SUDAH DI LARANG MASIH TETAP SAJA BANDEL
Hesty yg masih berumur 25 tahun tak menyadari bahayanya bekerja sebagai kasir di sebuah toko serba ada di Jakarta. Dgn semangat dan keinginan untuk mandiri membuat dirinya tak mempedulikan nasehat orang tuanya yg merasa risau melihat putriya sering mendapat giliran tugas dari malam sampai pagi. Hesty lebih memilih bekerja pada shift tersebut, karena dari saat tengah malam sampai pagi, jarang sekali ada pembeli, sesampai Hesty bisa belajar untuk kuliahnya siang nanti.
VIPMANDIRIQQ |
Sampai akhirnya pada suatu malam, Hesty mendapati dirinya ditodong sepucuk pistol tepat di depan matanya. Yg berambut Gondrong, dan yg satu lagi berKriting tebal. Mereka berdua, menerobos masuk membuat Hesty yg sedang berkonsentrasi pada bukunya terkejut.
“Keluarin uangnya!” perintah si Gondrong, semenantia si Kriting memutuskan semua kabel video dan telepon yg ada di toko itu. Tangan Hesty gemetar berusaha membuka laci kasir yg ada di depannya, saking takutnya kunci itu sampai terjatuh beberapa kali. Setelah beberapa saat, Hesty berhasil membuka laci itu dan memerikan semua uang yg ada di dalamnya, sebanyak 100 ribu kepada si Gondrong, Hesty tak diperkenankan menyimpan uang lebih dari 100 ribu di laci tersebut. Karena itu setiap kelebihannya langsung dimasukan ke brankas. Setelah si Gondrong merampas uang itu, Hesty langsung mundur ke belakang, ia sangat ketakutan kakinya lemas, hampir jatuh.
“Masa cuma segini?!” bentak si Gondrong.
“Buka brankasnya! Sekarang!” Mereka berdua menggiring Hesty masuk ke kantor manajernya dan mendorongnya sampai jatuh berlutut di hadapan brankas. Hesty mulai menangis, ia tak tahu nomor kombinasi brankas itu, ia hanya menyelipkan uang masuk ke dalam brankas melalui celah pintunya.
“Cepat!” bentak si Kriting, Hesty merasakan pistol menempel di belakang kepalanya. Hesty berusaha untuk menjelaskan kalau ia tak mengetahui nomor brankas itu. Untunglah, melihat mata Hesty yg ketakutan, mereka berdua percaya. “Brengsek! Nggak sebanding sama resikonya! Iket dia, biar dia nggak bisa manggil polisi!” Hesty di dudukkan di kursi manajernya dgn tangan diikat ke belakang. Kemudian kedua kaki Hesty juga diikat ke kaki kursi yg ia duduki. si Kriting kemudian mengambil plester dan menempelkannya ke mulut Hesty.
“Beres! Ayo cabut!”
“Tunggu! Tunggu dulu cing! Liat dia, dia boleh juga ya?!”.
“Cepetan! Nanti ada yg tau! Kita cuma dapet 100 ribu, cepetan!”.
“Aku pengen liat benanti aja!”.
Mata Hesty terbelalak ketika si Gondrong mendekat dan menarik t-shirt merah muda yg ia kenakan. Dgn satu tarikan keras, t-shirt itu robek membuat BH-nya terlihat. Payudara Hesty yg berukuran sedang, bergoyg-goyg karena Hesty meronta-ronta dalam ikatannya.
“Wow, oke banget!” si Gondrong berseru kagum.
“Oke, sekarang kita pergi!” ajak si Kriting, tak begitu tertarik pada Hesty karena sibuk mengawasi keadaan depan toko.
Tapi si Gondrong tak peduli, ia sekarang meraba-raba pentil susu Hesty lewat BH-nya, setelah itu ia memasukkan jarinya ke belahan payudara Hesty. Dan tiba-tiba, dgn satu tarikan BH Hesty ditariknya, tubuh Hesty ikut tertarik ke depan, tapi akhirnya tali BH Hesty terputus dan sekarang payudara Hesty bergoyg bebas tanpa ditutupi selembar benangpun.
“Jangan!” teriak Hesty. Tapi yg tedengar cuma suara gumaman. Terasa oleh Hesty mulut si Gondrong menghisapi pentil susunya pertama yg kiri lalu sekarang pindah ke kanan. Kemudian Hesty menjerit ketika si Gondrong mengigit pentil susunya.
“Diem! Jangan berisik!” si Gondrong menampar Hesty, sampai berkunang-kunang. Hesty hanya bisa menangis.
“Aku bilang diem!”, sembari berkata itu si Gondrong menampar payudara Hesty, sampai sebuah cap tangan berwarna merah terbentuk di payudara kiri Hesty. Kemudian si Gondrong bergeser dan menampar uang sebelah kanan. Hesty terus menjerit-jerit dgn mulut diplester, semenantia si Gondrong terus memukuli payudara Hesty sampai akhirnya bulatan payudara Hesty berwarna merah.
“Ayo, cepetan cing!”, si Kriting menarik tangan si Gondrong.
“Kita musti cepet minggat dari sini!” Hesty bersyukur ketika melihat si Gondrong diseret keluar ruangan oleh si Kriting. Payudaranya terasa sangat sakit, tapi Hesty bersyukur ia masih hidup. Melihat sekelilingnya, Hesty berusaha menemukan sesuatu untuk membebaskan dirinya. Di meja ada gunting, tapi ia tak bisa bergerak sama sekali.
“Hey, Rendra! Tokonya kosong!”.
“Masa, cepetan ambil permen!”.
“Goblok lo, ambil bir tolol!”.
Tubuh Hesty menegang, mendengar suara beberapa anak-anak di bagian depan toko. Dari suaranya ia mengetahui bahwa itu adalah anak-anak berandal yg ada di lingkungan itu. Mereka baru berusia sekitar 15 sampai 17 tahun. Hesty mengeluarkan suara minta tolong.
“sstt! Lo denger nggak?!”.
“Cepet kembaliin semua!”.
“Lari, lari! Kita ketauan!”.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjengukkan kepalanya ke dalam kantor manajer. Ia terperangah melihat Hesty, terikat di kursi, dgn t-shirt robek membuat payudaranya mengacung ke arahnya.
“Buset!” berandal itu tampak terkejut sekali, tapi sesaat kemudian ia menyeringai.
“Hei, liat nih! Ada kejutan!”
Hesty berusaha menjelaskan pada mereka, menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha menjelaskan bahwa dirinya baru saja dirampok. Ia berusaha minta tolong agar mereka memanggil polisi. Ia berusaha memohon agar mereka melepaskan dirinya dan menutupi dadanya. Tapi yg keluar hanya suara gumanan karena mulutnya masih tertutup plester. Satu demi satu berandalan itu masuk ke dalam kantor. Satu, kemudian dua, lalu tiga. Empat. Lima! Lima wajah-wajah dgn senyum menyeringai sekarang mengamati tubuh Hesty, yg terus meronta-ronta berusaha menutupi tubuhnya dari pandangan mereka. Berandalan, yg berumur sekitar 15 tahun itu terkagum-kagum dgn penemuan mereka.
“Gila! Perempuan nih!”.
“Dia telanjang!”.
“Tu liat susunya! susu!”.
“Mana, mana aku pengen liat!”.
“Aku pengen pegang!”.
“Pasti alus tuh!”.
“Bawahnya kayak apa ya?!”.
Mereka semua berkomenanti bersamaan, kegirangan menemukan Hesty yg sudah terikat erat. Kelima berandal itu maju dan merubung Hesty, tangan-tangan meraih tubuh Hesty. Hesty tak tahu lagi, milik siapa tanga-tangan tersebut, semuanya berebutan mengelus pinggangnya, meremas payudaranya, menjambak rambutnya, seseorang menjepit dan menarik-narik pentil susunya. Kemudian, salah satu dari mereka menjilati pipinya dan memasukan ujung lidahnya ke lubang telinga Hesty.
“Ayo, kita lepasin dia dari kursi!” Mereka melepaskan ikatan pada kaki Hesty, tapi dgn tangan masih terikat di belakang, sambil terus meraba dan meremas tubuh Hesty. Melihat ruangan kantor itu terlalu kecil mereka menyeret Hesty keluar menuju bagian depan toko. Hesty meronta-ronta ketika merasa ada yg berusaha melepaskan kancing jeansnya. Mereka menarik-narik jeans Hesty sampai akhirnya turun sampai ke lutut. Hesty terus meronta-ronta, dan akhirnya mereka berenam jatuh tersungkur ke lantai. Sebelum Hesty sempat membalikkan tubuhnya, tiba-tiba terdengar suara lecutan, dan sesaat kemudian Hesty merasakan sakit yg amat sangat di bokongnya. Hesty melihat salah seorang berandal tadi memegang sebuah ikat pinggang kulit dan bersiap-siap mengayunkannya lagi ke bokongnya!
“Bangun! Bangun!” ia berteriak, kemudian mengayunkan lagi ikat pinggangnya. Sebuah garis merah timbul di bokong Hesty. Hesty berusaha berguling melindungi bokongnya yg terasa sakit sekali. Tapi berandal tadi tak peduli, ia kembali mengayunkan ikat pinggang tadi yg sekarang menghajar perut Hesty.
“Bangun! naik ke sini!” berandal tadi menyapu barang-barang yg ada di atas meja layan sampai berjatuhan ke lantai. Hesty berusaha bangun tapi tak berhasil. Lagi, sebuah pukulan menghajar payudaranya. Hesty berguling dan berusaha berdiri dan berhasil berlutut dan berdiri. Berandal tadi memberikan ikat pinggang tadi kepada kawannya. “Kalo dia gerak, pukul aja!”
Langsung saja Hesty mendapat pukulan di bokongnya. Berandal-berandal yg lain tertawa dan bersorak. Mereka lalu mendorong dan menarik tubuhnya, membuat ia bergerak-gerak sesampai mereka punya alasan lagi buat memukulnya. Berandal yg pertama tadi kembali dgn membawa segulung plester besar. Ia mendorong Hesty sampai berbaring telentang di atas meja. Pertama ia melepaskan tangan Hesty kemudian langsung mengikatnya dgn plester di sudut-sudut meja, tangan Hesty sekarang terikat erat dgn plester sampai ke kaki meja. Selanjutnya ia melepaskan sepatu, jeans dan celana dalam Hesty dan mengikatkan kaki-kaki Hesty ke kaki-kaki meja lainnya. Sekarang Hesty berbaring telentang, telanjang bulat dgn tangan dan kaki terbuka lebar menyerupai huruf X.
“Waktu Pesta!” berandal tadi lalu menurunkan celana dan celana dalamnya. Mata Hesty terbelalak melihat kemaluannya menggantung, setengah keras sepanjang 20 senti. Berandal tadi memegang pinggul Hesty dan menariknya sampai mendekati pinggir meja. Kemudian ia menggosok-gosok kemaluannya sampai berdiri mengacung tegang.
“Waktunya masuk!” ia bersorak semenantia kawan-kawan lainnya bersorak dan tertawa. Dgn satu dorongan keras, kemaluannya masuk ke kemaluan Hesty. Hesty melolong kesakitan. Air mata meleleh turun, semenantia berandal tadi mulai bergerak keluar masuk. Kawannya naik ke atas meja, menduduki dada Hesty, membuat Hesty sulit bernafas. Kemudian ia melepaskan celananya, mengeluarkan kemaluannya dari celana dalamnya. Plester di mulut Hesty ditariknya sampai lepas. Hesty berusaha berteriak, tapi mulutnya langsung dimasuki oleh kemaluan berandal yg ada di atasnya. Langsung saja, kemaluan tadi mengeras dan membesar bersamaan dgn keluar masuknya kemaluan tadi di mulut Hesty. Pandangan Hesty berkunang-kunang dan merasa akan pingsan, ketika tiba-tiba mulutnya dipenuhi cairan kental, yg terasa asin dan pahit. Semprotan demi semprotan masuk, tanpa bisa dimuntahkan oleh Hesty. Hesty terus menelan cairan tadi agar bisa terus mengambil nafas.
Berandal yg duduk di atas dada Hesty turun ketika kemudian, berandal yg sedang meperkosanya di pinggir meja bergerak makin cepat. Ia memukuli perut Hesty, membuat Hesty mengejang dan kemaluannya berkontraksi menjepit kemaluannya. Ia kemudian memegang payudara Hesty sambil terus bergerak makin cepat, ia mengerang-erang mendekati orgasme. Tangannya meremas dan menarik payudara Hesty ketika tubuhnya bergetar dan sperma pun menyemprot keluar, terus-menerus mengalir masuk di kemaluan Hesty. Semenantia itu berandal yg lainnya berdiri di samping meja dan melakukan masturbasi, ketika pimpinan mereka mencapai puncaknya mereka juga mengalami ejakulasi bersamaan. Sperma mereka menyemprot keluar dan jatuh di muka, rambut dan dada Hesty.
Hesty tak tahu apa yg terjadi selanjutnya, ketika tahu-tahu ia kembali sendirian di toko tadi, masih terikat erat di atas meja. Ia tersadar ketika menyadari dirinya terlihat jelas, jika ada orang lewat di depan tokonya. Hesty meronta-ronta membuat payudaranya bergoyg-goyg. Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari plester yg mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Hesty berhasil melepaskan tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya, kaki kanannya. Tinggal satu lagi.
“Wah, wah, wah!” terdengar suara laki-laki di pintu depan. Hesty terkejut dan berusaha menutupi dada dan kemaluannya dgn kedua tangannya.
“Tolong saya!” ratap Hesty.
“Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa! Tolong saya Pak, panggilkan polisi!”
“Nama lu Hesty kan?” tanya laki-laki tadi.
“Bagaimana bapak tahu nama saya?” Hesty bingung dan takut.
“Aku Rendra. Orang yg kerjaannya di toko ini lo rebut!”.
“Saya tak merebut pekerjaan bapak. Saya tahu dari iklan di koran. Saya betul-betul tak tahu pak! Tolong saya pak!”.
“Gara-gara lo ngelamar ke sini aku jadi dipecat! Aku nggak heran lo diterima kalo liat bodi lo”.
Hesty kembali merasa ketakutan melihat Rendra, seseorang yg belum pernah dilihat dan dikenalnya tapi sudah membencinya. Hesty kembali berusaha melepaskan ikatan di kaki kirinya, membuat Raoy naik pitam. Ia menyambar tangan Hesty dan menekuknya ke belakang dan kembali diikatnya dgn plester, dan plester itu terus dilitkan sampai mengikat ke bahu, sampai Hesty betul-betul terikat erat. Ikatan itu membuat Hesty kesakitan, ia menggeliat dan payudaranya semakin membusung keluar.
“Lepaskan! Sakit! aduuhh! Saya tak memecat bapak! Kenapa saya diikat?”
“Aku tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya aku udah keduluan. Jadi aku rusak aja deh nih toko”.
Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Hesty sesampai sekarang Hesty duduk di pinggir meja dgn tangan terikat di belakang. Kemudian diikatnya lagi dgn plester.
Kemudian Rendra mulai menghancurkan isi toko itu, etalase dipecahnya, rak-rak ditendang jatuh. Kemudian Rendra mulai menghancurkan kotak pendingin es krim yg ada di kanan Hesty. Es krim beterbangan dilempar oleh Rendra. Beberapa di anantianya mengenai tubuh Hesty, kemudian meleleh mengalir turun, melewati punggungnya masuk ke belahan bokongnya. Di depan, es tadi mengalir melalui belahan payudaranya, turun ke perut dan mengalir ke kemaluan Hesty. Rasa dingin juga menempel di payudara Hesty, membuat pentilnya mengeras san mengacung. Ketika Rendra selesai, tubuh Hesty bergetar kedinginan dan lengket karena es krim yg meleleh.
“Lo keliatan kedinginan!” ejek Rendra sambil menyentil pentil susu Hesty yg mengeras kaku.
“Aku musti kasih lo sesuatu yg anget.”
Rendra kemudian mendekati wajan untuk mengoreng hot dog yg ada di tengah ruangan. Hesty melihat Rendra mendekat membawa beberapa buah sosis yg berasap. “Jangaann!” Hesty berteriak ketika Rendra membuka bibir kemaluannya dan memasukan satu sosis ke dalam kemaluannya yg terasa dingin karena es tadi. Kemudian ia memasukan sosis yg kedua, dan ketiga. Sosis yg keempat putus ketika akan dimasukan. Kemaluan Hesty sekarang diisi oleh tiga buah sosis yg masih berasap. Hesty menangis kesakitan kerena panas yg dirasakannya.
“Keliatannya nikmat!” Rendra tertawa.
“Tapi aku lebih suka dgn mustard!” Ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu. Cairan mustard keluar menyemprot ke kemaluan Hesty. Hesty menangis terus, melihat dirinya disiksa dgn cara yg tak terbaygkan olehnya.
Sambil tertawa Rendra melanjutkan usahanya menghancurkan isi toko itu. Hesty berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya tersengal-sengal, ia tak kuat menahan semua ini. Tubuh Hesty bergerak lunglai jatuh.”
“Hei! Kalo kerja jangan tidur!” bentak Rendra sambil menampar pipi Hesty.
“Lo tau nggak, daerah sini nggak aman jadi perlu ada alarm.”
Hesty meronta ketakutan melihat Rendra memegang dua buah jepitan buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan jepitannya keras sekali. Rendra mendekatkan satu jepitan ke pentil susu kanan Hesty, menekannya sampai terbuka dan melepaskannya sampai menutup kembali menjepit pentil susu Hesty. Hesty menjerit dan melolong kesakitan, gigi jepitan tadi menancap ke pentil susunya. Kemudian Rendra juga menjepit pentil susu yg ada di sebelah kiri. Air mata Hesty bercucuran di pipi.
Kemudian Rendra mengikatkan kawat halus di kedua jepitan tadi, mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke pegangan pintu masuk. Ketika pintu itu didorong Rendra sampai membuka keluar, Hesty merasa jepitan tadi tertarik oleh kawat, dan membuat payudaranya tertarik dan ia menjerit kesakitan.
“Nah, udah jadi. Lo tau kan pintu depan ini bisa buka ke dalem ama keluar, tapi bisa juga disetel cuma bisa dibuka dgn cara ditarik bukan didorong. Jadi aku sekarang pergi dulu, terus nanti aku pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu kan nggak bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya akan bunyi!”
“Jangan! saya mohoon! mohon! jangan! jangan! ampun!”
Rendra tak peduli, ia keluar dan tak lupa memasang kunci pada pintu itu sampai sekarang pintu tadi hanya bisa dibuka dgn ditarik. Hesty menangis ketakutan, pentil susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh Hesty berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil. Lama kemudian terlihat sebuah baygan di depan pintu, Hesty melihat ternyata baygan itu milik gelandangan yg sering lewat dan meminta-minta. Gelandangan itu melihat tubuh Hesty, telanjang dgn payudara mengacung.
Gelandang itu mendorong pintu masuk. Pintu itu tak terbuka. Kemudian ia meraih pegangan pintu dan mulai menariknya.
Hesty berusaha menjerit “Jangan! jangan! jangan buka! jangaann!”, tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu, yg kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yg ada di pentil susunya. Gigi-gigi yg sudah menancap di daging pentil susunya tertarik, merobek pentil susunya. Hesty menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja. Pingsan.
Hesty tersadar dan menjerit. Sekarang ia berdiri di depan meja kasir. Tangannya terikat ke atas di rangka besi meja kasir. Sedangkan kakinya juga terikat terbuka lebar pada kaki-kaki meja kasir. Ia merasa kesakitan. Pentil susunya sekarang berwarna ungu, dan menjadi sangat sensitif. Udara dingin saja membuat pentil susunya mengacung tegang. Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya, mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Hesty merasakan sepasang tangan berusaha membuka belahan bokongnya dari belakang. Sesuatu yg dingin dan keras berusaha masuk ke liang anusnya. Hesty menoleh ke belakang, dan ia melihat gelandangan tadi berlutut di belakangnya sedang memegang sebuah botol bir.
“Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tak tahan lagi.”
“Tapi Mbak, bokong Mbak kan belon.” gelandangan itu berkata tak jelas.
“Jangan!” Hesty meronta, ketika kemaluan gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari kemaluannya tak bisa masuk ke dalam anus Hesty. Lalu ia berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke liang anus Hesty.
Hesty menjerit-jerit dan meronta-ronta ketika leher botol bir tadi mulai masuk dgn keadaan masih mempunyai tutup botol yg berpinggiran tajam. Liang anus Hesty tersayat-sayat ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dgn harapan liang anus Hesty bisa membesar.
Setelah beberapa saat, gelandangan tadi mencabut botol tadi. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari dalam anus Hesty, tapi ia tak peduli. Gelandang itu kembali berusaha memasukan kemaluannya ke dalam anus Hesty yg sekarang sudah membesar karena dimasuki botol bir. Gelandang tadi mulai bergerak kesenangan, sudah lama sekali ia tak meniduri perempuan, ia bergerak cepat dan keras sesampai Hesty merasa dirinya akan terlepar ke depan setiap gelandangan tadi bergerak maju. Hesty terus menangis melihat dirinya disodomi oleh gelandangan yg mungkin membawa penyakit kelamin, tapi gelandangan tadi terus bergerak makin makin cepat, tangannya meremas payudara Hesty, membuat Hesty menjerit karena pentil susunya yg terluka ikut diremas dan dipilih-pilin. Akhirnya dgn satu erangan, gelandang tadi orgasme, dan Hesty merakan cairan hangat mengalir dalam anusnya, sampai gelandangan tadi jatuh terduduk lemas di belakang Hesty.
“Makasih ya Mbak! Saya puas sekali! Makasih.” gelandangan tadi melepaskan ikatan Hesty. Kemudian ia mendorong Hesty duduk dan kembali mengikat tangan Hesty ke belakang, kemudian mengikat kaki Hesty erat-erat. Kemudian tubuh Hesty didorongnya ke bawah meja kasir sampai tak terlihat dari luar.
Sambi terus mengumam terima kasih gelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membawa beberapa botol bir keluar dari toko. Hesty terus menangis, merintih merasakan sperma gelandangan tadi mengalir keluar dari anusnya. Lama kemudian Hesty jatuh pingsan kelelahan dan shock. Ia baru tersadar ketika ditemukan oleh rekan kerjanya yg masuk pukul 6 pagi.
“Keluarin uangnya!” perintah si Gondrong, semenantia si Kriting memutuskan semua kabel video dan telepon yg ada di toko itu. Tangan Hesty gemetar berusaha membuka laci kasir yg ada di depannya, saking takutnya kunci itu sampai terjatuh beberapa kali. Setelah beberapa saat, Hesty berhasil membuka laci itu dan memerikan semua uang yg ada di dalamnya, sebanyak 100 ribu kepada si Gondrong, Hesty tak diperkenankan menyimpan uang lebih dari 100 ribu di laci tersebut. Karena itu setiap kelebihannya langsung dimasukan ke brankas. Setelah si Gondrong merampas uang itu, Hesty langsung mundur ke belakang, ia sangat ketakutan kakinya lemas, hampir jatuh.
“Masa cuma segini?!” bentak si Gondrong.
“Buka brankasnya! Sekarang!” Mereka berdua menggiring Hesty masuk ke kantor manajernya dan mendorongnya sampai jatuh berlutut di hadapan brankas. Hesty mulai menangis, ia tak tahu nomor kombinasi brankas itu, ia hanya menyelipkan uang masuk ke dalam brankas melalui celah pintunya.
“Cepat!” bentak si Kriting, Hesty merasakan pistol menempel di belakang kepalanya. Hesty berusaha untuk menjelaskan kalau ia tak mengetahui nomor brankas itu. Untunglah, melihat mata Hesty yg ketakutan, mereka berdua percaya. “Brengsek! Nggak sebanding sama resikonya! Iket dia, biar dia nggak bisa manggil polisi!” Hesty di dudukkan di kursi manajernya dgn tangan diikat ke belakang. Kemudian kedua kaki Hesty juga diikat ke kaki kursi yg ia duduki. si Kriting kemudian mengambil plester dan menempelkannya ke mulut Hesty.
“Beres! Ayo cabut!”
“Tunggu! Tunggu dulu cing! Liat dia, dia boleh juga ya?!”.
“Cepetan! Nanti ada yg tau! Kita cuma dapet 100 ribu, cepetan!”.
“Aku pengen liat benanti aja!”.
Mata Hesty terbelalak ketika si Gondrong mendekat dan menarik t-shirt merah muda yg ia kenakan. Dgn satu tarikan keras, t-shirt itu robek membuat BH-nya terlihat. Payudara Hesty yg berukuran sedang, bergoyg-goyg karena Hesty meronta-ronta dalam ikatannya.
“Wow, oke banget!” si Gondrong berseru kagum.
“Oke, sekarang kita pergi!” ajak si Kriting, tak begitu tertarik pada Hesty karena sibuk mengawasi keadaan depan toko.
Tapi si Gondrong tak peduli, ia sekarang meraba-raba pentil susu Hesty lewat BH-nya, setelah itu ia memasukkan jarinya ke belahan payudara Hesty. Dan tiba-tiba, dgn satu tarikan BH Hesty ditariknya, tubuh Hesty ikut tertarik ke depan, tapi akhirnya tali BH Hesty terputus dan sekarang payudara Hesty bergoyg bebas tanpa ditutupi selembar benangpun.
“Jangan!” teriak Hesty. Tapi yg tedengar cuma suara gumaman. Terasa oleh Hesty mulut si Gondrong menghisapi pentil susunya pertama yg kiri lalu sekarang pindah ke kanan. Kemudian Hesty menjerit ketika si Gondrong mengigit pentil susunya.
“Diem! Jangan berisik!” si Gondrong menampar Hesty, sampai berkunang-kunang. Hesty hanya bisa menangis.
“Aku bilang diem!”, sembari berkata itu si Gondrong menampar payudara Hesty, sampai sebuah cap tangan berwarna merah terbentuk di payudara kiri Hesty. Kemudian si Gondrong bergeser dan menampar uang sebelah kanan. Hesty terus menjerit-jerit dgn mulut diplester, semenantia si Gondrong terus memukuli payudara Hesty sampai akhirnya bulatan payudara Hesty berwarna merah.
“Ayo, cepetan cing!”, si Kriting menarik tangan si Gondrong.
“Kita musti cepet minggat dari sini!” Hesty bersyukur ketika melihat si Gondrong diseret keluar ruangan oleh si Kriting. Payudaranya terasa sangat sakit, tapi Hesty bersyukur ia masih hidup. Melihat sekelilingnya, Hesty berusaha menemukan sesuatu untuk membebaskan dirinya. Di meja ada gunting, tapi ia tak bisa bergerak sama sekali.
“Hey, Rendra! Tokonya kosong!”.
“Masa, cepetan ambil permen!”.
“Goblok lo, ambil bir tolol!”.
Tubuh Hesty menegang, mendengar suara beberapa anak-anak di bagian depan toko. Dari suaranya ia mengetahui bahwa itu adalah anak-anak berandal yg ada di lingkungan itu. Mereka baru berusia sekitar 15 sampai 17 tahun. Hesty mengeluarkan suara minta tolong.
“sstt! Lo denger nggak?!”.
“Cepet kembaliin semua!”.
“Lari, lari! Kita ketauan!”.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjengukkan kepalanya ke dalam kantor manajer. Ia terperangah melihat Hesty, terikat di kursi, dgn t-shirt robek membuat payudaranya mengacung ke arahnya.
“Buset!” berandal itu tampak terkejut sekali, tapi sesaat kemudian ia menyeringai.
“Hei, liat nih! Ada kejutan!”
Hesty berusaha menjelaskan pada mereka, menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha menjelaskan bahwa dirinya baru saja dirampok. Ia berusaha minta tolong agar mereka memanggil polisi. Ia berusaha memohon agar mereka melepaskan dirinya dan menutupi dadanya. Tapi yg keluar hanya suara gumanan karena mulutnya masih tertutup plester. Satu demi satu berandalan itu masuk ke dalam kantor. Satu, kemudian dua, lalu tiga. Empat. Lima! Lima wajah-wajah dgn senyum menyeringai sekarang mengamati tubuh Hesty, yg terus meronta-ronta berusaha menutupi tubuhnya dari pandangan mereka. Berandalan, yg berumur sekitar 15 tahun itu terkagum-kagum dgn penemuan mereka.
“Gila! Perempuan nih!”.
“Dia telanjang!”.
“Tu liat susunya! susu!”.
“Mana, mana aku pengen liat!”.
“Aku pengen pegang!”.
“Pasti alus tuh!”.
“Bawahnya kayak apa ya?!”.
Mereka semua berkomenanti bersamaan, kegirangan menemukan Hesty yg sudah terikat erat. Kelima berandal itu maju dan merubung Hesty, tangan-tangan meraih tubuh Hesty. Hesty tak tahu lagi, milik siapa tanga-tangan tersebut, semuanya berebutan mengelus pinggangnya, meremas payudaranya, menjambak rambutnya, seseorang menjepit dan menarik-narik pentil susunya. Kemudian, salah satu dari mereka menjilati pipinya dan memasukan ujung lidahnya ke lubang telinga Hesty.
“Ayo, kita lepasin dia dari kursi!” Mereka melepaskan ikatan pada kaki Hesty, tapi dgn tangan masih terikat di belakang, sambil terus meraba dan meremas tubuh Hesty. Melihat ruangan kantor itu terlalu kecil mereka menyeret Hesty keluar menuju bagian depan toko. Hesty meronta-ronta ketika merasa ada yg berusaha melepaskan kancing jeansnya. Mereka menarik-narik jeans Hesty sampai akhirnya turun sampai ke lutut. Hesty terus meronta-ronta, dan akhirnya mereka berenam jatuh tersungkur ke lantai. Sebelum Hesty sempat membalikkan tubuhnya, tiba-tiba terdengar suara lecutan, dan sesaat kemudian Hesty merasakan sakit yg amat sangat di bokongnya. Hesty melihat salah seorang berandal tadi memegang sebuah ikat pinggang kulit dan bersiap-siap mengayunkannya lagi ke bokongnya!
“Bangun! Bangun!” ia berteriak, kemudian mengayunkan lagi ikat pinggangnya. Sebuah garis merah timbul di bokong Hesty. Hesty berusaha berguling melindungi bokongnya yg terasa sakit sekali. Tapi berandal tadi tak peduli, ia kembali mengayunkan ikat pinggang tadi yg sekarang menghajar perut Hesty.
“Bangun! naik ke sini!” berandal tadi menyapu barang-barang yg ada di atas meja layan sampai berjatuhan ke lantai. Hesty berusaha bangun tapi tak berhasil. Lagi, sebuah pukulan menghajar payudaranya. Hesty berguling dan berusaha berdiri dan berhasil berlutut dan berdiri. Berandal tadi memberikan ikat pinggang tadi kepada kawannya. “Kalo dia gerak, pukul aja!”
Langsung saja Hesty mendapat pukulan di bokongnya. Berandal-berandal yg lain tertawa dan bersorak. Mereka lalu mendorong dan menarik tubuhnya, membuat ia bergerak-gerak sesampai mereka punya alasan lagi buat memukulnya. Berandal yg pertama tadi kembali dgn membawa segulung plester besar. Ia mendorong Hesty sampai berbaring telentang di atas meja. Pertama ia melepaskan tangan Hesty kemudian langsung mengikatnya dgn plester di sudut-sudut meja, tangan Hesty sekarang terikat erat dgn plester sampai ke kaki meja. Selanjutnya ia melepaskan sepatu, jeans dan celana dalam Hesty dan mengikatkan kaki-kaki Hesty ke kaki-kaki meja lainnya. Sekarang Hesty berbaring telentang, telanjang bulat dgn tangan dan kaki terbuka lebar menyerupai huruf X.
“Waktu Pesta!” berandal tadi lalu menurunkan celana dan celana dalamnya. Mata Hesty terbelalak melihat kemaluannya menggantung, setengah keras sepanjang 20 senti. Berandal tadi memegang pinggul Hesty dan menariknya sampai mendekati pinggir meja. Kemudian ia menggosok-gosok kemaluannya sampai berdiri mengacung tegang.
“Waktunya masuk!” ia bersorak semenantia kawan-kawan lainnya bersorak dan tertawa. Dgn satu dorongan keras, kemaluannya masuk ke kemaluan Hesty. Hesty melolong kesakitan. Air mata meleleh turun, semenantia berandal tadi mulai bergerak keluar masuk. Kawannya naik ke atas meja, menduduki dada Hesty, membuat Hesty sulit bernafas. Kemudian ia melepaskan celananya, mengeluarkan kemaluannya dari celana dalamnya. Plester di mulut Hesty ditariknya sampai lepas. Hesty berusaha berteriak, tapi mulutnya langsung dimasuki oleh kemaluan berandal yg ada di atasnya. Langsung saja, kemaluan tadi mengeras dan membesar bersamaan dgn keluar masuknya kemaluan tadi di mulut Hesty. Pandangan Hesty berkunang-kunang dan merasa akan pingsan, ketika tiba-tiba mulutnya dipenuhi cairan kental, yg terasa asin dan pahit. Semprotan demi semprotan masuk, tanpa bisa dimuntahkan oleh Hesty. Hesty terus menelan cairan tadi agar bisa terus mengambil nafas.
Berandal yg duduk di atas dada Hesty turun ketika kemudian, berandal yg sedang meperkosanya di pinggir meja bergerak makin cepat. Ia memukuli perut Hesty, membuat Hesty mengejang dan kemaluannya berkontraksi menjepit kemaluannya. Ia kemudian memegang payudara Hesty sambil terus bergerak makin cepat, ia mengerang-erang mendekati orgasme. Tangannya meremas dan menarik payudara Hesty ketika tubuhnya bergetar dan sperma pun menyemprot keluar, terus-menerus mengalir masuk di kemaluan Hesty. Semenantia itu berandal yg lainnya berdiri di samping meja dan melakukan masturbasi, ketika pimpinan mereka mencapai puncaknya mereka juga mengalami ejakulasi bersamaan. Sperma mereka menyemprot keluar dan jatuh di muka, rambut dan dada Hesty.
Hesty tak tahu apa yg terjadi selanjutnya, ketika tahu-tahu ia kembali sendirian di toko tadi, masih terikat erat di atas meja. Ia tersadar ketika menyadari dirinya terlihat jelas, jika ada orang lewat di depan tokonya. Hesty meronta-ronta membuat payudaranya bergoyg-goyg. Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari plester yg mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Hesty berhasil melepaskan tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya, kaki kanannya. Tinggal satu lagi.
“Wah, wah, wah!” terdengar suara laki-laki di pintu depan. Hesty terkejut dan berusaha menutupi dada dan kemaluannya dgn kedua tangannya.
“Tolong saya!” ratap Hesty.
“Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa! Tolong saya Pak, panggilkan polisi!”
“Nama lu Hesty kan?” tanya laki-laki tadi.
“Bagaimana bapak tahu nama saya?” Hesty bingung dan takut.
“Aku Rendra. Orang yg kerjaannya di toko ini lo rebut!”.
“Saya tak merebut pekerjaan bapak. Saya tahu dari iklan di koran. Saya betul-betul tak tahu pak! Tolong saya pak!”.
“Gara-gara lo ngelamar ke sini aku jadi dipecat! Aku nggak heran lo diterima kalo liat bodi lo”.
Hesty kembali merasa ketakutan melihat Rendra, seseorang yg belum pernah dilihat dan dikenalnya tapi sudah membencinya. Hesty kembali berusaha melepaskan ikatan di kaki kirinya, membuat Raoy naik pitam. Ia menyambar tangan Hesty dan menekuknya ke belakang dan kembali diikatnya dgn plester, dan plester itu terus dilitkan sampai mengikat ke bahu, sampai Hesty betul-betul terikat erat. Ikatan itu membuat Hesty kesakitan, ia menggeliat dan payudaranya semakin membusung keluar.
“Lepaskan! Sakit! aduuhh! Saya tak memecat bapak! Kenapa saya diikat?”
“Aku tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya aku udah keduluan. Jadi aku rusak aja deh nih toko”.
Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Hesty sesampai sekarang Hesty duduk di pinggir meja dgn tangan terikat di belakang. Kemudian diikatnya lagi dgn plester.
Kemudian Rendra mulai menghancurkan isi toko itu, etalase dipecahnya, rak-rak ditendang jatuh. Kemudian Rendra mulai menghancurkan kotak pendingin es krim yg ada di kanan Hesty. Es krim beterbangan dilempar oleh Rendra. Beberapa di anantianya mengenai tubuh Hesty, kemudian meleleh mengalir turun, melewati punggungnya masuk ke belahan bokongnya. Di depan, es tadi mengalir melalui belahan payudaranya, turun ke perut dan mengalir ke kemaluan Hesty. Rasa dingin juga menempel di payudara Hesty, membuat pentilnya mengeras san mengacung. Ketika Rendra selesai, tubuh Hesty bergetar kedinginan dan lengket karena es krim yg meleleh.
“Lo keliatan kedinginan!” ejek Rendra sambil menyentil pentil susu Hesty yg mengeras kaku.
“Aku musti kasih lo sesuatu yg anget.”
Rendra kemudian mendekati wajan untuk mengoreng hot dog yg ada di tengah ruangan. Hesty melihat Rendra mendekat membawa beberapa buah sosis yg berasap. “Jangaann!” Hesty berteriak ketika Rendra membuka bibir kemaluannya dan memasukan satu sosis ke dalam kemaluannya yg terasa dingin karena es tadi. Kemudian ia memasukan sosis yg kedua, dan ketiga. Sosis yg keempat putus ketika akan dimasukan. Kemaluan Hesty sekarang diisi oleh tiga buah sosis yg masih berasap. Hesty menangis kesakitan kerena panas yg dirasakannya.
“Keliatannya nikmat!” Rendra tertawa.
“Tapi aku lebih suka dgn mustard!” Ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu. Cairan mustard keluar menyemprot ke kemaluan Hesty. Hesty menangis terus, melihat dirinya disiksa dgn cara yg tak terbaygkan olehnya.
Sambil tertawa Rendra melanjutkan usahanya menghancurkan isi toko itu. Hesty berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya tersengal-sengal, ia tak kuat menahan semua ini. Tubuh Hesty bergerak lunglai jatuh.”
“Hei! Kalo kerja jangan tidur!” bentak Rendra sambil menampar pipi Hesty.
“Lo tau nggak, daerah sini nggak aman jadi perlu ada alarm.”
Hesty meronta ketakutan melihat Rendra memegang dua buah jepitan buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan jepitannya keras sekali. Rendra mendekatkan satu jepitan ke pentil susu kanan Hesty, menekannya sampai terbuka dan melepaskannya sampai menutup kembali menjepit pentil susu Hesty. Hesty menjerit dan melolong kesakitan, gigi jepitan tadi menancap ke pentil susunya. Kemudian Rendra juga menjepit pentil susu yg ada di sebelah kiri. Air mata Hesty bercucuran di pipi.
Kemudian Rendra mengikatkan kawat halus di kedua jepitan tadi, mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke pegangan pintu masuk. Ketika pintu itu didorong Rendra sampai membuka keluar, Hesty merasa jepitan tadi tertarik oleh kawat, dan membuat payudaranya tertarik dan ia menjerit kesakitan.
“Nah, udah jadi. Lo tau kan pintu depan ini bisa buka ke dalem ama keluar, tapi bisa juga disetel cuma bisa dibuka dgn cara ditarik bukan didorong. Jadi aku sekarang pergi dulu, terus nanti aku pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu kan nggak bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya akan bunyi!”
“Jangan! saya mohoon! mohon! jangan! jangan! ampun!”
Rendra tak peduli, ia keluar dan tak lupa memasang kunci pada pintu itu sampai sekarang pintu tadi hanya bisa dibuka dgn ditarik. Hesty menangis ketakutan, pentil susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh Hesty berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil. Lama kemudian terlihat sebuah baygan di depan pintu, Hesty melihat ternyata baygan itu milik gelandangan yg sering lewat dan meminta-minta. Gelandangan itu melihat tubuh Hesty, telanjang dgn payudara mengacung.
Gelandang itu mendorong pintu masuk. Pintu itu tak terbuka. Kemudian ia meraih pegangan pintu dan mulai menariknya.
Hesty berusaha menjerit “Jangan! jangan! jangan buka! jangaann!”, tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu, yg kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yg ada di pentil susunya. Gigi-gigi yg sudah menancap di daging pentil susunya tertarik, merobek pentil susunya. Hesty menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja. Pingsan.
Hesty tersadar dan menjerit. Sekarang ia berdiri di depan meja kasir. Tangannya terikat ke atas di rangka besi meja kasir. Sedangkan kakinya juga terikat terbuka lebar pada kaki-kaki meja kasir. Ia merasa kesakitan. Pentil susunya sekarang berwarna ungu, dan menjadi sangat sensitif. Udara dingin saja membuat pentil susunya mengacung tegang. Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya, mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Hesty merasakan sepasang tangan berusaha membuka belahan bokongnya dari belakang. Sesuatu yg dingin dan keras berusaha masuk ke liang anusnya. Hesty menoleh ke belakang, dan ia melihat gelandangan tadi berlutut di belakangnya sedang memegang sebuah botol bir.
“Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tak tahan lagi.”
“Tapi Mbak, bokong Mbak kan belon.” gelandangan itu berkata tak jelas.
“Jangan!” Hesty meronta, ketika kemaluan gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari kemaluannya tak bisa masuk ke dalam anus Hesty. Lalu ia berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke liang anus Hesty.
Hesty menjerit-jerit dan meronta-ronta ketika leher botol bir tadi mulai masuk dgn keadaan masih mempunyai tutup botol yg berpinggiran tajam. Liang anus Hesty tersayat-sayat ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dgn harapan liang anus Hesty bisa membesar.
Setelah beberapa saat, gelandangan tadi mencabut botol tadi. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari dalam anus Hesty, tapi ia tak peduli. Gelandang itu kembali berusaha memasukan kemaluannya ke dalam anus Hesty yg sekarang sudah membesar karena dimasuki botol bir. Gelandang tadi mulai bergerak kesenangan, sudah lama sekali ia tak meniduri perempuan, ia bergerak cepat dan keras sesampai Hesty merasa dirinya akan terlepar ke depan setiap gelandangan tadi bergerak maju. Hesty terus menangis melihat dirinya disodomi oleh gelandangan yg mungkin membawa penyakit kelamin, tapi gelandangan tadi terus bergerak makin makin cepat, tangannya meremas payudara Hesty, membuat Hesty menjerit karena pentil susunya yg terluka ikut diremas dan dipilih-pilin. Akhirnya dgn satu erangan, gelandang tadi orgasme, dan Hesty merakan cairan hangat mengalir dalam anusnya, sampai gelandangan tadi jatuh terduduk lemas di belakang Hesty.
“Makasih ya Mbak! Saya puas sekali! Makasih.” gelandangan tadi melepaskan ikatan Hesty. Kemudian ia mendorong Hesty duduk dan kembali mengikat tangan Hesty ke belakang, kemudian mengikat kaki Hesty erat-erat. Kemudian tubuh Hesty didorongnya ke bawah meja kasir sampai tak terlihat dari luar.
Sambi terus mengumam terima kasih gelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membawa beberapa botol bir keluar dari toko. Hesty terus menangis, merintih merasakan sperma gelandangan tadi mengalir keluar dari anusnya. Lama kemudian Hesty jatuh pingsan kelelahan dan shock. Ia baru tersadar ketika ditemukan oleh rekan kerjanya yg masuk pukul 6 pagi.
0 comments:
Post a Comment