tiga ini aku justru tergila-gila mengulum batang suamiku. Bahkan aku bisa orgasme hanya dengan mengulum batang besar itu. Tiap nonton film blue pun mulutku serasa gatal. Kalau pas tidak ada suamiku, aku selalu membawa pisang kalau nonton film-film gituan. Biasalah, sambil nonton, sambil makan pisang, hehehe. Malam itu pun aku dengan rakus menjilati penis suamiku. Bagi mas Prasojo, mulutku adalah vagina keduanya. Dengan berseloroh, dia pernah bilang kalau sebenarnya dia sama saja sudah poligami, karena dia punya dua lubang yang sama-sama hotnya untuk dimasuki. Ucapan itu ada benarnya, karena mulutku sudah hampir menyerupai vagina, baik dalam mengulum maupun dalam menyedot.

Karena kami menghindari kehamilan, bahkan sebagian besar sperma suamiku masuk ke dalam mulutku. Malam itu kami lupa kalau Indun tidur di gazebo kami. Seperti biasa, aku teriak-teriak pada waktu penis suamiku mengaduk-aduk vaginaku. Suamiku sangat kuat. Malam itu aku sudah berkali-kali orgasme, sementara suamiku masih segar bugar dan menggenjotku terus menerus. Tiba-tiba kami tersentak, ketika kami mendengar suara berisik di jendela. Segera suami mencabut batangnya dan membuka jendela. Di luar nampak Indun dengan wajah kaget dan gemetaran ketahuan mengintip kami. Suamiku nampak marah dan melongokkan badannya keluar jendela. Indun yang kaget dan ketakutan meloncat ke belakang. Saking kagetnya, kakinya terantuk selokan kecil di teras rumah. Indun terjerembab dan terjungkal ke belakang. Suamiku tak jadi marah, tapi dia kesal juga.

“Walah, Ndun! Kamu itu ngapain?” bentaknya. Indun ketakutan setengah mati. Dia sangat menghormati kami. Suamiku yang tadinya kesal pun tak jadi memarahinya. Indun gelagepan. Wajahnya meringis menahan sakit, sepertinya pantatnya terantuk sesuatu di halaman. Aku tadinya juga sangat malu diintip anak ingusan itu. Tapi aku juga menyayangi Indun, bahkan seperti anakku sendiri. Aku juga sadar, sebenarnya kami yang salah karena bercinta dengan suara segaduh itu. Aku segera meraih dasterku dan ikut menghampiri Indun. “Aduh, mas. Kasian dia, gak usah dimarahin. Kamu sakit Ndun?” Aku mendekati Indun dan memegang tangannya. Wajah Indun sangat memelas, antara takut, sakit, dan malu. “Sudah gak papa. Kamu sakit, Ndun?” tanyaku. “Sini coba kamu berdiri, bisa gak?” Karena gemeteran, Indun gagal mencoba berdiri, dia malah terjerembab lagi. Secara reflek, aku memegang punggungnya, sehingga kami berdua menjadi berpelukan. Dadaku menyentuh lengannya, tentu saja dia dapat merasakan lembutnya gundukan besar dadaku, karena aku hanya memakai daster tipis yang sambungan, sementara di dalamnya aku tidak memakai apa-apa. “Aduh sorri, Ndun” pekikku. Tiba-tiba suamiku tertawa. Agak kesal aku melirik suamiku, kenapa dia menertawai kami.

“Aduh Mas ini. Ada anak jatuh kok malah ketawa” “Hahaha.. lihat itu, Dik. Si Indun ternyata udah gede, hahaha…” kata suamiku sambil menunjuk selangkangan Indun. Weitss… ternyata mungkin tadi Indun mengintip kami sambil mengocok, karena di atas celananya yang agak melorot, batang kecilnya mencuat ke atas. Penis kecil itu terlihat sangat tegang dan berwarna kemerahan. Malu juga aku melihat adegan itu, apalagi si Indun. Dia tambah gelagepan. “Hussh Mas. Kasihan dia, udah malu tuh”, kataku yang justru menambah malu si Indun. “Kamu suka yang lihat barusan, Ndun? Wah, hayooo… kamu nafsu ya lihat istriku?” goda suamiku. Suamiku malah ketawa-ketawa sambil berdiri di belakangku. Tentu saja wajah Indun tambah memerah, walaupun tetap saja penis kecilnya tegak berdiri. Kesal juga aku sama suamiku. Udah gak menolonng malah mentertawakan anak ingusan itu.

“Huh, Mas mbok jangan godain dia, mbok tolongin nih, angkat dia” “Lha dia khan sudah berdiri, ya tho Ndun? Wakakak” kata suamiku. Aku sungguh tidak tega lihat muka anak itu. Merah padam karena malu. Aku lalu berdiri mengangkang di depan anak itu, dan memegang dua tangannya untuk menariknya berdiri. Berat juga badannya. Kutarik kuat-kuat, akhirnya dia terangkat. Tapi baru setengah jalan, mungkin karena dia masih gemetar dan aku juga kurang kuat, tiba-tiba justru aku yang jatuh menimpanya. Ohhh… aku berusaha untuk menahan badanku agar tidak menindih anak itu, tapi tanganku malah menekan dada Indun dan membuatnya jatuh terlentang sekali lagi. Bahkan kali ini, aku ikut jatuh terduduk di pangkuannya. Dan…. ohhhh. Sleppp…. terasa sesuatu menggesek bibir vaginaku.

“Waa…!” aku tersentak dan sesaat bingung apa yang terjadi, begitu juga dengan Indun, wajahnya nampak sangat ketakutan. “Aduuuhhh!” teriakku. Sementara suamiku justru tertawa melihat kami jatuh lagi. Tiba-tiba aku sadar benda apa yang bergesekan dengan vaginaku, penis kecil si Indun! Penis itu menggesek wilayah sensitifku disamping karena vaginaku masih basah oleh persetubuhanku dengan suamiku, juga karena aku tidak mengenakan apa-apa di balik daster pendekku. “Ohhhhh…. apa yang terjadi?” Pikirku. Mungkin juga karena penis Indun yang masih imut dan lobang vaginaku yang biasa digagahi penis besar suami, jadinya sangat mudah diselipin batang kecil itu. “Ohhh.. Masss???” desisku pada suamiku. Kali ini suamiku berhenti tertawa dan agak kaget. “Napa, say?” tanyanya heran. Kami bertiga sama-sama kaget, suamiku nampaknya juga menyadari apa yang terjadi. Dia mendekati kami, dan melihat bahwa kelamin kami saling bersentuhan.

Beberapa saat kami bertiga terdiam bingung dengan apa yang terjadi. Aku merasakan penis Indun berdenyut-denyut. Lobangku juga segera meresponnya, mengingat rasa tanggung setelah persetubuhanku dengan suamiku yang tertunda. Aku mencoba bangkit, tapi entah kenapa, kakiku jadi gemetar dan kembali selangkanganku menekan tubuh si Indun. Tentu saja penisnya melesak ke lobangku. Ohhh… aku merasakan sensasi yang biasa kutemui kala sedang bersetubuh. “Ohhh…” desisku. Indun terpekik tertahan. Wajahnya memerah. Tapi aku merasakan pantatnya sedikit dinaikkan merespon selangkanganku. Slepppp… kembali penis itu menusuk dalam lobangku. Yang mengherankan suamiku diam saja, entah karena dia kaget atau apa. Hanya aku lihat wajahnya ikut memerah dan sedikit membuka mulutnya, mungkin bingung juga untuk bereaksi dengan situasi aneh ini. Aku diam saja menahan napas sambil menguatkan tanganku yang menahan tubuhku.

Tanganku berada di sisi kanan dan kiri si Indun. Sementara Indun dengan wajah merah padam menatap mukaku dengan panik. Agak mangkel juga aku lihat mukanya, panik, takut, tapi kok penisnya tetap tegang di dalam vaginaku. Dasar anak mesum, pikirku. Tapi aneh juga, aku justru merasakan sensasi yang aneh dengan adanya penis anak yang sudah kuanggap saudaraku sendiri itu dalam vaginaku. Agak kasihan juga lihat mukanya, dan juga muncul rasa sayang. Pikirku, kasihan juga anak ini, dia sangat bernafsu mengintip kami, dan juga apalagi yang dikawatirkan, karena penisnya sudah terlanjur dalam vaginaku. Aku melirik suamiku sambil tetap duduk di pangkuan si Indun. Suamiku tetap diam saja. Agak kesal juga aku lihat respon mas Prasojo. Tiba-tiba pikiran nakal menyelimuti. Kenapa tidak kuteruskan saja persetubuhanku dengan Indun, toh penisnya sudah menancap di vaginaku. Apalagi kalau lihat muka hornynya yang sudah di ubun-ubun, kasihan lihat Indun kalau tidak diteruskan.

Dengan nekat aku kembali menekan pantatku ke depan. Vaginaku meremas penis Indun di dalam. Merasakan remasan itu, Indun terpekik kaget. Suamiku mendengus kaget juga. “Dik, aaa…paaaa yang kaulakukan?” kata suamiku gagap. Aku diam saja, hanya saja aku mulai menggoyang pantatku maju mundur. Suamiku melongo sekarang. Wajahnya mendekat melihat mukaku setengah tak percaya. Indun tidak berani lihat suamiku. Dia menatap wajahku keheranan dan penuh nafsu. “Mas… aku teruskan saja ya, kasihan si Indun. Apalagi khan sudah terlanjur masuk, toh sama saja…” bisikku berani ke suamiku. Aku tak bisa lagi menduga perasaan suamiku. Kecelakaan ini benar-benar di luar perkiraan kami semua. Tapi suamiku memegang pundakku, yang kupikir mengijinkan kejadian ini. Entah apa yang ada di pikiranku, aku tiba-tiba sangat ingin menuntaskan nafsu si Indun.

Si Indun mengerang-erang sambil terbaring di rerumputan halaman rumah kami. Kembali aku memaju-mundurkan pantatku sambil meremas-remas penis kecil itu di dalam lobangku. Remasanku selalu bikin suamiku tak tahan, karena aku rajin ikut senam. Apalagi ini si Indun, anak ingusan yang tidak berpengalaman. Tiba-tiba, karena sensasi yang aneh ini, aku merasakan orgasme di dalam vaginaku. Jarang aku orgasme secepat itu. Aku merintih dan mengerang sambil memegang erat lengan suamiku. Banjir mengalir dalam lobangku. Otomatis remasan dalam vaginaku menguat, dan penis kecil si Indun dijepit dengan luar biasa. Indun meringis dan mengerang. Pantatnya melengkung naik, dann…. croottttttttt……….. Cairan panas itu membanjiri rahimku. Aku seperti hilang kendali, semua tiba-tiba gelap dan aku diserbu oleh badai kenikmatan… “Ohhhhhhhhhh…” Aku lalu terkulai sambil menunduk menahan tubuhku dengan kedua tanganku. Nafasku terengah-engah tidak karuan. Sejenak aku diam tak tahu harus bagaimana.

Aku dan suamiku saling berpandangan. “Dik… Indun gak pakai kondom ..?” suamiku terbata-bata. Kami sama-sama kaget menyadari bahwa percintaan itu tanpa pengaman sama sekali, dan aku telah menerima banyak sekali sperma dalam rahimku, sperma si anak ingusan. Ohhh… tiba-tiba aku sadar akan resiko dari persetubuhan ini. Aku dalam masa subur, dan sangat bisa jadi aku bakalan mengandung anak dari Indun, bocah SMP yang masih ingusan. Pelan-pelan aku berdiri dan mencabut penis Indun dari vaginaku. Penis itu masih setengah berdiri, dan berkilat basah oleh cairan kami berdua. Aku dan suamiku mengehela nafas. Cepat cepat aku memperbaiki dasterku. Dengan gugup, Indun juga menaikkan celananya dan duduk ketakutan di rerumputan. “Maa.. ma’af, Bu..” akhirnya keluar juga suaranya. Aku menatap Indun dengan wajah seramah mungkin. Suamiku yang akhirnya pegang peranan.

“Sudahlah, Ndun. Sana kamu pulang, mandi dan cuci-cuci!” perintahnya tegas. “Iya, om. Ma.. maaf ya Om” kata Indun sambil menunduk. Segera dia meluncur pergi lewat halaman samping. “Masuk!” suamiku melihat ke arahku dengan suara agak keras. Gemetar juga aku mendengar suamiku yang biasanya halus dan mesra padaku. Aduuh, apa yang akan terjadi?bKami berdua masuk ke rumah, aku tercekat tidak bisa mengatakan apa-apa. Tiba-tiba pikiran-pikiran buruk menderaku, jangan-jangan suamiku tak memaafkanku. Ohhh apa yang bisa kulakukan. Di dalam kamar tangisanku pecah. Aku tak berani menatap suamiku. Selama ini aku adalah istri yang setia dan bahagia bersama suamiku, tapi malam ini… tiba-tiba aku merasa sangat kotor dan hina. Agak lama suamiku membiarkanku menangis. Pada akhirnya dia mengelus pundakku. “Sudahlah bu, ini khan kecelakaan.” Hatiku sangat lega. Aku menatap suamiku, dan mencium bibirnya.

Tiba-tiba aku menjadi sangat takut kehilangan dia. Kami berpelukan lama sekali. “Tapi mas… kalau aku…… hamil gimana?” tanyaku memberanikan diri. “Ah.. mana mungkin, dia khan masih ingusan. Dan kalau pun Dik Idah hamil khan gak papa, si Sangga juga sudah siap kalau punya adik lagi”, sanggah suamiku. Jawaban itu sedikit menenangkan hatiku. Akhirnya kami bercinta lagi. Kurasakan suamiku begitu mengebu-gebu mengerjaiku. Apa yang ada di pikirannya, aku tak tahu, padahal dia barusan saja melihat istrinya disetubuhi anak muda. Sampai-sampai aku kelelehan melayani suamiku. Pada orgasme yang ketiga aku menyerah. “Mas, keluarin di mulutku saja ya… aku tak kuat lagi” bisikku pada orgasme ketigaku ketika kami dalam posisi doggystye. Suamiku mengeluarkan penisnya dan menyorongkannya ke mulutku. Sambil terbaring aku menyedot-nyedot penis besar itu. Sekitar setengah jam kemudian, mulutku penuh dengan sperma suamiku.

Dengan penuh kasih sayang, aku menelan semua cairan kental itu. ################### Hari-hari selanjutnya berlalu dengan biasa. Aku dan suamiku tetap dengan kemesraan yang sama. Kami seolah-olah melupakan kejadian malam itu. Hanya saja, Indun belum berani main ke rumah. Agak kangen juga kami dengan anak itu. Sebenarnya rumah kami dekat dengan rumah Indun, tapi aku juga belum berani untuk melihat keadaan anak itu. Hanya saja aku masih sering ketemu ibunya, dan sering iseng-iseng nanya keadaan Indun. Katanya sih dia baik-baik saja hanya sekarang lagi sibuk persiapan mau naik kelas 3 SMP. Seminggu sebelum bulan puasa, Indun datang ke rumah mengantarkan selamatan keluarganya. Wajahnya masih kelihatan malu-malu ketemu aku. Aku sendiri dengan riang menemuinya di depan rumah. “Hai Ndun, kok kamu jarang main ke rumah?” tanyaku. “Eh, iya bu. Gak papa kok Bu”, jawabnya sambil tersipu. “Bilang ke mamamu, makasih ya” “Iya bu”, jawab Indun dengan canggung. Dia bahkan tak berani menatap wajahku.

Entah kenapa aku merasa kangen sekali sama anak itu. Padahal dia jelas masih anak ingusan, dan bukan type-type anak SMP yang populer dan gagah kayak yang jago-jago main basket. Jelas si Indun tidak terlalu gagah, tapi ukuran sedang untuk anak SMP. Hanya badannya memang tinggi. “Ayo masuk dulu. Aku buatin minum ya” ajakku. Indun tampak masih agak malu dan takut untuk masuk rumah kami. Siang itu suamiku masih dinas ke Kulonprogo. Anak-anak juga tidak ada yang di rumah. Kami bercakap-cakap sebentar tentang sekolahnya dan sebagainya. Sekali-kali aku merasa Indun melirik ke badanku. Wah, gak tahu kenapa, aku merasa senang juga diperhatiin sama anak itu badanku. Waktu itu aku mengenakan kaos agak ketat karena barusan ikut kelas yoga bersama ibu-ibu Candra Kirana. Tentunya dadaku terlihat sangat menonjol. Akhirnya tidak begitu lama, Indun pamit pulang. Dia kelihatan lega sikapku padanya tidak berubah setelah kejadian malam itu. Hingga pada bulan selanjutnya aku tiba-tiba gelisah.

Sudah hampir lewat dua minggu aku belum datang bulan. Tentu saja kejadian waktu itu membuatku bertambah panik. Gimana kalau benar-benar jadi? Aku belum berani bilang pada Mas Prasojo. Untuk melakukan test saja aku sangat takut. Takutnya kalau positif. Hingga pada suatu pagi aku melakukan test kehamilan di kamar mandi. Dan, deg! Hatiku seperti mau copot. Lembaran kecil itu menunjukkan kalau aku positif hamil!!! Oh Tuhan! Aku benar-benar kaget dan tak percaya. Jelas ini bukan anak suamiku. Kami selalu bercinta dengan aman. Dan jelas sesuai dengan waktu kejadian, ini adalah anak Indun, si anak SMP yang belum cukup umur. Aku benar-benar bingung. Seharian aku tidak dapat berkonsentrasi. Pikiranku berkecamuk tidak karuan. Bukan saja karena aku tidak siap untuk punya anak lagi, tapi juga bagaimana reaksi suamiku, bahwa aku hamil dari laki-laki lain. Itulah yang paling membuatku bingung. Hari itu aku belum berani untuk memberi tahu suamiku.

Dua hari berikutnya, justru suamiku yang merasakan perbedaan sikapku. “Dik Lani, ada apa? Kok sepertinya kurang sehat?” tanyanya penuh perhatian. Waktu itu kami sedang tidur bedua. Aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Yang kulakukan hanya memeluk suamiku erat-erat. Suamiku membalas pelukanku. “Ada apa sayang?” tanyanya. Badan kekarnya memelukku mesra. Aku selalu merasa tenang dalam pelukan laki-laki perkasa itu. Aku tidak berani menjawab. Suamiku memegang mukaku, dan menghadapkan ke mukanya. Sepertinya dia menyadari apa yang terjadi. Sambil menatap mataku, dia bertanya, “benarkah?” Aku mengangguk pelan sambil menagis, “aku hamil, mas…” Jelas suamiku juga kaget. Dia diam saja sambil tetap memelukku. Lalu dia menjawab singkat’ “besok kita ke dokter Merlin”. Aku mengangguk, lalu kami saling berpelukan sampai pagi tiba. Hari selanjut sore-sore kami berdua menemui dokter Merlin.

Setelah dilakukan test, dokter cantik itu memberi selamat pada kami berdua. “Selamat, Pak dan Bu Prasojo. Anda akan mendapatkan anak ketiga”, kata dokter itu riang. Kami mengucapkan terimakasih atas ucapan itu, dan sepanjang jalan pulang tidak berkata sepatah kata pun. Setelah itu, suamiku tidak menyinggung masalah itu, bahkan dia memberi tahu pada anak-anak kalau mereka akan punya adik baru. Anak-anak ternyata senang juga, karena sudah lama tidak ada anak kecil di rumah. Bagi mereka, adik kecil akan menyemarakkan rumah yang sekarang sudah tidak lagi ada suara anak kecilnya. Malamnya, setelah tahu aku hamil, suamiku justru menyetubuhiku dengan ganas. Aku tidak tahu apakah dia ingin agar anak itu gugur atau karena dia merasa sangat bernafsu padaku. Yang jelas aku menyambutnya dengan tak kalah bernafsu. Bahkan kami baru tidur menjelang jam 3 dini hari setelah sepanjang malam kami bergelut di kasur kami.

Aku tidak tahu lagi bagaimana wujud mukaku malam itu, karena sepanjang malam mulutku disodok-sodok penis suamiku, dan dipenuhi oleh muncratan spermanya yang sampai tiga kali membasahi muka dan mulutku. Aku hampir tidak bisa bangun pagi harinya, karena seluruh tubuhku seperti remuk dikerjain suamiku. Untungnya esok harinya hari libur, jadi aku tidak harus buru-buru menyiapkan sekolah anak-anak. Hari-hari selanjutnya berlalu dengan luar biasa. Suamiku bertambah hot setiap malam. Aku juga selalu merasa horny. Wah, beruntung juga kalau semua ibu-ibu ngidamnya penis suami seperti kehamilanku kali ini. Hamil kali ini betul-betul beda dengan kehamilanku sebelumnya, yang biasanya pakai ngidam gak karuan. Hamil kali ini justru aku merasa sangat santai dan bernafsu birahi tinggi. Setiap malam vaginaku terasa senut-senut, ada atau tak ada suamiku. Kalau pas ada enak, aku tinggal naik dan goyang-goyang pinggang. Kalau pas gak ada aku yang sering kebingungan, dan mencari-cari di internet film-film porno.

Sudah itu pasti aku mainin pakai pisang, yang jadi langgananku di pasar setiap pagi, hehehe. Yang jadi masalah, adalah perlukah aku memberi tahu si Indun bahwa aku hamil dari benihnya? Aku tidak berani bertanya pada suamiku. Dia mendukung kehamilanku saja sudah sangat membahagiakanku. Aku menjadi bahagia dengan kehamilan ini. Di luar dugaanku, ternyata kami sekeluarga sudah siap menyambut anggota baru keluarga kami. Itulah hal yang sangat aku syukuri. Pas bulan puasa, tiba-tiba suamiku melakukan sesuatu yang mengherankanku. Dia mengajak Indun untuk membantu bersih-bersih rumah kami. Tentu saja aku senang, karena suamiku sudah bisa menerima kejadian waktu itu. Aku senang melihat mereka berdua bergotong-royong membersihkan halaman dan rumah. Indun dan Mas Prasojo nampak sudah bersikap biasa sebagaimana sebelum kejadian malam itu. Bahkan sesekali Indun kembali menginap di gazebo kami, karena kami merasa sepi juga tanpa kehadiran anak-anak.

Si Rika semakin sibuk dengan urusan kampusnya, sementara si Sangga hanya pada malam hari saja menunjukkan mukanya di rumah. Semenjak itu, suasana di rumah kami menjadi kembali seperti sediakala. Tetap saja gazebo depan rumah sering ramai dikunjungi orang. Cuma sekarang Indun tidak pernah lagi menginap di sana. Mungkin karena hampir ujian, jadi dia harus banyak belajar di rumah. Beberapa bulan kemudian, tubuhku mulai berubah. Perutku mulai terlihat membuncit. Kedua payudara membesar. Memang kalau hamil, aku selalu mengalami pembengkakan pada kedua payudaraku. Hormonku membuatku selalu bernafsu. Mas Prasojo pun seolah-olah ikut mengalami perubahan hormon. Nafsu seksnya semakin menggebu melihat perubahan di tubuhku. Kalau pas di rumah, setiap malam kami bertempur habis-habisan. Gawatnya, payudaraku yang memang sebelumnya sudah besar menjadi bertambah besar.

Semua bra yang kucoba sudah tidak muat lagi, padahal bra yang kupakai adalah ukuran terbesar yang ada di toko. Kata yang jual, aku harus pesan dulu untuk membeli bra yang pas di ukuran dadaku sekarang. Akhirnya aku nekat kalau di rumah jarang memakai bra. Kecuali kalau keluar, itupun aku menjadi tersiksa karena pembengkakan payudaraku. Aku menjadi seperti mesin seks. Dadaku besar, dan pantatku membusung. Seolah tak pernah puas dengan bercinta setiap malam. Suamiku mengimbangiku dengan nafsunya yang juga bertambah besar. Indun akhirnya tahu juga kehamilanku. Dia sering curi-curi pandang melihat perutku yang mulai membuncit. Aku tidak tahu, apakah dia sadar, kalau anak dalam kandunganku adalah hasil dari perbuatannya. Yang jelas, Indun menjadi sangat perhatian padaku. Setiap sore dia ke rumah untuk membantu apa saja. Bahkan di malam hari pun dia masih di rumah sambil sekali-kali meneruskan program mengaji anak-anakku. Pada suatu malam, Mas Prasojo harus pergi dinas ke luar kota.

Malam itu kami membiarkan Indun sampai malam di rumah kami, sambil menjaga menjaga rumah. Aku harus ikut pengajian dengan ibu-ibu kampung. Jam setengah 10 malam aku baru pulang. Sampai di rumah, aku lihat Indun masih mengerjakan tugas sekolahnya di ruang tamu. “Ndun, Sangga sudah pulang?” tanyaku sambil menaruh payung, karena malam itu hujan cukup deras. “Belum, Bu” Aku lalu menelpon anak itu. Ternyata dia sedang mengerjakan tugas di rumah temannya. Aku percaya dengan Sangga, karena anak itu tidak seperti anak-anak yang suka hura-hura. Dia tipe anak yang sangat serius dalam belajar. Apalagi sekolahnya adalah sekolah teladan di kota kami. Jadi kubiarkan saja dia menginap di rumah temannya itu. Aku lalu berkata ke Indun, “Kamu nginap sini aja ya, aku takut nih, hujan deres banget dan Mas Prasojo gak pulang malam ini”. Memang aku selalu gak enak hati kalau cuaca buruk tanpa mas Prasojo.

Takutnya kalau ada angin besar dan lampu mati. Apalagi kami sudah tidak ada lagi masalah dengan kejadian waktu itu. “Iya bu, sekalian aku ngerjain tugas di sini”, jawab Indun. Aku melepas kerudungku dan duduk di depan tivi di ruang keluarga. Agak malas juga aku ganti daster, dan juga ada si Indun, gak enak kalau dia nanti keingat kejadian dulu. Sambil masih tetap pakai baju muslim panjang aku menyelonjorkan kakiku di sofa, sementara si Indun masih sibuk mengerjakan kalukulus di ruang tamu. Bajuku baju panjang terusan. Agak gerah juga karena baju panjang itu, akhirnya aku masuk kamar dan melepas bra yang menyiksa payudara bengkakku. Aku juga melepas cd ku karena lembab yang luar biasa di celah vaginaku. Maklum ibu hamil. Kalau kalian lihat aku malam itu mungkin kalian juga bakalan nafsu deh, soalnya walaupun pakai baju panjang, tapi seluruh lekuk tubuhku pada keliatan, karena pantat dan payudaraku membesar.

Acara tivi gak ada yang menarik. Akhirnya aku ingat untuk membuatkan Indun minuman. Sambil membawa kopi ke ruang tamu aku duduk menemani anak itu. “Wah, makasih , Bu. Kok repot-repot” katanya sungkan. “Gak papa, kok” Aku duduk di depannya sambil tak sengaja mengelus perutku. Indun malu-malu melihat perutku. “Bu, udah berapa bulan ya?” tanyanya kemudian, sambil meletakkan penanya. “Menurutmu berapa bulan? Masak nggak tahu?” tanyaku iseng menggodanya. Tiba-tiba mukanya memerah. Indun lalu menunduk malu. “Ya nggak tahu bu… Kok saya bisa tahu darimana?” jawabnya tersipu. Tiba-tiba aku sangat ingin memberi tahunya, kabar gembira yang sewajarnya juga dirasakan oleh bapak kandung dari anak dalam kandunganku. Dengan santai aku menjawab, “Lha bapaknya masak gak tahu umur anaknya?” Indun kaget, gak menyangka aku akan menjawab sejelas itu. Dia jelas gelagapan. Hehehe. Apa yang kau harap dari seorang anak ingusan yang tiba-tiba akan menjadi bapak. Wajahnya melongo melihatku takut-takut.

Dia tidak tahu akan menjawab apa. Aku jadi tambah ingin menggodanya. “Kamu sih, bapak yang gak bertanggung jawab. Sudah menghamili pura-pura tidak tahu lagi”, kataku sambil melirik menggodanya. Aku mengelus-elus perutku. Geli juga lihat wajah Indun saat itu. Antara kaget dan bingung serta perasaan-perasaan yang tidak dimengertinya. “Aku… eeeee… maaf Bu… aku tidak tahu…” Indun menyeka keringat dingin di dahinya. “Memangnya kamu tidak suka anak dalam perutku ini anakmu?” tanyaku. “Eh… aku suka banget Bu.. Aku seneng…” Indun benar-benar kalut. “Ya udah, kalau benar-benar seneng, sini kamu rasakan gerakannya” kataku manja sambil mengelus perutku. “Boleh Bu? Aku pegang..?” tanyanya kawatir. “Ya, sini, kamu rasakan aja. Biar kalian dekat” perutku terlihat sangat membuncit karena baju muslim yang kupakai hampir tidak muat menyembunyikan bengkaknya. Indun bergeser dan duduk di sebelahku.

Matanya menunduk melihat ke perutku. Takut-takut tangannya menuju ke perutku. Dengan tenang kupegang tangan itu dan kudaratkan ke bukit di perutku. Sebenarnya aku berbohong, karena umur begitu gerakan bayi belum terasa, tapi Indun mana tahu. Dengan hati-hati dia meletakkan telapaknya di perutku. “Maaf ya bu”, ijinnya. Aku membiarkan telapaknya menempel ketat di perutku. Dia diam seolah-olah mencoba mendengar apa yang ada di dalam rahimku. Aku merasa senang sekali karena biar bagaimanapun anak ingusan ini adalah bapak dari anak dalam kandunganku. “Kamu suka punya anak?” tanyaku. “Aku suka sekali, Bu, punya anak dari Ibu. Ohh.. Bu. Maafkan saya ya Bu” jawab Indun hampir tak kedengaran. Tangannya gemetar di atas perutku. Indun terlihat sangat kebingungan, tak tahu harus berbuat apa. Aku juga ikut bingung, dengan perasaan campur aduk. Antara bahagia, bingung, geli, dan macam-macam rasa gak jelas.

Tiba-tiba dadaku berdebar-debar menatap anak muda itu. Anak itu sendiri masih takut-takut melihat mukaku. Kami berdua tiba-tiba terdiam tanpa tahu harus melakukan apa. Tangan Indun terdiam di atas perutku. “Ndun, kamu gimana perasaanmu lihat ibu-ibu yang lagi bengkak-bengkak kayak aku?” tanyaku memecah kesunyian. “Saya suka sekali sama Ibu……” jawabnya. “Kenapa?” “Ibu cantik..” jawabnya dengan muka memerah. “Ihh.. cantik dari mana? Aku khan udah tua dan lagian sekarang badanku kayak gini..” jawabku. Indun mengangkat wajahnya pelan menatapku, malu-malu. “Gak kok, Ibu tetep cantik banget…” jawabnya pelan. Tangannya mulai mengelus-elus perutku. Aku merasa geli, yang tiba-tiba jadi sedikit horny. Apalagi tadi malam Mas Prasojo belum sempat menyetubuhiku. “Kok waktu itu kamu tegang ngintip aku sama Mas Prasojo?” tanyaku manja. Mukaku memerah. Aku benar-benar bernafsu. Aneh juga, anak kecil ini pun sekarang membuatku pengen disetubuhi. Apa yang salah dengan tubuhku? “Aku nafsu lihat badan Ibu…” kali ini Indun menatap wajahku.

Mukanya merah. Jelas dia bernafsu. Aku tahu banget muka laki-laki yang nafsu lihat aku. “Kalau sekarang? Masa masih nafsu juga, aku khan sudah membukit kayak gini..” Indun belingsatan. “Sekarang iya..” jawabnya sambil membetulkan celananya. “Idiiih…. Mana coba lihat?” godaku. Indun makin berani. Tangannya gemetar membuka celananya. Dari dalam celananya tersembul keluar sebatang penis jauh lebih kecil dari punya suamiku. Yang jelas, penis itu sudah sangat tegang. “Wah, kok sudah tegang banget. Pengen nengok anakmu ya?” godaku. Indun sudah menurunkan semua celananya. Tapi dia tidak tahu harus melakukan apa. Lucu lihat batang kecil itu tegak menantang. Aku sudah sangat horny. Vaginaku sudah mulai basah. Tak tahu kenapa bisa senafsu itu dekat dengan anak SMP ini. Dengan gemes, aku pegang penis Indun. “Mau dimasukin lagi?” tanyaku gemetar. “Iya bu.. Mau banget” Tanpa menunggu lagi aku menaikkan baju panjangku dan mengangkangkan kakiku. Segera vaginaku terpampang jelas di depan Indun.

Rambut hitam vaginaku serasa sangat kontras dengan kulit putihku. Segera kubimbing penis anak itu ke dalam lobang vaginaku. Indun mengerang pelan, matanya terbeliak melihat penisnya pelan-pelan masuk ditelan vaginaku. “Ohhhh…… Buuu…..” desisnya. Bless, segera penis itu masuk seluruhnya dalam lobang vaginaku. Aku sendiri merasakan kenikmatan yang aneh. Entah kenapa, aku sangat ingin mengisi lobangku dengan batang itu. “Diemin dulu di dalam sebentar, biar kamu gak cepat keluar”, perintahku. “Iiiiiyaaa, Bu..” erangnya. Indun mendongakkan kepalanya menahan kenikmatan yang luar biasa baginya. Sengaja pelan-pelan kuremas penis itu dengan vaginaku, sambil kulihat reaksinya. “Ohhh…” Indun mengerang sambil mendongak ke atas. Kubiarkan dia merasakan sensasi itu. Pelan-pelan tanganku meremas pantatnya. Indun menunduk menatap wajahku di bawahnya. Pelan-pelan dia mulai bisa mengendalikan dirinya. Tampak nafasnya mulai agak teratur. Kupegang leher anak itu, dan kuturunkan mukanya.

Muka kami semakin berdekatan. Bibirku lalu mencium bibirnya. Kamu berdua melenguh, lalu saling mengulum dan bermain lidah. Tangannya meremas dadaku. Aku merasakan kenikmatan yang tiada tara. Segera kuangkat sedikit pantatku untuk merasakan seluruh batang itu semakin ambles ke dalam vaginaku. “Ndun, ayo gerakin maju mundur pelan-pelan..” perintahku. Indun mulai memaju mundurkan pantatnya. Penisnya walaupun kecil, kalau sudah keras begitu nikmat sekali dalam vaginaku. Aku mengerang-erang sekarang. Vaginaku sudah basah sekali. Banjir mengalir sampai ke pantatku, bahkan mengenai sofa ruang tamu. Aku mengarahkan tangan Indun untuk meremas-remas payudaraku lagi. Dengan hati-hati dia berusaha tidak mengenai perutku, karena takut kandunganku. Ohhh… aku sudah sangat nafsuu… sekitar 15 menit Indun memaju mundurkan pantatnya. Tidak mengira dia sekarang sekuat itu. Mungkin dulu dia panik dan belum terbiasa.

Aku tiba-tiba merasakan orgasme yang luar biasa. “Ohhhh…” teriakku. Tubuhku melengkung ke atas. Indun terdiam dengan tetap menancapkan penisnya dalam lobangku. “Aku sampai, Ndunnnn……” aku terengah-engah. Sambil tetap membiarkan penisnya di dalam vaginaku, aku memeluk ABG itu. Badannya penuh keringat. Kami terdiam selama berepa menit sambil berpelukan. Penis Indun masih keras dan tegang di dalam vaginaku. “Ndun, pindah kamar yuk”, ajakku. Indun mengangguk. Dicabutnya penisnya dan berdiri di depanku. Aku ikut berdiri gemetar karena dampak orgasme yang mengebu barusan. Kemudian aku membimbing tangan anak itu membawanya ke kamarku. Di kamar aku meminta dia melepaskan bajuku, karena agak repot melepas baju ini. Di depan pemuda itu aku kini telanjang bulat. Indun juga melepas bajunya. Sekarang kami berdua telanjang dan saling berpelukan. Aku lihat penisnya masih tegak mengacung ke atas. Aku rebahkan pemuda itu di kasurku. Lalu aku naik ke atas dan kembali memasukkan penisnya ke vaginaku.

Kali ini aku yang menggenjotnya maju mundur. Tangan Indun meremas-remas susuku. Ohh, nikmat sekali. Penis kecil itu benar-benar hebat. Dia berdiri tegak terus tanpa mengendor seidkit pun. Aku sengaja memutar-mutar pantatku supaya penis itu cepat muncrat. Tapi tetap saja posisinya sama. Aku kembali orgasme, bahkan sampai dua kali lagi. Orgasme ketiga aku sudah kelelahan yang luar biasa. Aku peluk pemuda itu dan kupegang penisnya yang masih tegak mengacung. Kami berpelukan di tengah ranjang yang biasa kupakai bercinta dengan suamiku. “Aduuuh, Ndun.. kamu kuat juga ya. Kamu masih belum keluar ya?” “Gak papa Bu…” jawabnya pelan. Tiba-tiba aku punya ide untuk membantu Indun. Kuraih batang kecil itu dan kembali kumasukkan dalam vaginaku. Kali ini kami saling berpelukan sambil berbaring bersisian. “Ndun, Ibu udah lelah banget. Batangmu dibiarin aja ya di dalam, sampai kamu keluar…” bisikku. Indun mengangguk.

Kami kembali berpelukan bagai sepasang kekasih. Vaginaku berkedut-kedut menerima batang itu. Kubiarkan banjir mengalir membasahi vaginaku, Indun juga membiarkan penisnya tersimpan rapi dalam vaginaku. Karena kelelahan aku tertidur dengan penis dalam vaginaku. Gak tahu berapa jam aku tertidur dengan penis masih dalam vaginaku, ketika jam 1 malam tiba hpku menerima sms. Aku terbangun dan melihat Indun masih menatap wajahku sambil membiarkan penisnya diam dalam lobangku. “Aduh, Ndun. Kamu belum bisa bobok? Aduuuh, soriiii ya…” kataku sambil meremas penisnya dengan vaginaku. “Gak papa kok, Bu. Aku seneng banget di dalam..” kata Indun. Tanpa merubah posisi aku meraih hpku di meja samping ranjang. Kubuka sms, ternyata dari Mas Prasojo: “Hai Say, udah bobok? Kalau blum aku pengen telp”.

Aku segera balas: “Baru terbangn, telp aja, kangen” Segera setelah kubalas sms, Mas Prasojo menelponku. Aku menerima telepon sambil berbaring dan membiarkan penis Indun di dalam vaginaku. “Hei… Sorii ganggu, udah bobok apa?” tanyanya. “Gak papa Mas, kangen. Kapan jadinya balik?” tanyaku. “Lusa, Dik, ini aku masih di jalan. Lagi ada pembekalan masyarakat. Gimana anak-anak?” “Hmmm…. “ aku agak menggeliat. Indun memajukan pantatnya, takut lepas penisnya dari lobangku. Aku meletakkan jariku di bibirnya, agar dia tak bersuara. Indun mengangguk sambil tersenyum. “Baik, mereka oke-oke saja kok. Udah pada makan dan bobok nyenyak dari jam 9 tadi. Aku kangen mas…” “Sama.. Pengen nih” kata suamiku. “Sini, mau di mulut apa di bawah?” tanyaku nakal. “Mana aja deh” “Nih, pakai mulutku aja, udah lama gak dikasih. Udah gatel, hihih…” godaku. “Aduuh Dik. Aku lagi di kampung sepi.

Malah jadi kangen sama kamu. Gimana hayooo?” rengek suamiku. Kami memang biasa saling terbuka soal kebutuhan seks kami. “Kocok aja Mas, aku juga mau” kataku manja. Kemudian aku menggeser Indun agar menindih di atas tubuhku. Sambil tanganku menutup hp, aku berbisik ke Indun, “Sekarang kamu genjot aku sekencang-kencangnya sampai keluar, ya. Sekuat-kuatnya”. Indun mengangguk. Aku menjawab telepon suamiku, “Ayo, mas, buka celananya..” Aku mengambil cdku di sampingku, lalu kujejalkan ke mulut Indun. Indun tahu maksudku agar dia tidak bersuara. “Oke, Dik. Aku sudah menghunus rudalku..” Sambil menjawab mesra aku menekan pantat Indun agar segera memaju mundurkan penisnya dalam vaginaku. Indun segera membalasnya, dan mulai menggenjotku. Aku menyuruhnya untuk menurunkan kakinya ke samping ranjang sehingga perutku tidak tertindih badannya.

Sementara aku mengangkang dengan dua kakiku terangkat ke samping kiri dan kanan badan laki-laki abg itu. Ohhh, ya Tuhan. Bagai kesetanan, Indun menggenjotku seperti yang kuperintahkan. Aku mengerang-erang, begitu juga suamiku. “Mas, aku masturbasi kesetanan ini….. Pengen banget…. Kamu kocok kuat-kuat yaaa….. Ahhhhh” “Iyyyyaaaa… Ooohhh, untung aku bawa cdmu, buat ngocok nihh…. Ohhhhh” erang suamiku. Tak kalah hebatnya, Indun menggasak lobangku dengan tanpa kompromi. Badan kurusnya maju mundur secepat bor listrik. Aku mengerang-erang tidak karuan. Suara lobangku berdecit-decit karena banjir dan gesekan dengan penis Indun. Benar-benar gila malam ini. Aku sudah tidak ingat lagi berapa lama aku digenjot Indun. Suaraku penuh nafsu bertukar kata-kata mesra dengan suamiku. Indun seolah-olah tak pernah lelah. Tubuhnya sudah banjir keringat. Stamina mudanya benar-benar membanggakan.
Keringat juga membanjiri tubuhku. Sementara suara suamiku juga meraung-raung kenikmatan, semoga kamar dia di perjalan dinas itu kamar yang kedap suara. Beberapa saat kemudian aku kehabisan tenaga. Kuminta Indun untuk berhenti sejenak. Pemuda itu nampak terengah-engah sehabis menggenjotku habis-habisan. Setelah itu kami melanjutkan permainan kami. Indun dengan kuatnya menggenjotku habis-habisan. Aku tak tahu lagi apa yang kecerecaukan di telepon, tapi nampaknya suamiku juga sama saja. Beberapa saat kemudian aku dan suamiku sama-sama berteriak, kami sama-sama keluar. Aku terengah-engah mengatur nafasku. Lalu suamiku memberi salam mesra dan ciuman jarak jauh. Kami betul-betul terpuaskan malam ini. Setelah ngobrol-ngobrol singkat, suamiku menutup teleponnya. Di kamarku, Indun masih menggenjotku pelan-pelan. Dia belum keluar rupanya. Wah, gila.

Aku kawatir jepitanku mungkin sudah tidak mempan buat penisnya yang masih tumbuh. Kubiarkan penis pemuda itu mengobok-obok vaginaku. Tiba-tiba kudorong Indun, sehingga lepas penis dari lobangku. “Ohhh”, lenguhnya kecewa. Lalu aku tarik dia naik ke tempat tidur, dan aku segera menungging di depannya. Indun tahu maksudku. Dia segera mengarahkan penisnya ke vaginaku. Tapi segera kupegang penis itu dan kuarahkan ke lobang yang lain. Pantatku! Mungkin di sanalah penis Indun akan dijepit dengan maksimal, pikirku tanpa pertimbangan. Indun sadar apa yang kulakukan. Disodokkannya penisnya ke lobang pantatku. Tapi lobang itu ternyata masih terlalu kecil bahkan buat penis Indun. Aku berdiri dan menyuruhnya menunggu. Lalu aku turun dan mengambil jelli organik dari dalam rak obat di kamar mandi. Dengan setia Indun menunggu dengan penis yang juga setia mengacung. Jelli itu kuoleskan ke seluruh batang Indun, dan sebagian kuusap-usapkan ke sekitar lobang pantatku.

Kembali aku menunggingkan pantatku. Indun mengarahkan kotolnya kembali dan pelan-pelan lobang itu berhasil di terobosnya. “Ohhhhh…..” desisku. Sensasinya sangat luar biasa. Pelan-pelan batang penis itu menyusup di lobang yang sempit itu. Indun mengerang keras. Setengah perjalanan, penis itu berhenti. Baru separo yang masuk. Indun terengah-engah, begitu juga aku. “Pelan-pelan, Ndun…” bisikku. Indun memegang bongkahan pantatku, dan kembali menyodokkan penisnya ke lobangku. Dan akhirnya seluruh batang itu masuk manis dalam lobang pantatku. “Ohhh, Tuhan…” rasanya sangat luar biasa, antara sakit dan nikmat yang tak terceritakan. Aku mengerang. Kami berdiam beberapa menit, membiarkan lobangku terbiasa dengan batang penis itu. Setelah itu Indun mulai memaju mundukan pinggangnya.

Rasanya luar biasa. Pengalaman baru yang membuatku ketagihan. Beberapa saat kemudian, Indun mengerang-erang keras. Dia memaksakan menggejot pantatku dengan cepat, tapi karena sangat sempit, genjotannya tidak bisa lancar. Kemudian, “ohhhhh…” Indun memuncratkan spermanya dalam pantatku. Crot…Aku tersungkur dan Indun terlentang ke belakang. Muncratannya sebagian mengenai punggungku. Kami sama-sama terengah-engah dan kelelahan yang luar biasa. Aku membalikkan tubuhku dan memeluk Indun yang terkapar tanpa daya. Kami berpelukan dengan telanjang bulat sepanjang malam. ######################## Paginya, aku bangun jam 6 pagi. ABG itu masih ada dalam pelukanku. Oh, Tuhan. Untung aku mengunci kamarku. Mbok Imah tetangga yang biasa bantuin ngurusin anak-anak sudah terdengar suaranya di belakang. Oh..

Apa yang sudah kulakukan tadi malam, aku benar-benar tidak habis pikir. Kalau malam waktu itu benar-benar hanya sebuah kecelakaan. Tapi malam ini, aku dan Indun benar-benar melakukannya dengan penuh kesadaran. Apa yang kulakukan pada anak abg ini? Aku jadi gelisah memikirkannya, aku takut membuat anak ini menjadi anak yang salah jalan. Rasa bersalah itu membuatku merasa bertambah sayang pada anak kecil itu. Kurangkul kembali tubuh kecil itu dan kuciumin pipinya. Tubuh kami masih sama-sama telanjang. Aku lihat si Indun masih nyenyak tidur. Mukanya nampak manis sekali pagi itu. Aku mengecup pipi anak itu dan membangunkannya. “Ndun… Bangun. Kamu sekolah khan?” bisikku. Indun nampak kaget dan segera duduk. “Oh, Bu.. Maaf aku kesiangan…” katanya gugup. “Gak papa Ndun, aku yang salah mengajakmu tadi malam” Kami berpandangan. “Maaf Bu. Aku benar-benar tidak sopan” “Lho, khan bukan kamu yang mengajak kita tidur bersama.

Aku yang salah Ndun” bisikku pelan. Indun menatapku, “Aku sayang sama Ibu…” katanya pelan. “Ndun, kamu punya pacar?” “Belum, bu” “Kamu janji ya jangan cerita-cerita ke siapa-siapa ya soal kita” “Iya bu, gak mungkinlah” “Aku takut kamu rusak karena aku” “Gak kok Bu, aku sayang sama Ibu” “Kamu jangan melakukan ini ke sembarang orang ya” kataku kawatir. “Tidak Bu, aku bukan cowok seperti itu. Tapi kalau sama Ibu, masih boleh ya…” katanya pelan. Tiba-tiba aku sangat ingin memeluk anak itu. “Aku juga sayang kamu Ndun. Sini Ibu peluk” Indun mendekat dan kami berpelukan sambil berdiri. Tangannya merangkul pinggangku, dan aku memegang pantatnya. Kami berpelukan lama dan saling berpandangan. Lalu bibir kami saling berpagutan. Gila, aku benar-benar serasa berpacaran dengan anak kecil itu. Mulut kami saling bergumul dengan panasnya. Aku lihat penis anak itu masih tegak berdiri, mungkin karena efek pagi hari. Tanganku meraih batang itu dan mengocoknya pelan-pelan.

Aku berpikir cepat, karena pagi ini Indun harus sekolah, aku harus segera menuntaskan ketegangan penis itu. Aku segera membalikkan tubuhku dan berpegangan pada meja rias. Sambil melihat Indun lewat cermin aku menyuruhnya. “Ndun, kamu pakai jeli itu lagi. Cepat masukin lagi penismu ke pantat Ibu” Indun buru-buru melumas batangnya. Aku menyorongkan bungkahan pantatku. Dari cermin aku dapat melihat muku dan badanku sendiri. Ohh… agak malu juga aku melihat tubuhku yang mulai membengkak di sana-sini, tapi masih penuh dengan nafsu birahi. “Cepat Ndun, nanti kamu terlambat sekolah”, perintahku. Sambil memeluk perutku, Indun mendorong penisnya masuk ke lobang pantatku. Lobang yang semalam sudah disodok-sodok itu segera menerima batang yang mengeras itu. Segera kami sudah melakukan persetubuhan lagi. Aku dapat melihat adegan seksi itu lewat cermin, di mana mukaku terlihat sangat nafsu dan juga muka Indun yang mengerang-erang di belakangku.

“Ayo, Ndun, sodok yang kuat” “Iyyyaaa.. Bu” “Terusss… Cepat” Sodokan-sodokan Indun semakin cepat. Lobang pantatku semakin elastis menerima batang imut itu. Sungguh kenikmatan yang luar biasa. Tidak berapa lama kemudian kami berdua sama-sama mencapai puncak kenikmatan. Indun membiarkan cairan spermanya meluncur deras dalam pantatku. Kami sama-sama terengah-engah menikmati puncak yang barusan kami daki. “Ohhh…” Sejenak kemudian aku lepaskan pantatku dari penisnya. “Udah Ndun. Sana kamu mandi, pulang. Nanti kamu terlambat lho sekolahnya” kataku sambil tersenyum. Indun mencari-cari pakaiannya. Tiba-tiba kami sadar kalau celana Indun ada di ruang tamu. Aku suruh si Indun nunggu di kamar, dan aku segera berpakaian dan keluar ke ruang tamu. Moga-moga belum ada yang menemukan celana itu. Untungnya celana itu teronggok di bawah sofa dan terselip, sehingga Mbok Imah yang biasanya sibuk dulu menyiapkan sarapan belum sempat membereskan ruang tamu.

Celana itu segera kuambil dan kubawa ke kamar. Si Indun yang tadinya nampak panik berubah tenang. Setelah memakai celananya, Indun kusuruh cepat-cepat keluar ke ruang tamu dan mengambil tas belajarnya yang semalam tergeletak di meja tamu. Setelah itu dia pamit pulang. Aku segera mandi. Di kamar mandi aku merasakan sedikit perih di bagian lobang pantatku. Baru kali ini lobang itu menjadi alat seks, itu pun justru dengan anak kecil yang belum tahu apa-apa. Ada sedikit rasa sesal, tapi segera kuguyur kepalaku untuk menghilangkan rasa gundah di dadaku. ###################### Sorenya Indun kembali main ke rumah. Dia sudah sibuk membereskan buku-buku di gazebo kami. Malam itu Indun tidur lagi di kamarku. Mas Prasojo baru pulang besok harinya. Selama berjam-jam kami kembali bercinta. Kami saling berpelukan dan berbagi kasih selayaknya sepasang kekasih.

Tapi sebelum jam 1 aku suruh Indun untuk segera tidur, aku kawatir sekolahnya akan terganggu karena aktivitasku. “Ndun, tadi kamu di sekolah gimana?” bisikku setelah kami selesai ronde ke tiga. Kami berpelukan dengan mesra di tengah ranjang. “Biasa aja Bu” “Kamu gak kelelahan atau ngantuk di sekolah?” “Iya Bu, sedikit. Tapi gak papa, aku tadi sempat tidur siang” “Aku takut menganggu sekolahmu” “Gak kok Bu. Tadi aku bisa ngikutin pelajaran” “Okelah kalau gitu. Tapi setelah ini kamu tidur ya, gak usah diterusin dulu” “Iya Bu” “Besok Mas Prasojo pulang, kamu gak bisa nginap disini” “Iya, Bu. Tapi kapan-kapan saya siap menemani Ibu di sini” “Yee…. maunya. Ya gak papa”, kataku sambil mencubit pinggangnya. “Aku mau jadi pacar Ibu” “Lho aku khan sudah bersuami?” “Ya gak papa, jadi apa saja deh” “Aku justru kasihan sama kamu. Besok-besok kalau kamu udah siap, kamu cari pacar yang bener ya?” “Iya Bu. Aku tetap sayang sama Ibu.

Mau dijadiin apa saja juga mau” “Idihh.. ya udah. Bobok yuk” kataku kelelahan. Kami tidur berpelukan sampai pagi. ####################### Setelah malam itu, aku semakin sering bercinta dengan Indun. Kapan pun ada kesempatan, kami berdua akan melakukannya. Indun sangat memperhatikan bayi dalam kandunganku. Setiap ada kesempatan, dia menciumi perutku dan mengelus-elusnya. Kasihan juga aku lihat anak kecil itu sudah merasa harus jadi bapak. Herannya, aku juga kecanduan dengan penis kecil anak itu. Padahal aku sudah punya penis yang jauh lebih besar dan tersedia untukku. Bayangkan, beda usiaku dengan Indun mungkin sekitar 27 tahun. Bahkan anak itu lebih cocok menjadi adik anak-anakku. Tapi hubungan kami bertambah mesra seiring usia kehamilanku yang semakin membesar. Indun bahkan sering ikut menemaniku ke dokter tatkala suamiku sedang dinas keluar.

Indun semakin perhatian padaku dan anak dalam kandunganku. Kami sangat bahagia karena bayi dalam kandunganku berada dalam kondisi sehat. Aku selalu mengingatkan Indun untuk tetap fokus pada sekolahnya, dan jangan terlalu memikirkan anaknya. Yang paling tidak bisa dicegah adalah, Indun semakin lama semakin kecanduan lobang pantatku. Lama-lama aku juga merasakan hal yang sama. Seolah-olah lobang pantatku menjadi milik eksklusif Indun, sementara lobang-lobangku yang lain dibagi antara Indun dan suamiku. Sampai sekarang, suamiku tidak pernah tahu kalau pantatku sudah dijebol oleh Indun. Lama-lama aku kawatir juga dengan cerita tentang hubungan kelamin lewat pantat dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk AIDS. Aku akhirnya menyediakan kondom untuk Indun kalau dia minta lobang pantatku. Indun sih oke-oke saja. Dia juga kawatir, walaupun dia sangat senang ketika masuk ke lubang pantatku.

Untung aku dan suamiku juga kadang-kadang memakai kondom, sehingga aku tidak canggung lagi membeli kondom di apotik. Bahkan aku sering mendapat kondom gratis dari kelurahan. Mungkin karena masih masa pertumbuhan, dan sering kupakai, aku melihat lama kelamaan penis Indun juga mengalami pembesaran. Penis yang semakin berpengalaman itu tidak lagi seperti penis imut pada waktu pertama kali masuk ke vaginaku, tapi sudah menjelma menjadi penis dewasa dan berurat ketika tegang. Aku sadar, kalau aku adalah salah satu sebab dari pertumbuhan instant dari penis Indun. Kekuatan penis Indun juga semakin luar biasa. Dia tidak lagi gampang keluar, bahkan kalau dipikir-pikir, dia mungkin lebih kuat dari suamiku. Karena perutku semakin membesar aku jadi sering pakai celana legging yang lentur dan baju kaos ketat yang berbahan sangat lentur. Kalau di rumah aku bahkan hanya pakai kaos panjang tanpa bawahan.

Orang pasti mengira aku selalu pakai cd, padahal sering aku malas memakainya. Entah karena gawan ibu hamil atau karena nafsu birahiku yang semakin gila. ########################## Waktu ibu Indun mau naik haji, aku ikut sibuk dengan ibu-ibu kampung untuk mempersiapkan pengajian haji. Biasalah, kalau mau naik haji pasti hebohnya minta ampun. Aku termasuk dekat dengan ibu Indun. Namanya bu Masuroh, yang biasa dipanggil Bu Ro. Karena keluarga Indun termasuk keluarga yang terpandang di desa kami, maka acara pengajian itu menjadi acara yang besar-besaran. Banyak ibu-ibu yang ikut sibuk di rumah Bu Ro. Kalau aku ke sana aku lebih sering karena ingin ketemu Indun. Acara pengajian dan keberadaan Mas Prasojo di rumah membuat kesempatanku bertemu dengan Indun menjadi sangat terbatas. Sudah lama Indun tidak merasakan lobang pantatku. Aku sendiri bingung bagaimana mencari kesempatan untuk ketemu Indun.

Walaupun aku sering pergi ke rumahnya dan kadang-kadang juga diantar Indun untuk berbelanja sesuatu untuk keperluan pengajian, tapi tetap saja kami tidak punya kesempatan untuk bercinta. Akhirnya pada saat pengajian besar itu aku mendapatkan ide. Sorenya, segera kutelepon Indun menggunakan telepon rumah, karena aku sangat hati-hati memakai hp, apalagi untuk urusan Indun. “Assalamu’alaikum, Bu. Ini Bu Lani. Gimana Bu persiapan nanti malam, sudah beres semua?” “Oh, Bu Lani. Sudah Bu. Nanti datangnya agak sorean ya bu. Kalau gak ada Ibu, kita bingung nih” jawab Bu Ro. “Iya, beres Bu. Saya sama Bu Anjar sudah kangenan setelah magrib langsung kesitu, kok Bu. Indun ada Bu Ro?” “Ada Bu, sebentar ya Bu” Setelah Indun yang memegang telepon, aku segera bilang: “Ndun nanti malam kamu pake celana yang bisa dibuka depannya ya” kataku pelan “Iya Bu” jawab Indun agak bingung. “Terus kamu pakai kondom kamu…” Malam itu pengajian dilangsungkan dengan besar-besaran.

Halaman RW kami yang luas hampir tidak bisa menampung jama’ah yang datang dari seluruh penjuru kota. Bu Ro memang tokoh yang disegani masyarakat. Aku datang bersama ibu-ibu RT dengan memakai baju atasan longgar yang menutup sampai bawah pinggang. Bawahannya aku memakai legging ketat, karena memang lagi biasa dipakai ibu-ibu pada saat ini. Apalagi aku lagi hamil, pasti orang-orang pada maklum akan kondisiku. Yang tidak biasa adalah bahwa aku tidak memakai apapun di balik celana leggingku. Sengaja aku tinggalkan cdku di rumah, karena aku punya sebuah ide untuk Indun. Setelah semua urusan kepanitiaan beres, aku segera bergabung dengan ibu-ibu jama’ah pengajian. Tapi kemudian aku dan beberapa ibu yang lain pindah ke halaman, karena lebih bebas dan bisa berdiri. Hanya saja halaman itu sudah sangat penuh dan berdesak-desakan. Justru aku memilih tempat yang paling ramai oleh pengunjung.

Di kejauhan aku melihat Indun dan memberinya kode untuk mengikutiku. Indun beranjak menuju ke arahku, sementara aku mengajak Bu Anjar untuk ke sebuah lokasi di bawah pohon di lapangan RW. Lokasi itu agak gelap karena bayangan lampu tertutup rindangnya pohon. Walaupun demikian, banyak anggota jama’ah di situ yang berdiri berdesak-desakan. “Kita sini aja Bu, kalau Ibu mau. Tapi kalau ibu keberatan, silakan Ibu pindah ke sana” kataku pada Bu Anjar. “Gak papa Bu, di sini lebih bebas. Bisa bolos kalau udah kemaleman, hihihi..” kata Bu Anjar. “Iya , ya. Biasanya pengajian ginian bisa sampai jam 12 lho” Kami lalu bercakap-cakap dengan seru sambil mendengarkan pengajian. Ternyata di sebelah Bu Anjar adan Bu Kesti yang juara negrumpi. Kami segera terlibat pembicaraan serius sambil sekali-kali mendengarkan ceramah kalau pas ada cerita-cerita lucu. Kami berdiri agak di barisan tengah, Bu Anjar dan Bu Kesti mendapat tempat duduk di sebelahku.

“Bu, monggo kalau mau duduk” tawarnya padaku. “Wah gak usah Bu. Saya lebih suka berdiri gini aja” jawabku. Padahal aku sedang menunggu Indun yang sedang berusaha menyibak kerumunan menuju ke arah kami. Akhirnya Indun tiba di belakangku. Dua ibu-ibu sebelahku tidak memperhatikan kehadiran Indun, tapi aku melirik anak muda itu dan menyuruhnya berdiri tepat di belakangku. Aku bergeser berdiri sedikit di belakang bangku Bu Anjar dan Bu Kesti. Sementara Indun dengan segera berdiri tepat di belakangku. Dengan diam-diam aku menempelkan pantatku ke badan Indun. Indun tersenyum dan memajukan badannya. Pantatku yang semlohai segera menempel pada penis Indun yang sudah tegang di balik celananya. Aku berbisik pada Indun, “buka, Ndun. Udah pakai kondom?” Indun mengangguk dan membuka risliting celananya. Segera tersembul batangnya yang sudah mengeras. Segera kusibakkan baju panjangku ke atas dan nampaklah leggingku sudah kuberi lobang di bagian belahan pantatku. Indun nampak terkejut, dan sekaligus mengerti maksudku.

Dengan pelan-pelan diarahkannya batang kerasnya ke lobang pantatku. Dan, slepppp. Masuklah batang itu ke lobang favoritnya. Tangan Indun masuk ke dalam bajuku sambil mengelus-elus perutku. Batangnya berada di dalam lobangku sambil sesekali dimaju mundurin. Kami bercinta di tengah keramaian dengan tanpa ada yang menyadarinya. Walaupun begitu aku tetap bercakap-cakap dengan dua ibu-ibu tetanggaku itu. Sementara di kanan kiri kami orang-orang sibuk mendengarkan ceramah dengan berdesak-desakan. Sekitar satu jam Indun memelukku dalam gelap dari belakang. Tiba-tiba vaginaku berkedut-kedut, pengen ikut disodok. Kalau dari belakang berarti aku harus lebih nunduk lagi. Pelan-pelan kutarik keluar penis Indun dan kulepas kondomnya. Aku kembali mengarahkannya, kali ini ke lubang vaginaku. Indun mengerti. Lalu, bless.. dengan lancarnya penis itu masuk ke vaginaku dari belakang. Ohh, enak sekali. Aku mulai tidak konsentrasi terhadap ceramah maupun obrolan dua ibu-ibu itu.

Karena hanya sesekali kami bergoyang, maka adegan persetubuhan itu berlangsung cukup lama. Kepalaku sudah mulai berkunang-kunang kenikmatan. Di tengkukku aku merasakan nafas Indun semakin ngos-ngosan. Beberapa saat kemudian, aku mengalami orgasme hebat, tanganku gemetar dan langsung memegang sandaran bangku di depanku. Indun juga kemudian memuncratkan maninya dalam vaginaku. Kami berdua hampir bersamaan mengalami orgasme itu. Setelah agak reda, aku mendorong Indun dan mengeluarkan penisnya. Cepat-cepat Indun memasukkan dalam celananya, dan kuturunkan baju bagian belakangku. Aku dan ibu-ibu itu memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Untung saja aku dan Indun sudah selesai. Dengan mengedipkan mata, aku menyuruh Indun untuk meninggalkan lokasi. Akhirnya terpuaskan juga hasrat kami setelah hari-hari yang sibuk yang memisahkan kami.

Tamat